DISAMPING BUKIT KARANG YANG curam itu terletak sebuah bangunan batu yang dikelilingi tembok setinggi sepuluh tombak.
Diluar tembok berderet-deret barisan pohon kelapa yang daunnya
melambai-lambai ditiup angin laut. Bangunan yang terletak didekat pantai
ini terdiri dari sebuah rumah besar yang pada kedua ujungnya terdapat
sebuah bangunan bertingkat berbentuk menara. Bangunan ini adalah
sebuah pesantren yang dipimpin oleh seorang Kyai bernama Suhudilah.
Karena itulah pesantren ini dinamakan Pesantren Suhudilah. Disamping
ilmu agama Kyai Suhudilah juga mengajarkan ilmu silat dan ilmu kesaktian
kepada murid muridnya. Karena Kyai Suhudilah lama sekali bermukim di
Turki, maka jurus jurus ilmu silatnya banyak dipengaruhi oleh jurus
jurus silat Turki. Dengan sendirinya ilmu silat tersebut disamping aneh
juga hebat sekali. Pada masa itu nama Pesantren Suhudilah telah terkenal
didelapan penjuru angin Pulau Andalas bahkan juga sampai sampai ketanah
Jawa. Saat itu telah rembang petang. Satu dua jam dimuka sang surya
segera akan tenggelam, kembali masuk keperaduannya dan baru akan muncul
lagi esok pagi. Dibawah menara timur kelihatan dua orang berjubah.
Keduanya sama sama tua dan sama sama berjanggut putih. Mereka sedang
asyik bermain dam. Yang seorang menyodorkan buah damnya kedepan membuat
satu perangkap yang tak bisa dihindarkan oleh lawannya. “Celaka!"
kata laki laki tua yang kena dijebak sambil menepuk keningnya. Buah dam
yang disodorkan lawannya mau tak mau harus dimakannya dan akibatnya dia
akan kehilangan empat biji dam sekaligus! Lawannya tertawa mengekeh sambil mengelus-elus janggutnya yang putih. "Mana bisa kau mau mengalahkan aku lagi", katanya, "tadi kuberi kau menang hanya untuk memberi semangat saja. Ayo makanlah "Tak ada jalan lain" kata sijanggut putih yang terjebak. Diulurkannya
tangan kanannya. Jari telunjuk dan ibu jari hendak memindahkan buah
dam. Tapi aneh! Buah dam yang kecil dan terbuat dari kayu itu tak
bergerak sedikitpun! Dicobanya sekali lagi mengangkat buah itu, tapi tak
sanggup! Buah dam itu laksana sebuah benda yang sangat berat! "Heh, kenapa? Ayo jalan!" "Buah dam ini … . tak bisa bergerak! Tak bisa kuangkat" Kawan laki laki itu menyangka dia ber-olok olok. Dan mengulurkan tangan kanan menyentuh buah dam! Terkejutlah
dia.! Memang betul! buah dam itu tak sanggup digeser, apalagi diangkat.
Diam? dia kerah kan setengah bagian tenaga dalam dan mencoba lagi
mengangkat buah dam! Tetap seperti sedia kala ketika dicobanya
mengangkat buah buah dam yang lain, benda benda itupun ternyata tak bisa
terangkat! Laki laki ini memandang berkeliling. "Aneh desisnya. Dan dikerahkannya kini seluruh tenaga dalamnya. Tangannya tergetar hebat. Keringat dingin memercik dikeningnya dan dadanya terasa sakit! "Agaknya ada seseorang berilmu tinggi tengah mempermainkan kita " "Tapi
siapa ?". Keduanya memandang berkeliling. Suasana sunyi sepi, jangankan
manusia, seekor lalatpun tak engkaukelihatan! Laki laki itu kerahkan
lagi tenaga dalamnya. Tiba tiba papan dam mencelat menta! ke udara!
buah buah nya berhamburan! Kedua Laki laki tua berjanggut putih
tersentak kaget dan berdiri cepat sewaktu kesunyian dirobek oleh gelak
tertawa yang hebat, menggetarkan liang telinga dan memukul-mukul dada
serta menyendatkan jaian darah ditubuh mereka! Sesaat kemudian entah
dari mana datangnya tahu tahu sesosok tubuh sudah berdiri dua tombak
dihadapan mereka. Orang yang datang ini berpakaian ungu berdestar tinggi
dan juga berwarna ungu! Pada bagian muka destar ini terdapat lukisan
dua buah rencong kuning yang saling bersilangan! Manusia ini bertampang
ganas. Dibavvah hidungnya melintang kumis tebal. Bajunya tidak
terkancing, mungkin disengaja demikian untuk memperlihatkan dadanya yang
bidang dan berbulu! Pada kedua tangan dan kakinya terdapat gelang akar
bahar. Dan dari mulutnya masih terdengar suara tertawanya yang hebat! Meskipun rasa geram menyelimuti hati kedua orang tua itu namun mereka tak mau bertindak gegabah. Suara
tertawa yang begitu hebat cukup menjadi peringatan bagi keduanya bahwa
manusia berbaju ungu berdestar tinggi itu memiliki ilmu kesaktian yang
tinggi. Salah seorang dari penghuni Pesantren Suhudilah ini menjura hormat dan melayangkan senyum. Lalu menegur: "Tamu dari manakah yang datang ini, tanpa memberi tahu lebih dulu sehingga kami tidak menyambut sepatutnya?" Orang
yang ditegur tak segera menjawab, melainkan tertawa dengan lebih hebat
hingga tanah yang dipinjak oleh kedua orang tua berjanggut putih terasa
bergetar! Dan mereka mulai merasa tidak enak. Perbuatan sang tamu
yang tadi secara diam diam telah mengerahkan tenaga dalam menahan buah
buah dam yang tengah mereka mainkan sesungguhnya sudah sangat
menyakitkan hati, apalagi setelah ditegur hormat begitu rupa sang tamu
masih bersikap seenaknya dan penuh kecongkakan! "Saudara, harap beritahukan siapa kau! Juga maksud kedatanganmu kemari ….!" Sang tamu bertolak pinggang. "Apakah ini Pesantren Suhudilah?" tanyanya dengan suara berat dan serak. "Betul "Kalau begitu lekas panggil Pemimpinmu dan bawa kehadapanku!" memerintahkan sang tamu. “Ah, lebih dulu harap terangkan nama dan maksud kedatanganmu, baru kami bisa menjalani sebagai-mana mestinya". Sang tamu pelototkan mata. "Benar benar Kalian berdua masih belum tahu berhadapan dengan siapa?!" "Ya..ya kami belum tahu siapa sebenarnya saudara?". Laki laki berpakaian ungu menyeringai. "Aku
adalah manusia yang bakal menguasai seluruh pulau besar ini, dari utara
keselatan, dari barat sampai ke timur! Apa kalian masih belum mendengar
gelar Raja Rencong dari Utara?!" "Ah" kedua orang tua berpakaian
putih sama sama menjura mesti hati mereka terkejut dan tergetar hebat
sewaktu sang tamu kenalkan gelarnya. "Nama itu sudah seringkali kami
dengar. Tapi karena kami orang pesantrenan jarang mengurus soal soal
diluaran harap dimaafkan kalau tadi kami tidak tahu engkau tengah
berhadapan dengan siapa. Sementara itu yang seorang diam diam memberi
peringatan dengan ilmu menyusupkan suara: "Hati hati dan waspadalah.
Manusia ini adalah bangsa iblis terkutuk yang kekejamannya tiada tara!" "Raja Rencong Dari Utara, sekarang harap terangkan maksud kedatanganmu kemari " "Kalian tidak layak bertanya!" sentak Raja Rencong Dari Utara. "Lekas panggil pemimpin kalian!" "Menyesal
sekali! Sebelum kami tahu angin apa gerangan yang membawa Raja Rencong
kemari, tak bisa kami memenuhi permintaanmu. Lagi pula pemimpin kami
sedang keluar ". "Kurang ajar! Kau berani dusta?!" "Kami orang
agama mana berani berdusta? Kyai Suhudilah pergi sejak pagi tadi"Aku
tidak percaya! Aku akan geledah seluruh pesantren ini!". Raja Rencong
melangkahkan kaki menuju kepintu dikaki menara tapi kedua orang tua
berpakaian putih menghalangi. "Harap kau menghormati aturan kami. Tak seorangpun boleh masuk tanpa mendapat izin . . . !" "Kurang
ajar! Terhadap Raja Rencong Dari Utara tak berlaku segala macam aturan!
Masakan untuk masuk kebangunan sarang tikus ini saja perlu minta izin?
Persetan!" Tapi kedua orang tua itu kembali menghalangi langkah Raja
Rencong. Maka marahlah Raja Rencong dan dorongkan tangan kanannya!
Gerakannya acuh tak acuh dan kelihatannya lemah lemah saja! Tapi tahu
tahu suatu angin pukulan yang dahsyat sudah menghantam, kedua orang
dihadapannya! Karena tak menyangka akan diserang mendadak begitu rupa
kedua orang tua berjubah putih itu tak sanggup menangkis atau berkelit.
Tak ampun lagi tubuh mereka dilanda angin pukulan Raja Rencong Dari
Utara. Keduanya mencelat mental sampai beberapa tombak. Yang satu begitu
terhampar ditanah tak berkutik lagi. Yang seorang lainnya masih mencoba
bangun terhuyung-huyung. Tubuhnya terbungkuk ke depan, dadanya sakit
dan sewaktu dirasakannya seperti mau batuk, yang keluar dari mulutnya
ternyata adalah muntahan darah kental berbuku buku! Laki ini
kesaktiannya cum? dua tingkat di bawah Kyai Suhudilah tapi Raja Rencong
merubuhkannya dalam satu kali pukulan saja! Namun sebelum meregang nyawa
dia masih sempat berteriak memberi tanda bahaya! Sesaat kemudian dua puluh orang anak murid Pesantren Suhudilah sudah berada ditempat itu. Rata
rata mereka memiliki kepandaian silat yang tak bisa dianggap enteng,
bahkan tiga diantaranya adalah kakek kakek tua renta yang tingkat
kepandaiannya sama dengan laki laki yang berteriak tadi sebelum sampai
ajalnya. Ketiganya disamping berguru pada Suhudilah juga merupakan tenaga pengajar murid murid yang masih muda. Melihat
dua orang kawan mereka menggeletak dikaki menara tanpa nyawa, semuanya
terkejut dan dengan segera mengurung Raja Rencong Dari Utara. Salah seorang dari mereka maju menegur:"Tamu tak dikenal, alasan apakah yang membuat kau menjatuhkan korban ditempat suci ini?" Raja Rencong memandang berkeliling dengan pandangan merendahkan semua orang itu. "Mana pemimpinmu?!" tanya Raja Rencong. "engkau Jawab dulu pertanyaanku, saudara tamu . . .". "Heh apakah kau dan kawan kawanmu hendak menyusul yang dua orang itu?!" belalak Raja Rencong. Dengan
tenang orang tua tadi menjawab: "Musuh tidak dicari, kalaupun datang
mana mungkin kami berpangku tangan? Malang tak dapat ditolak, mujur tak
dapat diraih. kawan kawan mari tangkap pembunuh ini! . Serempak dengan itu dua puluh orang segera melompat kemuka. Serangan serangan bersiuran laksana hujan! Raja Rencong Dari Utara ganda tertawa. Kedua tangannya dipukulkan kemuka menyongsong serangan. Dua
gelombang angin menderu. Lima orang disebelah kiri dan lima orang
disebelah kanan menjerit lalu tergelimpang rubuh! Delapan diantaranya
tiada berkutik lagi. Yang dua menggerang kesakitan muntah muntah darah! Kejut
para tua Pesantren Suhudilah bukan alang kepalang! Segera mereka
menghunus pedang panjang berkeluk dan menyerbu kembali!! Dengan senjata
ditangan maka meski jumlah mereka kini tinggal sepuluh orang tapi daya
serang mereka jauh lebih hebat Dan berbahaya dari pada pertama kali
tadi! Raja Rencong Dari Utara diserang demikian rupa masih
cengar-cengir tertawa se-akan akan serangan itu adalah satu permainan
yang menyenangkannya! "Manusia manusia tak berharga berani melawan Raja Rencong Dari Utara terimalah mampus!" Mendengar
seruan itu, mengetahui bahwa manusia yang tengah mereka gempur adalah
Raja Rencong Dari Utara, tercekatlah hati orang orang Pesantren
Suhudilah! Untuk sesaat lamanya mereka tak jadi teruskan serangan. Namun salah seorang dari mereka berseru : "Engkau
saudara saudaraku, kalau betul bangsat ini Raja Rencong Dari Utara mari
kita berebut pahala membunuhnya! Kita balaskan sakit hati saudara
saudara kita dan tokoh tokoh silat yang telah dimusnahkannya!" Mendengar
ini keberanian yang tadi menciut kini berkobar kembali dan kesepuluh
orang itu dengan serentak teruskan serangan mereka secara lebih hebat
lagi! Sepuluh pedang menderu. Tiga menusuk, empat membabat dan tiga
lainnya membacok dari atas kebawah! Dapat dibayangkan bagaimana tubuh
Raja Rencong akan tersatai dan terkutung-kutung dilanda serangan sepuluh
pedang itu! Raja Rencong membentak garang. Tanah bergetar! Tubuhnya
lenyap dalam satu gerakan yang luar biasa cepatnya. Kemudian terdengar
satu suara keluhan yang disusul dengan suara "trang trang .trang" sampai
beberapa kali! Jeritan terdengar susul menyusul. Tiga batang pedang
mental keudara, lima buah tangan terbabat putus! Apakah yang sesungguhnya telah terjadi?! Pada
waktu sepuluh pedang berkiblat. Raja Rencong dengan jurus silat yang
luar biasa cepat dan hebatnya, menyelinap diantara tusukan, bacokan dan
babatan pedang. Kaki kanan menghantam kesamping menendang seorang
penyerang yang paling dekat dan berlaku lengah! Begitu tendangan
mendarat begitu Raja Rencong rampas pedang ditangan laki laki itu dan
pergunakan senjata itu untuk menangkis serangan sembilan pedang lainnya
dalam satu jurus ilmu pedang yang teramat lihay! Tiga buah pedang
ditangan tua tua Pesantren Suhudilah yang berkepandaian tinggi mental
sedang lima orang lainnya menjerit keras karena tangan masing masing
terbabat buntung! Meski tahu bahwa Raja Rencong bukanlah tandingan
mereka engkautapi ketiga orang tua itu bukanlah manusia manusia
pengecut. Lebih baik mati daripada lari atau menyerah! Setelah saling memberi syarat ketiganya menyerang lagi dari kiri kanan dan depan! Raja
Rencong melintangkan pedang yang berlumuran darah dimuka dada. Sengaja
ditunggunya sampai tiga serangan lawan berada dekat sekali ketubuhnya
baru dia menggerakkan’ tangan kanan menyelundupkan pedangnya dalam tiga
tusukan berantai yang cepat laksana kilat dan sukar diduga! Ketiga tua Pesantren itu terhuyung bermandikan darah. Yang
seorang segera roboh tak berkutik lagi karena tusukan pedang Raja
Rencong tepat menembus jantungnya. Yang dua lagi terhuyung huyung nanar,
perut robek usus menjela jela dan akhirnya roboh pula menyusul kawan
kawannya!, Raja Rencong tertawa gelak gelak sambil bertolak tangan kiri
kepinggang. Tiba tiba Raja Rencong Dari Utara hentikan tertawanya. Satu
suara laksana ngiangan nyamuk menyelusup ditelinganya: "Demi Tuhan! Pesantren yang begini suci telah jadi korban keganasan! Bangunan suci hendak dimusuhi. Padahal disini tidak terdapat harta berharga emas berbungkah! Sungguh diluar perikemanusiaan!". Belum
lagi Raja Rencong sempat berpaling tahu tahu sesosok tubuh berjubah
putih melompat turun dari jendela menara sebelah barat! Gerakan orang
ini enteng seringan kapas!
ORANG BERJUBAH PUTIH INI
berbadan sangat pendek hingga jubahnya menjelajela ditanah. Dibahu
kanannya terselempang sehelai selendang putih berumbai-umbai. Sorbannya
besar sekali. Melihat kepada keadaan tubuhnya yang masih tegap itu orang
akan menaksir dia baru berusia sekitar setengah abad. Tapi sesungguhnya
dia telah hidup tujuh puluh tahun lebih diatas dunia ini! "Kau Kyai Suhudilah?!" bentak Raja Rencong Dari Utara. Orang pendek berjubah putih tidak menjawab. Diputarnya
kepalanya memandang mayat mayat yang bergelimpangan hanya seorang yang
masih hidup yaitu yang pedangnya tadi dirampas Raja Rencong, namun
keadaannya juga tak ada harapan karena tendangan Raja Rencong telah
mematahkan tulang pinggangnya! Paras laki laki pendek itu mula mula tenang sekali. Namun
melihat mayat yang demikian banyaknya tak dapat iamenyembunyikan gelora
darahnya. Wajahnya yang tertutup kumis dan janggut putih itu kelihatan
kelam membesi! "Demi Tuhan", katanya seakan-akan pada dirinya
sendiri, "dosa apakah yang telah kami buat hingga menerima cobaan yang
begini besar?!". Sejak pertanyaannya tadi tidak dijawab, Raja Rencong
merasa dianggap remeh dan menjadi marah sekali. Dan mendengar ucapan
sijubah putih Raja Rencongpun berkata dengan suara lantang : "Manusia
katai tolol! Ini bukan cobaan! orang orang itulah yang sengaja mencari
mati sendiri karena keliwat berani melawan Raja Rencong Dari Utara!" "Alasan yang tidak beralasan!" jawab sijubah putih masih tanpa memandang pada Raja Rencong. "Nyawa manusia bukan milik manusia! Kenapa ada manusia yang berani berbuat se-wenang wenang begini rupa?!" "Katai! Jangan bicara ngelantur terus terusan Katakan kau Kyai Suhudilah apa bukan?!" "Ada apakah kau mencari Kyai itu?!" "Tak perlu bertanya! Kalau kau bukan Kyai Suhudilah lekas katakan dimana dia berada " "Apakah ada dendam kesumat lama yang kau bawa datang kemari? Kyai Suhudilah tak ada disini! Aku wakilnya! Kalau ada keperluan katakan saja nanti kusampaikan!" Raja
Rencong Dari Utara menimang sejenak. Dia percaya kalau orang
dihadapannya tidak berdusta bahwa Kyai Suhudilah tak ada di Pesantren
saat itu. "Sebagai wakil di Pesantren ini, disamping harus
menyampaikan pesanku pada Kyai Suhudilah kurasa ada baiknya kau
mengetahui maksud kedatanganku kemari! Katakan pada Suhudilah bahwa pada
tanggal satu bulan dimuka dia harus datang ke Bukit Toba membawa lima
puluh keping uang emas sebagai tanda tunduk padaku dan masuk kedalam
sebuah partai besar yaitu Partai Topan Utara yang bakal kudirikan dan
kuresmikan! Katakan juga padanya kalau dia berani menolak, lebih baik
bunuh diri saja!" Paras Laki laki berjubah putih itu tambah kelam membesi. "Kalau
aku boleh bertanya, hak apakah yang membuat kau memaksa orang untuk
tunduk dan tnaiuk kedalam partai yang hendak kau dirikan?!" Raja Rencong
Dari Utara tertawa tawar. "Itu akan kuterangkan nanti pada hari
peresmian berdirinya Partai Topan Utara Dan jangan lupa, adalah juga
menjadi kewajibanmu untuk mematuhi pesanku tadi dan datang ke Bukit
Toba!" Kini sijubah putihlah yang tertawa rawan. "Hendak mendirikan partai dengan main paksa? Hendak mendirikan partai dengan menempuh jalan berlumuran darah? Sungguh keji!" "Jadi kau menolak untuk tunduk dan datang?!" tanya Raja Rencong. Nada suaranya membayangkan ancaman. "Aku
Kyai Hurajang sebagai wakil pemimpin pesantren Suhudilah berhak menolak
permintaanmu yang secara memaksa itu, apalagi mengingat apa yang telah
kau lakukan disini! Pembicaraan tentang segala macam partai, tentang
segala macam tanggal dan tahun, tentang segala macam peresmian kita
tutup Sampai disini! Sekarang yang patut dibicarakan ialah tentang
pertanggung jawabmu atas dua puluh korban yang berhamparan itu!" Raja Rencong Dari Utara meneliti paras Kyai Hujarang sejenak lalu tertawa gelak gelak. “Kukira
dengan melihat dua puluh mayat didekatmu Kukira hidungmu akan menjadi
satu. Peringatan Bagimu untuk tidak bicara apalagi bertindak gegabah!
Tapi dasar manusia tidak tahu tingginya Gunung Leuser tak tahu dalamnya
danauToba! Dikasih anggur malah meminta racun”. Kyai Hujarang
menghela nafas dalam “ Betapapun tingginya gunung lebih bagus tingginya
budi. Betapapun dalamnya Danau lebih baik dalamnya jalan Pikiran dan
kemanusiaan. Terserahlah kalau disitu menganggap ini suatu penantangan
Bagaimanapun aku tak dapat menerima permintaanmu! Sekarang ulurkan
tangan kananmu yang telah menebar maut disini!" "Kalau kuulurkan tangan, kau mau berbuat apakah?!" tanya Raja Rencong Dari Utara ingin tahu. "Siapa yang membunuh hukumannya harus dibunuh! Tapi aku masih memberi ampun padamu cukup hanya dengan memotong tangan kananmu sebatas siku!" Kembali Raja Rencong Dari Utara tertawa gelak gelak. "Kyai
tak tahu diuntung!" dampratnya, "jika kau sanggup menahan seranganku
sampai lima jurus aku bersumpah untuk bunuh diri dihadapanmu!" "Ajaran
agamaku mengatakan balaslah kebaikan dengan kebaikan, tapi balaslah
kejahatan dengan keadilan! Akan kulaksanakan keadilan namun sengaja kau
minta hukuman yang lebih berat! Ah … . mungkin sudah takdir aku harus
turun tangan menyelamatkan dunia dari angkara murka yang kau timbulkan!" "Sudah
jangan ngelantur! Terima jurus yang pertama ini!" bentak Raja Rencong
Dari Utara. Tangan kanannya dipukulkan kemuka! Satu angin dahsyat
menderu dengan kekuatan setengah tenaga dalam! Melihat datangnya
serangan ini Kyai Hurajang salurkan tiga perempat tenaga dalamnya
kelengan jubah lalu kebutkan lengan jubah itu! Selarik angin putih
menyambar. Tapi betapa terkejutnya Kyai Hurajang sewaktu tenaga dalam
mereka saling bentrokan, tubuhnya terjajar kebelakang samai dua tombak! Nyatalah
tenaga dalam lawan jauh lebih hebat! Dan sang Kyai sama sekali tidak
tahu kalau Raja Rencong baru cuma mengandalkan setengah bagian saja dari
tenaga dalamnya! Melihat sekali hantam saja lawan sudah huyung
begitu rupa dengan tertawa Raja Rencong lipat gandakan tenaga dalamnya!
Jika saja Kyai Hurajang tidak engkaulekas melompat pastilah tubuhnya
akan kena disapu dan terlempar jauh! Menyadari tenaga dalam lawan
lebih hebat maka Kyai Hurajang begitu melompat diudara segera menyambar
selendang berumbai-umbai yang terselempang dibahunya! Dan serentak turun
ketanah kembali selendang itu dikebutkannya kearah lawan! Raja
Rencong terkejut sekali sewaktu merasakan bagaimana kebutan selendang
berumbai-umbai itu mendatangkan angin keras yang dingin menyembilu
tulang tulang sekujur badannya! Tubuhnya tergontai-gontai. Tapi cepat dia menguasai diri dan membuka jurus kedua dengan satu serangan yang luar biasa cepatnya! Kyai
Hurajang putar selendangnya sekeliling tubuh melindungi diri dari
gempuran dua tendangan dan dua jotosan lawan! Laksana disapu topan
layaknya serangan Raja Rencong menemui kegagalan total! Tergetar juga
hati Raja Rencong. Tidak disangkanya selendang lawan mempunyai
kehebatan demikian rupa! Tidak menunggu lebih lama dia segera pentang
tangan kanan dan kembangkan kelima jari. "Aku mau lihat apakah kau
sanggup menerima pukulan ilmu kuku api ini?" hardiknya. Kelima jari
tangan dijentikkan kemuka. Dari kuku kuku jari tangan itu menderulah
lima larik sinar merah! Kyai Hurajang kerahkan seluruh tenaga dalam dan menangkis dengan selendangnya! "Wuss!" Kyai
Hurajang berseru kaget dan lepaskan selendangnya yang dalam kejap itu
telah berubah menjadi kepulan api dilanda pukulan kuku api yang
dilepaskan Raja Rencong! Muka Kyai ini berubah pucat laksana kertas! Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh. "Apakah cuma itu satu satunya senjata yang kau andalkan hingga kau demikian pucatnya?!" ujar Raja Rencong mengejek! "Aku masih belum kalah" kata Kyai Hurajang. "Dalam Dua jurus mendatang jangan harap kau bisa lepas dari tanganku!" Kyai
Hurajang rangkapkan kedua tangan dimuka dada, mata meram dan mulut
komat kamit Sesaat kemudian wajahnya berubah menjadi biru. "Haha … . ilmu siluman apakah yang hendak kau keluarkan Kyai?!" ejek Raja Rencong Dari Utara. Kyai Hurajang usapkan telapak tangannya kemuka. Warna
biru diwajahnya lenyap dan sebagai gantinya kini kedua tangannya sampai
pergelangan berubah menjadi biru legam dan bersinar! "Bersiaplah
untuk menerima kematian!" desis Kyai Hurajang lalu tutup ucapannya
dengan hantamkan kedua tangannya kemuka! Dua larik sinar biru menderu
kearah Raja Rencong Dari Utara! Inilah ilmu pukulan kelabang biru yang
pernah dituntut Kyai Hurajang dari seorang sakti di Pulau Jawa! Jangankan
manusia, batu karang yang bagaimanapun atosnya akan hancur lebur
dilanda dua larik sinar biru itu. Jika dipukulkan kepohon besar, maka
pohon itu akan menciut mati detik itu juga akibat racun dahsyat yang
terkandung dalam larikan sinar biru itu! Raja Rencong Dari Utara juga
sudah pernah mendengar tentang ilmu pukulan kelabang biru dan sudah
maklum akan kehebatannya. Karenanya begitu lawan lepaskan pukulan
tersebut tak ayal lagi dia segera gerakkan tangan kanan kepinggang!
Sekejap kemudian sewaktu dua larik sinar biru itu akan melandanya,
selarik sinar kuning yang terang berkelebat kedepan dan terdengarlah
satu letusan yang keras sekali sewaktu kedua sinar itu saling beradu
diudara! Kyai Hurajang terjajar kebelakang, tersandar kekaki menara.
Dadanya sakit, nafasnya sesak sedang parasnya pucat tiada berdarah.
Dilain pihak kelihatan kedua kaki Raja Rencong Dari Utara melesak
ketanah sedalam satu setengah dim. Tangan kanannya yang memegang sebilah
Rencong Emas masih diacungkan ke udara! senjata inilah tadi yang telah
mengeluarkan sinar kuning dan bertubrukan dengan sinar biru pukulan Kyai
Hurajang! Perlahan-lahan Raja Rencong turunkan tangan kanannya dan
masukkan Rencong Emas itu kebalik baju ungunya. Dan memandang kemuka.
Kyai Hurajang telah melosoh ketanah. Ketika kepalanya terkulai
kesamping, nyawanyapun lepaslah! Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh. Dari dalam saku pakaiannya dikeluarkannya sebuah benda dan dilemparkannya kearah kepala Kyai Hurajang! Benda
itu menancap tepat dikening sang Kyai dan ternyata adalah sebuah
bendera kecil berbentuk segitiga berwarna ungu, pada tengah tengahnya
terdapat gambar dua buah rencong kuning saling bersilangan. Pada tiang bendera kecil terikat segulung kertas! Raja ‘Rencong terus juga mengumbar tertawanya. Setelah memandang berkeliling akhirnya ditinggalkannya tempat itu!
PADA MASA ITU DIBAGIAN UTARA
Pulau Andalas terdapat satu gerombolan rampok yang sangat ganas dan
ditakuti didelapan penjuru angin. Gerombolan rampok ini terdiri dari
lima orang yang dipimpin oleh seorang yang bergelar Setan Cambuk. Empat
orang anak buahnya masing masing Setan Pedang, Setan Pisau, Setan
Rencong dan Setan Gada. Kelimanya ahli dan lihay memainkan senjata yang
sesuai dengan gelar yang mereka pakai! Dimana- mana mereka muncul
pasti timbul keonaran bahkan tak jarang pula mereka menculik perempuan
perempuan untuk dirusak kehormatannya lalu dibunuh! Kelima rampok rampok
ganas yang berkepandaian tinggi itu menamakan kelompok mereka dengan
nama "Gerombolan Setan Merah" : Telah beberapa orang tokoh
silat diutara Pulau Andalas turun tangan untuk membasmi Gerombolan Setan
Merah! Tapi tokoh tokoh silat yang bermaksud suci itu terpaksa
korbankan jiwa mereka sendiri karena tidak sanggup menghadapi kelima
manusia jahat itu. Lagi pula untuk mencari sarang mereka bukan hal yang
mudah! Konon kabarnya Gerombolan Setan Merah itu bersarang disatu rimba
belantara yang sangat rapat tak tertembuysinar matahari dan hampir tak
pernah dimasuki manusia, bahkan binatang buaspun ngeri diam disana
karena sekali masuk kedalam rimba itu sukar untuk dapat keluar lagi! Dunia
persilatan gempar ketika Gerombolan Setan Merah bentrokan dengan
seorang anak murid kias satu dari partai silat Bintang Utara. Hal ini
terjadi belum lama berselang. Anak murid Partai Bintang Utara yang
berkepandaian tinggi itu mula mula berhasil melukai salah seorang
anggota Gerombolan Setan engkauMerah yaitu yang bergelar Setan Pisau,
namun nasibnya sial. Gerombolan Setan Merah berhasil menawannya hidup
hidup. Kepalanya dipenggal dan dikirimkan kepada Ketua Partai Bintang
Utara. Pecahlah permusuhan dan ketika Gerombolan.Setan Merah datang
mengamuk kepusat kediaman Partai Bintang Utara, tak satupun yang mereka
biarkan hidup! Ketua dan Wakil Ketua Partai terbunuh! Seluruh anak murid
Partai menemui ajal dan tempat kediaman Partai Bintang Utara mereka
musnahkan sama rata dengan tanah! Sejak itu nama Gerombolan Setan Merah semakin ditakuti orang diseluruh pelosok utara Pulau Andalas. Jangankan berhadapan, mendengar namanyapun orang sudah tercekat dan ngeri! Pada
suatu malam yang gelap gulita tiada berbulan dan tiada berbintang,
dipuncak sebuah bukit kelihatanlah sesosok bayangan hitam berlari sangat
cepatnya. Demikian cepatnya hingga beberapa detik kemudian bayangan
itu sudah lenyap dari puncak bukit dan kini kelihatan dengan sebatnya
lari menuruni lereng bukit sebelah tenggara menuju kesebuah lembah
berbatu-batu. Dipertengahan lembah, diatas sebuah batu besar bayangan ini berhenti dan memandang berkeliling. Pandangannya
tertuju pada rimba belantara hitam pekat ditelan kegelapan yang
terletak di ujung lembah. Ketika dia berniat hendak menggerakkan kedua
kakinya melanjutkan perjalanan menuju kerimba belantara itu mendadak
telinganya menangkap suara kaki kaki manusia yang tengah berlari
dikejauhan. Menurut taksirannya lebih dari tiga orang. Dengan cepat
orang ini menyelinap kebalik batu besar dan bersembunyi. Hampir
setengah peminum teh kemudian, dari arah timur kelihatan lima titik
hitam yang lari dengan engkaucepat memasuki lembah. Ternyata lima titik
hitam ini adalah lima sosok tubuh manusia yang berpakaian merah, berikat
kepala merah, berambut gondrong merah bahkan muka merekapun dicat
dengan warna merah! Dan kelimanya bukan lain daripada Gerombolan Setan
Merah yang saat ini tengah kembali kesarangnya didalam rimba belantara.
Dua orang diantara mereka membawa sebuah buntalan. Dipertenganan lembah,
tak berapa jauh dari batu besar dimana orang tadi bersembunyi, salah
seorang dari kelimanya yaitu Setan Cambuk hentikan lari dan memandang
berkeliling. "Ada apa?" tanya Setan Rencong. Dia dan kawan kawannya memandang pula berkeliling. Sebagai pemimpin. Setan
Cambuk adalah paling tinggi ilmunya. Dia menjawab : "Aku mendapat
firasat ada seseorang yang tengah mengintai gerak gerik kita saat ini!" "Ah, itu hanya perasaanmu saja, Setan Cambuk!" kata
Setan Gada sambil usut usut dagunya. "Siapa manusianya yang berani
berada ditempat ini? Bangsa iblis jadi jadianpun tak punya nyali berada
disekitar daerah kita ini!" Setan Cambuk masih kurang enak perasaannya. Dia
memandang lagi berkeliling sampai sepasang matanya membentur batu besar
yang terletak tiga tombak jauhnya. Tangan kanannya bergerak
mengeluarkan senjatanya yaitu sebuah cambuk berwarna merah! Sekali
tangan itu menggerakkan hulu cambuk maka terdengarlah suara menggelegar
dan byurr! Batu besar ditengah lembah hancur lebur berkeping-keping! "Nah
kau lihat sendiri Setan Cambuk!" kata Setan Gada. "Jika ada bangsa
manusia yang bersembunyi dan mengintai kita dibalik batu itu tentu sudah
mencelat hancur lebur tubuhnya! Ayo kita lanjutkan perjalanan!" Sewaktu
Gerombolan Setan Merah itu lenyap didalam rimba belantara, sesosok
tubuh yang bertiarap hampir sama rata didekat batu besar yang tadi
dihancurkan oleh Setan Cambuk, dengan cepat bangkit! Meskipun batu
dimana dia bersembunyi itu dihancurleburkan oleh cambuk namun keadaan
malam yang gelap gulita ditambah dengan rumput rumput liar yang tinggi
masih sanggup menyembunyikannya hingga tidak terlihat oleh Setan Cambuk
dan kawan kawannya. "Kurang ajar!" maki orang ini. "Sebentar lagi
kalian akan rasakan hadiahku Setan setanMerah!". Habis berkata begitu
orang ini segera berkelebat kearah lenyapnya Gerombolan Setan Merah. Kira
kira setengah jam memasuki rimba belantara yang gelap gulita itu dia
menghentikan larinya dan berjalan dengan perlahan penuh waspada.
Sepasang matanya demikian tajamnya hingga meski disekitarnya berada
dalam kepekatan gelap gulita tapi dia masih sanggup melihat jelas
sejarak lima tombak berkeliling! Kurang dari sepeminum teh orang ini
menghentikan langkahnya. Didepannya berdiri sebuah pohon yang luar biasa
besarnya laksana raksasa hitam yang berdiri dengan megah dimalam buta!
Ketika mendongak keatas, tertahan oleh cabang cabang pohon yang besar
besar kelihatanlah sebuah pondok diatas pohon itu. Mulai dari lantai
dan dinding sampai keatap pondok ini terbuat dari rotan yang
sebesar-besar pergelangan kaki berwarna kuning mengkilap. Rotan rotan
itu dibuat demikian licinnya hingga jangankan manusia biasa, seekor
semutpun pasti akan terpeleset dan jatuh bila engkau menginjaknya. Pintu
pondok diatas pohon besar itu kelihatan tertutup. Namun dari celah
celah dinding, atap dan lantai kelihatan menyeruak sinar lampul Setelah
meneliti suasana sekitarnya orang yang berada dibawah pohon lalu
melompat keatas pohon dan sesaat kemudian tanpa mengeluarkan sedikit
suarapun tahu tahu dia telah berada diatap pondok rotan. Seperti telah
dijelaskan rotan itu sangat licin sekali hingga jangankan manusia biasa,
seekor semutpun akan terpeleset jika merayap diatasnya. Tapi melihat
kepada kenyataan bagaimana orang itu sanggup berdiri diatas atap pondok
bahkan tanpa suara sama sekali maka jelaslah dia seorang yang berilmu
sangat tinggi! Melalui celah celah atap rotan orang itu mengintip
kedalam pondok. Lima orang berpakaian merah, berambut merah dan berwajah
merah duduk mengelilingi meja bukan lain dari. Gerombolan Setan Merah.
Mereka sibuk menghitung kepingan kepingan uang emas dan barang barang
perhiasan hasil rampokan mereka malam itu. Tengah asyik menghitung-hitung itu Tiba tiba dengan ilmu menyusupkan suara Setan Cambuk berkata : "Kalian bersiaplah! Ada seseorang diatas atap!" Keempat orang itu terkejut dan segera bersiap. Setan
Cambuk mendongak keatas dan berseru lantang : "Tamu lancang! Kau telah
berani datang dan mengintai! Lekas turun serahkan diri!" Dari atas
atap terdengar suara tertawa mengekeh! Tiba tiba beberapa buah rotan
diatas atap menguit dan terbuka lebar. Sesosok tubuh berpakaian gelap
melompat turun. Serentak dengan itu Setan Cambuk kiblatkan senjatanya
kearah sipendatartg! Setan Pisau tak ketinggalan. Sekali tangannya
bergerak maka lima buah pisau melesat terbang! Lima buah pisau menancap
dipakaian orang yang turun dan disaat itu pula ujung cambuk melanda
membuat sasarannya hancur lebur! Tapi alangkah terkejutnya kelima orang
itu melihat apa yang terjadi! Ternyata yang mereka serang bukanlah
sosok tubuh seseorang melainkan cuma sehelai pakaian dan celana panjang
yang saling dikaitkan satu sama lain! "Kurang ajar! Siapa yang berani mempermainkan Gerombolan Setan Merah?!" Terdengar lagi suara mengekeh diatas atap. Sebuah rotan terkuit dan sebuah benda melayang kebawah! Karena
takut akan tertiup lagi, kelima manusia berwajah merah itu tak mau
menyerang! Tapi ketika benda yang melayang itu menancap diatas meja
dihadapan mereka maka kembali kelimanya terkejut! Benda itu ternyata
adalah sebuah bendera kecil berbentuk segi tiga dengan gambar dua buah
rencong bersilangan dibagian tengahnya! "Raja Rencong Dari Utara!" seru Setan Pisau! Setan
Cambuk meskipun berada disarang sendiri dan lengkap bersama kawan
kawannya namun melihat bendera kecil itu dan mengetahui siapa adanya
tamu diatas atap menjadi tercekat lalu lambaikan tangannya dan sekaligus
pelita diempat sudut pondokpun padamlah! Suasana gelap gulita kini dan
diatas atap terdengar suara tawa bergelak. "Gerombolan Setan Merah! Beginikah cara kalian menyambut kedatangan tamu?!" Didalam
kegelapan Gerombolan Setan Merah sudah cabut senjata masing masing.
Juga dari dalam kegelapan itu terdengar suara jawaban Setan Cambuk. "Raja
Rencong! Angin apakah gerangan yang membawa kau datang ketempat kami?!
Jika angin baik dipersilahkan turun dengan hormat! Jika angin
engkauburuk yang membawa penyakit sebaiknya lekas tinggalkan tempat
ini!" Terdengar suara tertawa gelak gelak dari orang diatas atap yang memang Raja Rencong Dari Utara adanya. Dari
celah celah rotan atap kelihatan melesat empat buah benda bercahaya
seperti kunang kunang yang masing masing menuju keempat sudut pondok
dimana terletak pelita. Sesaat kemudian keempat pelita itupun
menyalalah kembali! Lima manusia bermuka merah terkejut bukan main namun
mereka menyembunyikan rasa kagum masing masing. "Lekas katakan maksud kedatanganmu!" seru Setan Cambuk pula. "Ah, aku sudah masuk kedalam pondokmu, sungguh keterlaluan kalau kalian tuan rumah sama sekali tidak melihatnya!" Gerombolan
Setan Merah terkejut dan serempak berpaling kebelakang. Astaga! Mata
mereka terbeliak besar. Tamu yang mereka sangkakan masih diatas atap
tahu tahu sudah masuk kedalam pondok dan berada dibelakang mereka!
SETAN PEDANG ADALAH YANG PALING lekas naik darah diantara kelima Setan Merah. Melihat
orang berani mempermainkan dirinya dan kawan kawan serta masuk kedalam
pondok dengan petatang-peteteng begitu rupa marahlah dia dan segera
menghunus pedang. "Raja Rencong. Kau anggap kami ini apakah hingga
tak memandang mata sedikitpun terhadap kami?!" bentak Setan Pedang.
Setan Gada menepuk bahu kerabatnya itu dan berbisik : "Jangan kesusu
bertindak gegabah. Bangsat ini sangat lihay". Sementara itu Setan Cambuk maju selangkah dan berkata : "Harap segera beri tahu maksud kedatanganmu, Raja Rencong!". Raja Rencong Dari Utara menyeringai dan rangkapkan tangan dimuka dada. "Kedatanganku kesini adalah membawa angin baik dan juga angin buruk!" Setan Cambuk kerenyitkan kening! "Kami tak mengerti. Harap dijelaskan biar terang!" Kembali
Raja Rencong menyeringai dan membuka mulut : "Pertama jika kalian
berlima sedia tunduk padaku dan masuk kedalam Partai Topan Utara yang
bakal kuresmikan pada tanggal 1 bulan dimuka maka aku datang kesini
membawa angin baik. Untuk itu kalian harus menyerahkan masing masing
lima puluh keping uang mas dan pada hari peresmian berdirinya Partai
Topan Utara kalian harus datang ke Bukit Toba!" Kelima Setan Merah
saling berpandangan. "Dan kalau kami menolak?" menyeletuk Setan Rencong. "Berarti
kalian sengaja menghendaki angin buruk!" jawab Raja Rencong Dari Utara.
"Dan kalian terpaksa kumusnahkan dari atas bumi ini!". Kesunyian menyeling beberapa saat lamanya. "Bagaimana? Angin yang manakah yang kalian pilih?" terdengar Raja Rencong bertanya. Setan Cambuk rangkapkan tangan dimuka dada dan menjawab : "Soal mendirikan partai adalah urusanmu. Mengapa kami yang tak ada sangkut pautnya hendak dilibatkan?!" "Kau tak layak bertanyat" bentak Raja Rencong Dari Utara. "Kalau begitu kau juga tidak layak memaksa!" balas membentak Setan Pedang penuh berangasan. Raja Rencong memandang lekat lekat pada Setan Pedang lalu tertawa sedingin salju dipuncak gunung. "Memang
maksudku mendirikan Partai Topan Utara itu banyak mendapat tantangan!
Tapi semua yang menantang telah tinggal nama belaka Agaknya hari ini aku
berhadapan pula dengan manusia manusia keras kepala yang ingin
tinggalkan nama percuma dimuka bumi ini!" "Jangan mimpi disiang
bolong sobat!" tukas Setan Pedang. "Kami bukan bangsa kacoak yang bisa
dipaksa, kami bukan bangsa kroco yang bisa diperbudak siapapun!
Sekalipun Raja Dari Akherat!". Meski hatinya sepanas bara dan mukanya kelam memerah namun Raja Rencong Dari Utara masih saja tertawa seenaknya. "Setan Cambuk! Kau sebagai pemimpin dari Gerombolan Setan Merah harap segera beri jawaban. Mau masuk partaiku atau musnah?!" engkau"Raja Rencong!" menyahuti Setan Cambuk. "Didunia
ini masing masing manusia berhak hidup menempuh jalannya sendiri
sendiri! Mau malang, mau melintang itu adalah urusan dan kepentingannya
sendiri! Maksudmu untuk mendirikan Partai Topan Utara itu tentu saja
baik. Tapi untuk masuk kedalamnya harap kau suka memberikan kelonggaran
barang satu dua minggu agar kami pertimbangkan dan pikirkan!" "Aku datang malam ini dan harus dapat jawaban malam ini juga!" kata Raja Rencong tegas. Mendidihlah amarah Setan Cambuk. "Barangkali kau sudah jemu hidup Raja Rencong?!" "Kurasa demikian" menimpali Setan Pedang. "Dari Raja Rencong diatas dunia dia hendak minta jadi Raja Neraka dialam akhirat!" Raja
Rencong Dari Utara menyeringai. Dia memandang tak berkesip pada Setan
Cambuk dan berkata : "Sekali lagi aku minta jawabanmu yang tegas. Jika
menolak kalian tak akan melihat matahari besok hari!" Setan Cambuk
buka kedua tangannya yang sejak tadi dirangkapkan dimuka dada. Dengan
tertawa getir dia berkata : "Meski namamu ditakuti dimana-mana tapi nama
Setan Merah telah lebih dulu tersohor di delapan penjuru angin! Adalah
tidak sepantasnya kalau Setan Merah musti patuh pada Raja Rencong!" "Jawabanmu sudah cukup jelas! Betul Betul kau dan kambrat kambratmu sudah jemu hidup!" "Kami
berlima kau seorang diri! Sekalipun kau punya lima kepala sepuluh
tangan dan kaki, mana mungkin bisa menang?!" ejek Setan Gada. "Sebaliknya sekalipun kalian dua kali lebih banyak dan ini jangan harap akan lolos dari lobang jarum kematian!" "Bangsat
rendah! Minggatlah ke neraka!" bentak Setan Pedang. Tak terlihat kapan
dia mencabut pedangnya dan tahu tahu senjata itu sudah berkiblat didepan
hidung Raja Rencong Dari Utara! "Keparat!" damprat Raja Rencong.
Sesaat sebelum pedang menyambar mukanya lima jari tangannya menjentik!
Lima sinar merah kekuningar menderu dan tubuh Setan Pedang mencelat
kedinding pondok dalam keadaan hangus, roboh kelantai tanpa bisa
berkutik lagi! Bau daging terpanggang memenuhi pondok itu! Kejut
Setan Cambuk dan tiga Setan Merah lainnya bukan alang kepalang! Setan
Pedang adalah jago nomer dua sesudah Setan Cambuk. Bagaimana dia bisa
dibikin konyol dalam satu gembrakan begitu saja?! Setan Cambuk tak
menunggu lebih lama. Begitu juga tiga kawannya. Serentak mereka cabut
senjata masing masing dan menerjang kedepan! Pertempuran hebat segera
berkecamuk! Bertempur dalam jarak dekat begitu rupa menyukarkan bagi
Setan Cambuk untuk mempergunakan senjatanya. Setelah melipat tiga lebih,
dulu cambuknya baru dia menerjang membantu kawan kawannya. Tiga
jurus berlalu dengan cepat. Menyangka dalam tiga jurus itu dia dan kawan
kawannya segera akan dapat membereskan lawan sebaliknya Setan Cambuk
mengeluh dalam hati karena kenyataannya dia berempatlah yang kena
didesak! Tiba tiba Setan Cambuk bersuit memberi tanda. Setan Pisau , Setan Rencong dan Setan Gada melompat pondok. Dan disaat itu terdengar suara menggelegar! Cambuk
ditangan Setan Cambuk melesat menghantam ke arah muka Raja Rencong.
Dikejap yang sama lima buah pisau menderu dilemparkan Setan Pisau! Raja
Rencong membentak keras hingga pondok rotan itu tergetar hebat!
Kelihatan sekilas tangannya yang sebelah kiri bergerak kemudian tubuhnya
lenyap. Sekejap kemudian terdengar suara bergedebuk yang disusul suara pekik setinggi langit dan yang terakhir suara seruan tertahan! Apa
yang terjadi demikian cepatnya hingga tak sempat seorangpun dari
keempat Setan Merah itu dapat melihat dengan jelas. Ketika semua itu
telah terjadi barulah mereka sadar dan terkesiap! Sewaktu diserang
oleh cambuk dan lima buah pisau. Raja Rencong jatuhkan dirinya kelantai
sambil mempergunakan tangan kiri menyambut bagian belakang dari ujung
cambuk! Bukan saja Raja Rencong berhasil menyambut dan menangkap ujung
cambuk Setan Cambuk tapi sekaligus begitu jatuhkan diri dia melewatkan
lima pisau yang terbang kearahnya dan bergulingan ketempat Setan Pisau
yang telah melepaskan kelima pisau itu. Saking cepatnya gerakan itu
Setan Pisau sendiri tak tahu kalau dirinya diserang. Dan Tiba tiba
saja satu jotosan yang ratusan kati beratnya telah melanda dadanya!
Tulang dadanya hancur! Darah membusah dimulutnya. Tubuhnya rebah
kelantai! Dilain kejap Raja Rencong melompat kekiri dan membuat tiga
kali putaran. Maka tahu tahu Setan Cambuk merasakan sekujur tubuhnya
telah terikat erat oleh cambuknya sendiri hingga untuk beberapa saat
lamanya dia tak bisa bergerak barang sedikitpun! Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh! Suara
tawanya lenyap ditelan deru dua serangan dari samping yaitu serangan
yang dilancarkan Setan Rencong dan Setan Gada! Serangan ini hebat dan
ganas sekali karena dilancarkan dengan penuh amarah serta segala
kelihayan yang ada! Dan hasil dari serangan itu adalah lebih hebat lagi! Sekejap
senjata kedua Setan Merah itu akan menemui sasarannya maka kelihatanlah
kiblatan sinar kuning yang menyilaukan. Rencong dan gada ditangan kedua
kawan Setan Cambuk itu terlepas mental. Keduanya terhuyung-huyung
dengan memegangi dada yang berlumuran darah tertusuk Rencong Emas
ditangan Raja Rencong Dari Utara. Sesaat kemudian mereka merasa sekujur
tubuh mereka panas dingin, jalan darah seperti terbalik dan kepala
laksana mau pecah. Sewaktu lutut masing masing menjadi goyah keduanya
bergelimpangan rebah, berkelojotan sejenak lalu tak bergerak lagi alias
mati! Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh. Sekali dia meniup
Rencong Emas maka lenyaplah noda darah pada ujung senjata itu. Sambil
memasukkan senjata sakti itu kesarungnya yang tersisip dipinggang Raja
Rencong berpaling pada Setan Cambuk yang saat itu telah melupakan untuk
membebaskan dirinya dari libatan cambuk karena terkesiap melihat
bagaimana keempat anak buahnya satu demi satu menemui ajal ditangan Raja
Rencong! "Bagaimana?! Apakah kau masih punya nyali untuk menghadapi ku?!" tanya Raja Rencong. Paras
Setan Cambuk yang tadi sepucat kertas kini menjadi kelam merah. Sekali
dia berontak maka lepaslah ikatan cambuk disekujur tubuhnya! "Masih
mau melawan?!" bentak Raja Rencong seraya siapkan ilmu pukulan kuku api
ditangan kanannya. Meski darahnya mendidih, meski amarah bergejolak
membakar hatinya namun pada dasarnya Setan Cambuk memang sudah tak punya
nyali untuk menempur Raja Rencong. Dia sudah saksikan sendiri kehebatan
Raja Rencong! Sudah saksikan pula kematian kawan kawannya. Berlima dia
tak sanggup mengalahkan Raja Rencong, apalagi dengan seorang diri. "Aku mengaku kalah", desis Setan Cambuk seraya melemparkan senjatanya. "Mengaku kalah berarti tunduk kepadaku!" "Aku tunduk!" kata Setan Cambuk dengan hati penasaran. "Dan harus bersumpah untuk masuk kedalam Partai Topan Utara!" "Aku
bersumpah!" dan Setan Cambuk mengangkat tangan kanannya sebagaimana
laku seorang yang tengah disumpah. Tapi Tiba tiba tangannya itu secepat
kilat dipukulkan kemuka. "Wutt!" Selarik sinar hitam menderu kearah Raja Rencong. Kejut dan amarah Raja Rencong bukan main! "Keparat berani menipuku!" hardik Raja Rencong. "Bangsat! Mampuslah!" teriak Setan Cambuk seraya hantamkan tangan kanannya sekali lagi! Tapi
yang sekali ini Raja Rencong Dari Utara tidak memberi hati lagi. Lima
jari tangan kanannya menjentik. Lima sinar merah kekuningan menderu dan
terdengarlah pekik pemimpin Gerombolan Setan Merah itu! Riwayatnya
tamat! Tubuhnya hangus kehitaman menghampar bau daging yang terpanggang!
PUNCAK BUKIT TOBA MERUPAKAN
selimutan hutan belantara yang amat rapat karena jarang diinjak dan
didatangi manusia. Delapan penjuru kaki bukit berhubungan dengan pantai
yang setiap saat disirami pecahan dan buih ombak sehingga dengan kata
lain bukit besar itu adalah sebuah pulau yang terletak di tengah danau
yang sangat luas. Dalam tiupan angin siang yang sepoi sepoi basah,
diatas air danau kelihatan meluncur sebuah perahu yang ditumpangi
oleh.tiga orang berjubah dan bersorban putih! Ketiganya tidak memegang
sebuah pendayungpun, tapi hebatnya, dengan mempergunakan telapak telapak
tangan sebagai pengganti pendayung, ketiganya membuat perahu itu
meluncur laksana naga terbang diatas permukaan air danau hingga dalam
tempo yang singkat perahu merekapun sudah mendarat dibagian timur pulau,
dan mereka melompai dalam gerakan gerakan yang luar biasa ringannya!
Sewaktu melangkah diatas pasir pantai yang basah, sama sekali kaki kaki
mereka tidak meninggalkan jejak barang sedi kitpun Nyatalah ketiga orang
ini manusia manusia berke pandaian tinggi! Salah seorang dari
ketiganya yang agaknya menjadi pemimpin rombongan memandang berkeliling,
lalu memberi isyarat pada kedua kawannya dan sebentar kemudian
ketiganya sudah berlari laksana terbang menuju kepuncak Bukit Toba.
Semakin jauh keatas bukit semakin susah perjalanan karena sangat
rapatnya pohon pohon dan semak beluar. Ketiga orang ini tentu saja tidak
mau rusak pakaian mereka terkait ujung ranting dan semak belukar.
Karenanya merekaengkaupun melanjutkan perjalanan dengan "berlari" diatas
pohon, melompat dari satu cabang kecabang lain dan tanpa mengeluarkan
suara barang sedikitpun! Benar benar amat mengagumkan! Beberapa lama
kemudian ketiganya sampai dipuncak Bukit Toba. Yang terdepan berhenti
dicabang paling atas dari sebuah pohon yang besar dan luar biasa
tingginya. kawan kawannya kemudian berdiri disisi kiri kanan dan mereka
sama memandang kedepan. Didepan sana, dikelilingi oleh pohon pohon besar tinggi terdapat sebuah bangunan berbentuk istana. Tapi bangunan ini sudah sangat tua sekali dan tidak mendapat rawatan sebagaimana mustinya hingga keadaannya amat menyeramkan! Seluruh
bangunan diselimuti debu tebal. Hampir disetiap sudut kelihatan jaring
laba laba bahkan juga tampak sarang sarang burung dan kelelawar! Atap
bagian depan miring kekiri. Diatas genting tumbuh pohon pohon kecil,
lumut menyelimut dimana-mana. "Inikah tempatnya?!" tanya salah seorang laki laki tua diatas pohon. "Kelihatannya seperti tak pernah didatangi manusia. Mungkin kau salah ". Laki
laki yang berdiri ditengah memandang berkeliling sebentar lalu menjawab
: "Kemanapun mata ditujukan hanya itu satu satunya bangunan yang
kelihatan dipuncak bukit ini!" "Tapi sungguh tak ". "Diam! Ada
orang datang!" kata orang tua yang ditengah. Sesaat kemudian baru dua
orang tua lainnya mendengar suara bergemerisik. Ini sudah cukup menjadi
pertanda bagaimanapun tingginya ilmu kedua orang yang belakangan ini
tapi masih berada dibawah engkauorang tua yang pertama. Ketiganya cepat
memandang berkeliling. Baru saja memutar leher Tiba tiba mengumandang
suara bentakan yang sangat keras! "Tiga tua renta diatas pohon, apakah datang ada membawa kain kafan untuk pembungkus jenazah kalian masing masing kelak?!" Ketiga
orang tua diatas pohon terkejut bukan alang kepalang. Terkejut bukan
karena keras lantangnya suara bentakan itu yang hingga saat itu masih
mengumandang keseluruh pelosok bukit, juga bukan karena bentakan yang
demikian menganggap rendah bahwa mereka akan menemui ajal! Yang
mengejutkan mereka ialah karena suara bentakan itu jelas sekali adalah
suara perempuan! Dan belum habis keterkejutan ketiganya suara bentakan itu mengumandang kembali lebih keras dan kali ini bernada memerintah: "Manusia manusia berjubah putih! Lekas turun!" Pertama
sekali suara bentakan itu terdengar datangnya dari arah barat, diantara
pohon pohon besar yang rapat. Yang kedua kali tadi bentakan itu
datangnya dari arah bangunan tua! Maka ketiga orang tua berjubah putih
itupun tanpa melupakan kewaspadaan segera melompat turun kepelataran
batu yang terdapat didepan bangunan. Namun tiada terkirakan kejut dan
peranjat mereka sewaktu orang yang tadi membentak bukan muncul dari
dalam bangunan tua melainkan dari balik pohon besar diatas mana mereka
tadi berdiri! Nyatalah betapa hebat dan lihaynya ilmu memindahkan luara
orang itu! Dan yang lebih membuat ketiga orang tua bersorban itu lebih
kagum ialah orang yang muncul itu adalah seorang perempuan berpakaian
ungu. Rambutnya panjanq hitam tergerai sampai Kepunggung. Parasnya
ditutup dengan sehelai kerudung yang juga berwarna ungu. Mendengar
kepada suaranya yang tajam menyorot perempuan ini pastilah bersifat
keras dan galak! Ketiga orang tua tak dapat menduga berapa kira kira
usia perempuan berkerudung ini. Dan dalam berdiri terpisah sejauh
beberapa tombak itu ketiganya dapat mencium bau harum yang keluar dari
tubuh dan pakaian perempuan berkerudung! "Dengan siapakah kami berhadapan?!" tanya orang tua yang bertindak sebagai pemimpin rombongan. Dari balik kerudung ungu terdengar suara mendengus. "Kalian pendatang pendatang yang tidak tahu diri dan lancang berani datang kemari yang musti terangkan diri!" Orang tua itu batuk batuk dan sunggingkan senyum. "Jangan tertawa macam monyet kurang ingatan!" bentak perempuan-berkerudung! "Kalau sekiranya kau mau membuka kerudung, baru kami akan terangkan siapa kami dan juga maksud kedatangan kami bertiga kesini!" Terdengar suara gigi gigi berkeretakan! "Tua bangka keparat! Sudah hampir mampus masih berhati kotor ingin melihat paras perempuan! Apakah itu sifat orang beragama macam kalian!" Merahlah
wajah ketiga orang berjubah putih, apalagi yang tadi bicara. Dia
berkata begitu tadi dengan maksud untuk mengetahui dengan siapa
sesungguhnya dia berhadapan, tapi sikerudung ungu salah, sangka dan
mendampratnya! "Kami orang orang tua mana ada pikiran untuk tergoda
pada keindahan dunia ini! Justru kedatangan kami kesini adalah untuk
menyelamatkan dunia ini dari segala macam kekotoran!" Perempuan berkerudung tertawa. Suara tawanya cukup merdu tapi juga cukup menyeramkan! "Hebat
sekali kalau begitu!", katanya dengan nada mengejek. "Tapi kau kesasar
datang kesini, orang orang tua! Kau kesasar mengantarkan jiwa! Tahukah
kau bahwa’setiap ada manusia luaran yang berani menginjakkan kakinya
dipulau ini berarti mati?! Sekarang lekas beri tahu nama kalian agar setan setan penghuni pulau lebih cepat mengenal calon calon kawannya!" Penghinaan
perempuan berkerudung itu sudah melewati batas. Tapi ketiga orang tua
berjubah putih tetap berdiri dengan sabar malah yang seorang menjawab : "Aku Kyai Suhudilah dan dua orang kawanku ini Kyai Selawah dan Kyai Tanjung Laboh “ "Hem
jadi kau Kyai Suhudilah! Aku tahu sudah apa maksud kedatanganmu bersama
dua kambratmu itu kesini. Pasti untuk membalas dendam karena ayahku
telah menghancurkan Pesantrenmu beberapa waktu yang lampau!". "Jadi kami berhadapan dengan anak perempuan Raja Rencong Dari Utara?!" ujar Kyai Suhudilah. "Sudah tahu kenapa tidak lekas lekas berlutut?!" Kyai Suhudilah tertawa dingin. "Menurut
ajaran agama kami, satu satunya kepada siapa manusia berlutut ialah
Tuhan bukan manusia, apalagi manusia macam kau, anak seorang durjana
biang penyebab malapetaka dan bencana didelapan penjuru angin!" Lekas
panggil ayahmu!" "Tua bangka sialan! Kau tidak layak memerintahku!" bentak perempuan berkerudung ungu. "Jika demikian ", berkata Kyai Selawah,"harap dimaafkan kalau kami mungkin terpaksa memaksamu". Anak
Raja Rencong Dari Utara berpaling kepada Kyai Selawah. "Mulutmu
sombong, tapi kau bicara masih punya perasaan. Kelak kematianmu lebih
mendingan dari pada kawanmu yang satu ini!" dan dia menuding pada Kyai
Suhudilah. Dan setelah memandang Kyai Suhudilah dengan sorot matanya,
perempuan itu berkata : "Kedatanganmu kesini pasti untuk balas dendam
pada ayahku! Sebelum ayahku muncul kunasihatkan agar kau cepat cepat
saja bunuh diri! Itu lebih baik bagimu, orang tua!". Air muka Kyai Suhudilah kelihatan merah. Bagaimanapun sabarnya seseorang, lambat laun kesabarannya akan luntur juga. "Perempuan,
kesombongan dan kecongkakan ayahmu rupanya sudah kau wariskan selagi
dia masih hidup! Kuharap kesombongan dan kecongkakan itu segera kau
buang bila ayahmu meninggal !" "Tua bangka bermulut besar! Kau berani
menghina aku dan ayah! Makan jariku ini!". Perempuan berkerudung
jentikkan lima jari tangan kirinya sekaligus! "Wuut!" Lima sinar merah kekuningan menderu kearah Kyai Suhudilah! "Awas
pukulan kuku api!" teriak Kyai Suhudilah memperingatkan kedua kawannya.
Dia sendiri sambil menghindar kebutkan lengan jubahnya sebelah kanan! "Wuus!" Kyai
Suhudilah pucat pasi parasnya! Meski kebutan lengan jubahnya berhasil
membuyarkan serangan maut itu namun tak urung lengan jubahnya menjadi
hangus hitam dan hawa panas menjalar kekulit lengan! Dengan cepat sang
Kyai sobek ujung lengan jubahnya. Gadis berkerudung ungu tertawa gelak gelak. "Kalau
kepandaianmu cuma sedalam sungai yang dangkal, betul betul hanya
mengantarkan jiwa datang kemari! Lebih baik kalian bertiga bunuh diri!" Kyai
Suhudilah mendekam dalam hati, dan berkata :"Kami bukan manusia manusia
bangsa pengecut yang bersedia melawan seorang perempuan! Lekas panggil
ayahmu!" "Benar benar tidak tahu diri! Diberi kesempatan bunuh diri
malah tambah menantang!". Bola bola mata sigadis menyorot tajam dan
sesaat kemudian tubuhnya berkelebat dan tahu tahu sudah membagi serangan
pada ketiga Kyai dalam satu jurus bernama "tiga ekor naga menggempur
sang surya" Kembali ketiga Kyai dikejutkan oleh kehebatan serangan
ini! cepat cepat mereka menghindar dan setelah aling memberi isyarat
serentak maju untuk meringkus anak gadis Raja Rencong itu hidup hidup!
Namun mereka tertipu! Tidak semudah itu untuk menangkap hidup hidup
gadis yang sudah menguasai lebih setengah bagian dari ilmu silat ajaran
ayahnya! Begitu ketiga Kyai serempak maju, tubuh sigadis berkelebat dan
lenyap! Lalu terdengar suara lengkingan seperti lengkingan burung
raksasa. Lobang lobang telinga ketiga Kyai terngiang sakit! Dan dalam
pada itu satu tebasan tepi telapak tangan menderu sekaligus kearah
kepala mereka! Kyai Suhudilah dan kawan kawan terpaksa bersurut undur
untuk selamatkan kepala masing masing! Mereka mengeluh, jika anaknya
demikian hebatnya tentu ayahnya bukan lawan enteng meskipun mereka
bertiga! Kyai Suhudilah merenung cepat. Dia adalah seorang yang
bermata tajam dan setiap bertempur selalu memperhatikan gerakan gerakan
yang dibuat lawan! Meski baru satu gerakan namun dia telah dapat
melihat sifat sifat gerakan sigadis dan tahu dimana letak kelemahan ilmu
silat lawan! Dengan cepat Kyai Suhudilah berkaca dengan ilmu
menyusupkan suara pada kedua Kyai lainnya : "Kita serang dia dengan
barisan tiga malaekat lenyap kelangit!" Kyai Salawah dan Kyai Tanjung
Laboh mengangguk tanda mengerti. Kyai Suhudilah mengedipkan matanya dan
ketiganyapun kemudian menyerbu dari tiga jurusan. Kyai Suhudilah dari
depan, Kyai Selawah dari samping kanan dan Kyai Tanjung Laboh dari
samping kiri! "Ilmu silat picisan macam apa yang hendak kalian obral
di hadapanku?!" ejek anak gadis Raja Rencong. Tubuhnya dibungkukkan
sedikit dan dengan mengandalkan tumit kaki kirinya, laksana sebuah
titiran dia berputar dengan kaki kanan menderu ke arah ketiga
penyerangnya! Yang sekali ini tidak mudah bagi gadis ber kerudung ungu ini untuk memusnahkan serangan ke tiga Kyai itu. Karena
begitu tubuhnya berputar dan menghantamkan tendangan dalam bentuk
lingkaran, ketiga lawannya berkelebat cepat, lenyap dari pemandangannya
dan tahu tahu sudah menyerang lagi dari jurusan yang lain yaitu Kyai
Suhudilah dari belakang. Kyai Selawah dari depan sedang Kyai yang satu
lagi Dari samping kanan. Tiga buah totokan menderu ke Arah tiga jalan
darah si gadis! Gadis itu kertakkan geraham tanda penasaran Kedua
kakinya menjejak tanah. Didahului oleh satu lengkingan keras dia
melompat ke atas. Kaki kiri dihantamkan kedepan menendang lengan Kyai
Selawah. Kaki kanan ditendangkan saperti kuda menendang kearah Kyai
Suhudilah yang menyerang dari belakang sedang satu pukulan tangan kosong
yang mendatangkan angin keras dihantamkan kebatok kepala Kyai Tanjung
Laboh yang menotok dari samping! Karena tubuh sigadis berada diudara
dan lebih tinggi dari ketiga lawannya maka meski bagaimanapun hebatnya
serangan para Kyai namun serangan. balasan dari sigadis tak dapat tidak
akan berhasil mencelakakan mereka lebih dulu! Anak gadis Raja Rencong
menyeringai dibalik kerudungnya sewaktu melhat ketiga penyerangnya
menarik pulang tangan masing masing. Segera dia hendak susulkah dengan
tiga serangan berantai yang menurutnya tidak dapat tidak pasti akan
mengirim mereka kepintu kematian! Dengan gelak mengejek maka dia segera
lancarkan tiga serangan berantai itu! Tapi hatinya menciut! Parasnya
yang, tersembunyi dibalik kerudung berubah total! Peluh dingin mengucur
dikeningnya sewaktu entah bagaimana ketiga calon korbannya itu lenyap
dari pemandangan dan tahu tahu tiga pusat jalan darahnya terasa dingin!
Sadarlah sigadis bahwa ketiga lawannya sebelum sempat dia menyerang
telah lebih dulu mengirimkan totokan totokan dari jurusan lain yang tak
diduganya! Meski bagaimanapun kehebatan dan kecepatannya untuk mengelak
atau menangkis tapi kini sudah kasip! Yang bisa dilakukannya cumalah
memaki dan merutuk dalam hati!! engkauSigadis mengeluh tinggi sewaktu
totokan yang pertama melanda jalan darah dipunggungnya. Kedua tangannya
dengan serta merta lumpuh. Tubuhnya terhuyung-huyung kemuka. Dalam
sedetik lagi dua totokan segera pula akan mendarat susul menyusul di
bagian lain tubuhnya! Dalam keadaan yang demikian kritisnya bagi
sigadis Tiba tiba mengumandanglah suara bentakan yang kerasnya laksana
gelegar gunung meletus! "Pandansuri! Siapa yang berani berlaku kurang ajar terhadapmu?!" Satu
gelombang angin yang luar biasa dahsyatnya menderu, membuat ketiga Kyai
terhuyung lima langkah dari kalangan pertempuran sedang gelombang angin
itu sekaligus melepaskan totokan ditubuh sigadis yang ternyata bernama
Pandansuri!
MENDENGAR SUARA BENTAKAN ITU
dan merasa totokan pada punggungnya lepas Pandansuri menjadi lega.
Sebaliknya ketiga Kyai terkejut bukan main! Mereka adalah orang orang
cabang atas dalam ilmu silat, tapi sekali terpa saja ketiganya telah
"dilemparkan" keluar sejauh lima langkah dari kalangan pertempuran!
Mereka sama palingkan kepala dengan cepat! Seorang laki laki berbadan
tinggi tegap berdiri bertolak pinggang dibawah atap bangunan tua!
Pakaiannya dan juga destarnya yang tinggi berwarna ungu. Tampangnya
yang angker itu dihias dengan kumis hitam melintang. Bajunya yang
sengaja tidak dikancingkan memperlihatkan dada yang penuh otot dan
berbulu! "Apakah kami berhadapan dengan Raja Rencong dari Utara?!" tanya Kyai Suhudilah. Pelipis laki laki itu menggembung. "Sialan! Ditanya malah menanya! Jawab! Apa kalian tidak malu mengeroyok seorang perempuan?!" "Malu
atau tidak malu bukan itu soalnya", jawab Kyai Suhudilah. "Kami datang
mencari Raja Rencong! Dan anak gadisnya hendak membunuh kami bertiga!
Apakah salah kalau kami tak bisa berpangku tangan ?!" Laki laki berkumis melintang tertawa sambil usap usap dadanya yang berbulu. "Baru menghadapi anaknya kalian sudah kewalahan! Bagaimana kalian punya nyali untuk datang kemari dan mencariku ?!" "Ayah!
Perlu apa bicara panjang lebar dengan Tua bungka ini! Dia telah
menghina kita! Biar kau engkausaksikan bagaimana daku memberi pelajaran
caranya mati pada mereka!". Pandansuri lantas cabut sebilah rencong
perak dari balik pakaiannya. Senjata ini berkilauan ditimpa sinar
matahari dan adalah sebuah senjata mustika. Tanpa berbaling pada anaknya
Raja Rencong berkata : "Pandan, kau masuklah! Siapkan Arena Topan
Utara!". Meskipun hatinya penasaran sekali diperintah demikian,
dengan banting banting kaki Pandansuri akhirnya masuk kedalam bangunan
tua yang berbentuk seperti bangunan tempat kediaman hantu itu! "Raja Rencong Dari Utara!" kata Kyai Suhudilah. "Banyak hal pertanggungan jawab yang hendak kuminta padamu !". "Begitu?! Silahkan masuk ketempatku! Kita bicara di Arena Topan Utara!". "Cukup disini saja", sahut Kyai Suhudilah. Raja
Rencong menyeringai. "Walau bagaimanapun aku masih punya peradatan
dalam menerima kunjungan tamu! Sekalipun tamu tamu itu datang sengaja
untuk mencari mampus!". Habis berkata begitu Raja Rencong memutar tubuh
dan masuk kedalam bangunan tua. Mau tak mau ketiga Kyai terpaksa
mengikuti dari belakang! Bangunan itu ternyata panjang sekali. Ketiga
Kyai melangkah dibelakang Raja Rencong terpisah sejauh sepuluh langkah.
Mereka senantiasa berlaku waspada karena kalau bangunan tua itu betul
betul menjadi sarang Raja Rencong Dari Utara bukan mustahil dilengkapi
dengan segala macam alat rahasia yang berbahaya. Dan bukan tidak mustahil pula Raja Rencong tengah hendak menjebak mereka bertiga! "kawan
kawan, bagaimana kalau kita serang dan ringkus dia hidup hidup selagi
membelakangi kita ini?!" bisik Kyai Selawah. Kyai Suhudilah merenung
sejenak lalu menggeleng pelahan. "Itu tindakan pengecut", katanya. "Kalau kita menang tak akan terpuji, kalah malah memalukan!" "Tapi
terhadap manusia biang malapetaka macam yang satu ini kurasa tak perlu
memakai segala macam ukuran baik dan buruk lagi!", bisik Kyai Tanjung
Laboh. "Walau bagaimanapun kita tak bisa bertindak begitu", menyahut Kyai Suhudilah. Ketiganya melangkah terus mengikuti Raja Rencong. Mereka
menuruni sebuah tangga batu. Tangga Itu sebenarnya terbuat dari batu
mar-mar yang putih bersih. Tapi karena tak pernah dirawat dan
dibersihkan tangga itu telah menjadi hitam diselimuti lapisan debu
setinggi beberapa mili! Raja Rencong menuruni anak tangga dengan sikap
acuh tak acuh. Ketika Kyai Suhudilah dan kawan kawan memandang kebawah,
pada lapisan debu yang menutupi anak anak tangga tak kelihatan sedikit
jejakpun! Sebaliknya ketika mereka memandang kebelakang, keanak-anak
tangga yang tadi mereka lewati kentaralah jejak jejak kaki mereka,
meskipun tidak membayang jelas! Dan ketiga Kyai ini sama sama menggigit
bibir. "Kuatkan hati kalian!" bisik Kyai Suhudilah memberi semangat.
"Betapapun kejahatan itu tak bisa bertahan lama! Kalaupun kita harus
pasrahkan jiwa ditempat ini, kita mati dalam berjuang! Mati syahid!" Di
bagian bawah bangunan tua itu terdapat sebuah ruang batu yang amat luas
yang kira-kira dapat menampung lima ratus orang di keempat tepinya. Ruangan
batu ini berbeda sekali dengan seluruh keadaan bangunan yang telah
dilihat oleh ketiga Kiai. Keadaannya luar biasa bersihnya hingga
bayangan-bayangan tubuh orang yang berada di ruangan itu akan kelihatan
samarsamar di lantai dan dinding serta atap. Ruangan itu berbentuk
empat persegi. Di bagian tengahnya terdapat pelataran yang agak tinggi,
berbentuk lingkaran. Inilah Arena Topan. Utara! Di tengah Arena
terdapat sebuah meja kayu jati yang indah berukir-ukir dikelilingi empat
buah kursi. Satu dari keempat kursi ini lebih bagus dan besar dari tiga
lainnya. Di atas meja terdapat empat buah piala perak. Raja Rencong
naik ke atas Arena dan duduk di kursi besar, memandang pada ketiga
tamunya dan berkata :"Silahkan mengambil tempat duduk !" Ketiga Kiai duduk di masing-masing kursi. Kewaspadaan mereka semakin dipertebal. Tak seorang lainpun yang kelihatan. "Sebelum
kita bicara silahkan minum arak dalam piala!" Raja Rencong lalu
mendahului meneguk arak dalam piala di hadapanny.a. Ketika dia
meletakkan piala yang kosong itu di atas meja kembali matanya membeliak:
."Kenapa kalian tidak mau minum?". "Terima kasih! Agama kami tidak memperkenankan meneguk minuman keras macam begini", sahut Kiai Suhudilah. "Agamamu-agamamu! Di sini kalian harus mengikuti aturanku dan menghormati diriku! Lekas minum!". "Terima kasih. Lebih baik ". "Apakah kau kira aku hendak meracuni kalian?!" sentak Raja Rencong mulai beringasan. "Kami datang ke sini bukan untuk minum-minum" membuka mulut Kiai Tanjung Laboh. "Tapi
untuk bicara! Untuk meminta pertanggungan jawabmu .. Raja Rencong
menyeringai. Lalu matanya yang garang menyapu paras ketiga Kiai di
hadapannya. Dan dari mulutnya mendesis suara pertanyaan :"Bicara hal
apa dan pertanggungan jawab apa?!" "Kurasa kau sudah cukup maklumi"
jawab Kiai Suhudilah. "Tapi aku tak keberatan untuk mengatakannya
blak-blakan padamu. Selama belasan tahun daerah utara ini aman tenteram!
Namun sejak kau muncul maka di mana-mana timbul malapetaka, dlmana-mana
timbul keonaran! Kalau cuma malapetaka dan keonaran biasa itu bukan
apa-apa tapi kau juga sekaligus mempunyai cita-cita untuk mendirikan
sebuah Partai yang bertujuan jahat sematamata!" Sampai di situ Raja
Rencong menukas. "Apakah menjadi hak orang lain untuk tidak tenang dengan cita-cita seseorang ?!" "Memang
bukan hak orang lain! Tapi kalau cita-cita itu hendak dicapai dengan
mengorbankan nyawa manusia yang tak mau tunduk dan ikut dalam Partaimu,
dengan jalan membunuh puluhan manusia tanpa kemanusiaan, maka itu adalah
hak setiap Orang untuk turun tangani Di samping itu aku pribadi Ingin
meminta pertanggungan jawabmu atas kematian Wakil serta duapuluh orang
penghuni Pesantren Suhudilah!" Raja Rencong Dari Utara
memuntir-muntir kumis kumisnya. Dalam pada itu Kiai Tanjung Laboh
berkata pula: "Aku dan Kiai Selawah merasa mempunyai tanggung jawab
untuk mengamankan dan menenteramkan daerah utara yang telah dilanda
malapetaka besar itu! Karena itulah kami berdua datang menyertai Kiai
Suhudilah !". "Jika begitu katakan saja cara bagaimana kalian bertiga
hendak turun tangan terhadap Raja Rencong Dari Utara!", kata Raja
Rencong. "Atas apa yang kau telah buat didunia luar dan di
Pesantrenku, aku dan kawan kawan berhak memisahkan batang lehermu dengan
badan! Namun sebagai orang beragama kami masih mau memberikan ampunan
dengan jalan hanya memotong kedua tanganmu sebatas siku !"’ Raja
Rencong Dari Utara kerenyitkan kening, mendelikkan mata lalu tertawa
gelak gelak hingga keempat dinding ruangan itu bergetar! Tangan kirinya
mengusap-usap dadanya yang berbulu. Kyai Suhudilah keluarkan sebatang
golok besar yang tajam luar biasa. Sehelai rambut yang dimelintangkan diatas mata golok lalu ditiup pelahan pasti akan putus! "Terima
kasih..terima kasih! Sungguh kalian bertiga manusia manusia agama yang
baik budi dan punya pertimbangan yang adil!" kata Raja Rencong. Lalu
sambungnya : "Karena kalian bertiga mau mengampuni jiwaku, maka akupun
rela pula untuk tidak mencabut nyawa kalian meskipun aku mempunyai
aturan bahwa siapa yang berani datang kepulau ini pasti akan kubunuh!
Karenanya kalian bertiga lekas lekas saja bunuh diri! Bagaimana cara
terserah masing masing kalian! Tentang jenazah kalian tak perlu
dikhawatirkan! Danau yang mengitari pulau ini cukup layak menjadi kubur kalian!" "Raja
Rencong", ujar. Kyai Suhudilah. "Kejahatanmu akan kami balas dengan
keadilan! Itu sudah lebih dari layak! apakah kau masih hendak berkeras
kepala mengikuti kesesatannya setan?!" Raja Rencong Dari Utara berdiri dari kursinya sambil tertawa sedingin es. "Diberi kesempatan untuk bunuh diri, kalian tidak mau melakukan! Terpaksa tanganku yang bertindak. Perlahan lahan Raja Rencong angkat tangan kanannya. Lima jari yang dikembang kukunya kelihatan berubah merah kekuningan! "Wuut!" Lima larik sinar merah kekuningan yang panasnya bukan olah-olah menggempur ke arah tiga Kiai. Baiknya
para Kiai ini sudah bersiap sedia sehingga begitu serangan ilmu kuku
api dilancarkan maka ketiganya sudah melewat dari kursi masing-masing! Yang menjadi korban ialah tiga kursi bekas tempat mereka duduk. Ketiga kursi itu serta merta menjadi hitam hangus mengebul! Meski
hati tergetar hebat melihat kehebatan kesaktian lawan namun ketiga Kiai
sudah bertekad bulat untuk berkorban jiwa demi kemusnahan manusia biang
malapetaka! Serentak turun ketiganya Ialah mencabut senjata dan
menyerang dengan hebat! Kiai Suhudilah menyerang dengan sebuah tasbih
Kumala Hijau, sedang tangan kiri memutar golok Datar yang tadi hendak
dipakai untuk memotong kedua lengan Raja Recong. Kiai Selawah menggempur
dengan sebilah pedang biru sedang Kiai yang ketiga yakni Kiai Tandjung
Laboh menghantam dengan sebuah kebutan yang berbentuk seperti sapu kecil
Raja Rencong Dari Utara berdiri di tempatnya dengan sikap acuh tak acuh
meski topan serangan melandanya. Yang hebat ialah jangankan tubuhnya,
rambut atau pakaiannyapun tidak berkibar dilanda angin serangan para
Kiai! Sesaat tiga ujung senjata akan ‘.’mencium" dirinya, Raja Rencong
Dari Utara gerakan tangan kanannya! Pedang, Tasbih Kumala Hijau dan
Kebutan Sakti terpental kembali laksana menghantam benda karet yang
atos! Berobahlan paras ketiga Kiai! Raja Rencong Dari Utara tertawa mengejek. Tiba-tiba
sekali tangan kanannya bergerak dan dari mulutnya yang tadi tertawa
keluar seman :"Makan jotosan selaksa palu godam ini !" Meski
sebelumnya berseru demikian rupa yang sekaligus memberi peringatan pada
calon korbannya namun ketiga Kiai tak dapat melihat gerakan tangan lawan
dan yang lebih hebat lagi mereka tak tahu siapa di antara mereka yang
menjadi sasaran, demikianlah saking cepatnya geraan serangan Raja
Rencong Dari Utara. Lalu terdengarlah suara :"Ngek!" Tubuh Kiai Selawah tertekuk ke muka sebentar lalu mencelat mental keluar Arena, menggeletak di lantai batu dengan perut pecah ! Kiai Suhudilah dan Kiai Tanjung Lor tertegun terkesiap beberapa ketika lamanya! "Kenapa
termangu?! Kalian tokh.akan menerima nasib macam dia pula ?!" ujar Raja
Rencong pula. Kedua Kiai kertakan rahang. Pelipis-pelipis keduanya
menggembung tanda mereka tak dapat lagi mengendalikan amarah yang
meluap! Kiai Suhudilah engkau menyerang lebih dahulu dengan jurus silat
Turki yang aneh gerakannya. "Hemm silat picisan dari negeri orang yang ditontonkan di depanku!" ejek Raca Rencong. "Sanggupkan ilmu silat Turki menerima pukulanku yang ini ?!" Dengan
jari-jari tangan mengembang, Raja Rencong Dari Utara dorongkan tangan
kanannya ke arah Kiai Suhudilah! Bacokan golok besar dan hantaman Tasbih
Kumala Hijau tertahan dan mental. Bersamaan dengan itu satu gelombang
angin yang luar biasa hebatnya menerpa tubuh Kiai Suhudilah! Kiai ini
mengeluh dan mental ke luar Arena. Begitu terhantar di lantai batu tak
berkutik lagi karena meski di luar. tubuhnya tak kelihatan rusak namun di dalam dua balas urat-urat yang paling penting telah putus! Itulah kehebatan ilmu pukulan "topan pemutus urat"! Semangat
Kyai Tanjung Laboh seperti terbang menyaksikan kematian kedua, kawannya
itu! Mukanya pucat tiada berdarah. Dan Tiba tiba Raja Rencong berpaling
padanya dengan seringai maut bermain dibibir. "Sesudah melihat
tontonan ngeri itu apakah kau masih punya nyali? Bukankah lebih baik
bunuh diri saja agar kau bisa mampus dengan enak?!" "Demi Tuhan!
Lebih baik mati dengan senjata ditangan dari pada melakukan
kepengecutan" jawab Kyai Tanjung Laboh. Seluruh tenaga dalamnya telah
dialirkan keujung kebutan dan sekali dia menggerakkan senjata itu maka
sepuluh jalan darah ditubuh Raja Rencong diancam bahaya maut! Anehnya Raja Rencong cuma ganda tertawa yang membuat darah Kyai Tanjung Laboh tambah meluapluap! Sekejap
lagi sambaran ujung kebutan akan melanda jalan jalan darah ditubuh
lawannya Tiba tiba tangannya terasa kesemutan dan kebutannya terpental
lepas dari tangan! Meski menyadari sepenuhnya bahwa Raja Rencong
bukan lawannya namun dengan kalap Kyai Tanjung Laboh yang berhati jantan
itu menyambar pedang Kyai Selawah yang tadi terjatuh dan dengan senjata
itu dia menggempur habis habisan! Hujan serangan menelikung tubuh Raja
Rencong yang sama sekali tidak bergerak ditempatnya malah menanggapi
serangan itu dengan tertawa-tawa! Kyai Tanjung Laboh penasaran dan
juga heran kenapa pedangnya sama sekali tak berhasil menyentuh bagian
tubuh manapun dari lawannya! Tengah dia pergigih serangan Tiba tiba Raja
Rencong berseru :"Tiga jurus kau mencak mencak sudah keliwat cukup! Lihat jotosan, awas kepalamu!" Meski
sudah diperingatkan demikian rupa namun sewaktu pukulan "selaksa palu
godam" menyerang kepalanya Kyai Tanjung Laboh tak sanggup berkelit. Dicobanya
membabat lengan lawan dengan pedang. Tapi sudah tidak keburu! Kyai yang
terakhir ini terbadai dilantai dengan kepala pecah, darah muncrat dan
otak berhamburan!
DIATAS SEBUAH BATU DALAM SEBUAH GOA seorang laki-laki tua berjanggut dan berambut putih duduk bersila meramkan mata tengah bersemedi. Sejak
tengah malam tadi dia bersemedi dan sampai matahari terbit di ufuk
timur masih juga dia belum bergerak dari tempatnya. Menjelang tengah
hari, jadi sesudah dua belas jam lamanya duduk bersemedi perlahan-lahan
baru dia membuka kedua matanya. Aneh dan juga menyeramkan! Ternyata kedua matanya berwarna putih keseluruhannya! Tapi dia tidak buta! Kakek
ini menghela nafas dalam. Air mukanya keruh tanda ada sesuatu yang
dipikirkannya dan apa yang dipikirkannya itu menimbulkan kesusahan dalam
dirinya. Di dunia persilatan orang tua ini berjuluk Datuk Mata Putih.
Umurnya hampir mencapai tujuh puluh lima tahun. Tubuhnya kurus hanya
tinggal kulit pembalut tulang. Namun kekuatannya tidak kalah dengan
orang-orang yang berumur setengah abad dan menilik bagaimana batu tempat
dia duduk bersemedi mencekung dalam, nyatalah bahwa orang tua ini
memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi!. Setelah menghela nafas
dalam sekali lagi dia berdiri dan melangkah ke mulut goa. Di luar goa
pemandangan indah sekali. Betapa bahagianya menikmati keindahan alam
ciptaan Yang Kuasa itu. Namun jauh di luar keindahan itu, hampir
disegala penjuru Jagat raya bertebaran noda-noda hitam yang merusak
keindahan! Noda-noda hitam itu ialah kejahatan, kecurangan, kekejian dan
segala macam kemaksiatan! Dan yang membuat orang tua ini untuk
ketiga kalinya menghela nafas panjang dan" dalam ialah karena seorang di
antara manusia-manusia yang melakukan kejahatan dan kekejian itu adalah
muridnya sendiri! Telah tiga bulan ini didengarnya tentang perilaku
muridnya itu di luaran. Dan ini membuat dia terkejut serta merasa
menyesal telah mempunyai murid seperti itu! Apakah yang bisa dibuatnya
selain meninggalkan pertapaan, mencari murid yang sesat itu lalu
menghukumnya? Diam-diam dia merasakan penyesalan tambah mendalam bila
dia ingat karena kepercayaan penuh terhadap sang murid, sebelum dilepas
dari pertapaan dia telah menyerahkan Rencong Emas, sebuah senjata sakti
luar biasa yang merupakan satu dari beberapa buah senjata mustika dunia
persilatan! Beberapa saat kemudian orang tua itupun berlalu
meninggalkan pertapaan! Ilmu larinya hebat sekali hingga dalam waktu
yang singkat sosok tubuhnya sudah lenyap di kejauhan ! Bersamaan
dengan lenyapnya sang surya di ufuk tenggelamnya, sesosok tubuh
berkelebat dan berdiri di bawah atap bangunan tua yag terletak di Bukit
Toba. Tanpa memandang berkeliling, tanpa bimbang ragu sedikitpun, orang
ini melangkah cepat memasuki bangunan tua. Dalam tempo yang singkat dia
sudah berada di Arena Topan Utara yang terletak dibagian bawah bangunan
tua! Segala sesuatunya diruangan luas itu berada dalam keadaan bersih.
Namun orang yang memasuki ruangan tersebut tahu bahwa baru
engkauseminggu yang lalu tiga orang Kyai telah menemui kematiannya
ditempat itu! Orang itu menggerakkan bibirnya sedikit. Maka menggemalah
suaranya yang keras lantang menggetarkan seantero bangunan dan ruangan. "Hang Kumbara aku datang!". Belum
habis kumandang gema suara itu, dari sebuah pintu didinding kanan
muncullah seorang berpakaian ungu. Begitu melihat siorang tua, laki laki
berpakaian ungu ini berseru : "Guru!". Dia melangkah cepat kehadapan
siorang tua dan menjura dalam penuh hormat. "Sungguh satu kegembiraan
bisa bertemu dengan guru. Mohon dimaafkan kalau- murid sudah lama tak
menyambangi guru hingga guru sendiri yang sampai berkunjung kesini!". Orang tua itu atau bukan lain dari pada Datuk Mata Putih meneliti paras muridnya sejenak lalu tertawa rawan. "Kudengar kau sudah mendapat nama besar diluaran", kata Datuk Mata Putih. "Ah,
hanya nama dan gelar yang tak berarti guru. Marilah kita bicara
dikamarku", kata laki laki berpakaian ungu yaitu Raja Rencong Dari
Utara. "Pandansuri ada disini?". "Sudah sejak sepuluh hari dia meninggalkan Pulau ". "Kalau begitu biar kita bicara disini saja". "Baik guru. Tapi perkenankan murid menyuguhkan minuman lebih dahulu ". "Tak usah", sahut Datuk Mata Putih. "Agaknya ada sesuatu hal penting yang amat mendesak hendak guru bicarakan", kata Raja Rencong Dari Utara. "Hang Kumbara", Datuk Mata Putih menyebut nama asli Raja Rencong, "kurasa kau sudah bisa menduga maksud kedatanganku". "Ah, murid yang bodoh ini mana mungkin bisa menduga, guru". "Kedatanganku sehubungan dengan apa apa yang kudengar di luaran tentang kau " Apakah itu betul?!" "Apakah yang guru dengar diluaran tentang diriku itu?" Datuk Mata Putih merasa kurang senang bicara bersilat lidah begitu. Maka diapun berkata secara blak-blakan. "Kulepas
kau dari pertapaan beberapa waktu yang lalu hanya dengan dua maksud!
Pertama untuk mencari pembunuh ayahmu dan kedua untuk berbuat kebaikan
diatas dunia ini! Tapi apa yang kau perbuat kemudiannya? Demi cita cita
besarmu kau membunuh belasan manusia, mendatangkan malapetaka dimana
mana. Nyatalah kau telah sesat dan aku sangat menyesal akan hal ini.
Kuharap kau menyerahkan kembali Rencong Emas yang dulu kuberikan dan
ikut aku kepertapaan untuk dikurung dalam goa selama sepuluh tahun !"
Sepasang bola mata Raja Rencong Dari Utara membelalak. "Guru apakah sesat namanya jika murid bercita-cita hendak mendirikan sebuah Partai di daerah Utara ini?". ‘Tidak. Asal saja kau menempuh cara cara yang wajar!" "Murid
telah mencobanya. Tapi tokoh tokoh silat didaerah sini terlalu keras
kepala dan tidak memandang sebelah matapun terhadap murid….” "Kalau mereka tak mau masuk Partaimu, kau tidak layak memaksa, aalagi kalau sampai membunuh orang-orang yang tak berdosa itu!". "Tapi harap guru maklum kenapa murid bertindak sampai demikian jauh". "Terangkan alasanmu!" ujar Datuk Mata Putih pula. "Murid
merasa mempunyai dendam terhadap orang-orang dunia persilatan. Karena
kalau tidak ada orang-orang pandai itu maka tak akan ayah menemui
kematian dalam cara yang mengerikan! Dipenggal lehernya dan kepalanya
ditancapkan di atas sebilah tombak di tengah-tengah pasar!" "Aku tahu
hal itu. Dan kau telah berhasil mencari serta membunuh manusia yang
telah menewaskan ayahmu! Lantas kenapa kau menjadi tersesat?!" "Murid
tidak merasa tersesat, guru! Orang-orang dunia persilatanlah yang telah
sesat dan menyebabkan kebencian murid tiada batas lagi ternadap mereka! Sesudah
menamatkan riwayat pembunuh ayah, .beberapa orang tokoh silat mencari
murid hendak balas dendam! Dendam! Seakan-akan adalah dosa besar bagi
murid karena membunuh orang yang telah membunuh ayah! Mereka tak
berhasil mencari murid! Dan guru tahu apa yang dibuat orang-orang
berkepandaian tinggi itu?! Ibu dibunuh, adik-adikku dipancung satu demi
satu! Dua orang adik perempuanku diperkosa lalu ditinggalkan begitu saja
sampai mereka bunuh diri! Dan orang-orang pandai itu belum puas
rupanya! Sampai-sampai calon istrikupun mereka rusak kehormatannya dan
dibunuh! Ketika salah seorang dari mereka berhasil murid pecahkan
kepalanya, seluruh keluarga calon istriku ditumpas! engkauKekejaman
dan kebiadaban manakah yang lebih terkutuk dari itu?! Kata mereka,
mereka adalah orang-orang pandai, tokoh-tokoh silat utama ! Tapi
kebejatan yang mereka lakukan! Salahkan kalau murid menanam rasa
kebencian terhadap orangorang pandai itu?! Sesatkah kalau murid membunuh
belasan manysia yang bertanggung jawab atas kematian ibu, adik-adikku,
calon istriku dan seluruh keluarganya ?" "Orang-orang yang
bertanggung jawab atas semua itu jumlahnya hanya sepersepuluh saja dari
jumlah manusia yang telah kau bunuh! Apa pertanggungan jawab atau
alasanmu atas yang sembilan persepuluh lainnya? Yang kau bunuh tanpa
pangkal sebab atau kesalahan atau dosa apapun juga ?!" "Sudah murid katakan bahwa murid bertekad untuk melenyapkan orang-.orang pandai di dunia ini! Karena justru merekalah yang menjadi pangkal sebab segala kejahatan!" "Sungguh
picik jalan pikiranmu! Beberapa belas orang yang bersalah dan punya
dosa tapi ratusan manusia yang kau jadikan korban! Aku tak dapat
menerima alasanmu! Lekas serahkan Rencong Emas dan kau ikut aku kembali
kepertapaan!". Hang Kumbara atau Raja Rencong Dari Utara terkejut.
Untuk beberapa ketika lamanya guru dan murid saling pandang memandang;
Sekelumit senyum kemudian tersungging di bibir Hang Kumbara. "Apakah ini suatu perintah, guru?" tanyanya. "Lebih dari perintah" jawab Datuk Mata Putih tegas. Senyum itupun lenyaplah dari bibir Raja Rencong. "Mohon dimaafkan. Kali ini murid tak dapat mengabulkan permintaan, tak dapat mematuhi perintah guru ". "Kau sudah tahu hukuman bagi seorang murid yang membangkang?!" tanya Datuk Mata Putih. Sepasang
matanya yang putih memandang tajamtajam menyorot ke mata muridnya. Jika
bukan Raja Rencong pastilah seseorang akan merasa bergidik dipandang
begitu rupa oleh Datuk Mata Putih. "Guru, harap kau mengerti
kedudukan murid saat ini. Dalam waktu singkat murid hendak meresmikan
berdirinya Partai Topan Utara dimana murid menjadi Ketuanya". "Aku tidak perduli apa urusanmu, apa kedudukanmu! Sekali aku bilang serahkan Rencong Emas dan Ikut kepertapaan maka kau harus patuh!" Air
muka Raja Rencong Dari Utara berubah total. Perubahan ini segera
dimengerti oleh Datuk Mata Putih? Dan tanya orang tua ini : "Kau hendak
melawan terhadap gurumu sendiri ?!". "Sungguh aneh kehidupan ini!"
kata Raja Rencong tanpa memandang pada gurunya. "Tiap tiap manusia
terlalu mengurus kepentingan dirinya sendiri tanpa mau memperhatikan
kepentingan orang barang sedikitpun! Karena kau memaksa sedang murid
tak dapat mematuhi maka cukup pembicaraan sampai disini guru!". Raja
Rencong Dari Utara menjura dan hendak berlalu dari hadapan Datuk Mata
Putih. " Aku menyesal mempunyai murid sesat macammu ini Hang Kumbara!" ujar Datuk Mata Putih. "Dan
murid juga menyesal menghadapi kehidupan macam begini!", kata Raja
Rencong pula, lalu sambungnya : "biarlah penyesalan itu sama sama kita
bawa mati bila sudah tiba saatnya!". "Mungkin memang begitu caranya
memupus penyesalan" menyahuti Datuk Mata Putih. "Tapi bagiku penyesalan
itu hanya bisa ditebus dengan menjatuhkan hukuman tegas terhadapmu!" Raja Rencong Dari Utara menghentikan langkahnya dan memutar tubuh. Pandangan matanya tak berkesip. "Hukuman tegas macam apakah, guru?!" "Mulai detik ini putus hubungan kita sebagai guru dan murid ". "Kalau begitu silahkan kau angkat kaki dari tempatku!" belalang Raja Rencong Dari Utara. Paras Datuk Mata Putih kelam kemerahan. Dadanya bergejolak dan darahnya seperti mendidih karena marah. "Aku akan angkat kaki Hang Kumbara!" sahut Datuk Mata Putih. "Tapi setelah lebih dulu memecahkan batok kepalamu!" Raja
Rencong Dari Utara rangkapkan kedua tangan dimuka dada lalu tertawa
gelak gelak. Arena Topan Utara bergetar dan diam diam Datuk Mata Putih
terkejut. Suara tertawa yang hebat itu berarti hebatnya pula tenaga
dalam Hang Kumbara. Rupanya Hang Kumbara sudah maju tenaga dalamnya dari
sejak dia meninggalkan pertapaan tempo hari. "Kalau seorang guru hendak membunuh murid sendiri ditutup dengan topeng alasan sebagai kewajiban! Tetapi
kalau seorang murid membuat kesalahan dikatakan murid sesat! Biarlah
kau menamakan aku murid sesat karena dalam kesesatan itu kau sendiri
sudah kesasar untuk mengantar nyawa kesini Datuk Mata Putih!"Datuk Mata
Putih serasa mau pecah kepala dan dadanya dilanda amarah! Sekali
tubuhnya berkelebat maka diapun lenyap dan dua jari tangannya tahu tahu
sudah mendarat di dada Raja Rencong Dari Utara, melontarkan satu totokan
yang luar biasa cepat dan lihay! Tapi kejut Datuk Mata Putih bukan
olah ketika melihat Hang Kumbara masih berdiri ditempatnya, cuma
terhuyung-huyung sebentar dan sambil tertawa mengejek! Sama sekali tidak
menjadi kaku tegang akibat totokan yang dilancarkan tadi! Kalau tidak
manusia ini memiliki tenaga dalam yang tinggi mana mungkin dia sanggup
menutup jalan darahnya melawan tenaga totokan yang besar itu?! Hanya
dalam beberapa bulan saja turun dari pertapaan Hang Kumbara telah
demikian jauh maju ilmu kepandaiannya! Tak mungkin hal ini terjadi kalau
dia tidak berguru pada seorang sakti lainnya! Maka sewaktu menyerang
kedua kalinya, tak ayal agi Datuk mata Putih mengeluarkan jurus terhebat
yang dimilikinya yaitu yang bernama : "Dua ekor naga keluar dari goa". Jurus
ini sengaja dikeluarkannya karena dia bermaksud untuk meringkus Hang
Kumbara detik itu juga. Kedua tangan terpentang lebar lebar kemudian
berkelebat dalam bentuk silang, satu memukul kearah perut dan satu lagi
menjambak kearah rambut. Kaki kanan ditendangkan kemuka untuk menghantam
tulang kering lawan. Seseorang yang kena dipreteli Oleh jurus yang
hebat ini pasti tubuhnya bagian bawah akan terlontar kebelakang sedang
rambut terjambak dan otot otot perut menderita sakit yang luar biasa.
Dalam keadaan begitu akan mudah untuk meringkus lawan! Namun untuk
kedua kalinya Datuk Mata Putih dibikin kaget. Kaget bukan saja karena
Hang Kumbara sanggup mengelakkan serangannya itu tapi begitu mengelak
begitu Hang Kumbara menyerangnya dengan jurus yang sama, malah jurus
"dua ekor naga keluar dari goa" yang dilancarkan oleh Hang Kumbara jauh
lebih dahsyat dan mendatangkan angin laksana topan prahara! Ini adalah
satu hal yang tak pernah diduga oleh Datuk Mata Putih. Dengan segera
sang Datuk keluarkan sehelai selendang putih yang merupakan senjata yang
diandalkannya. Sekali kebutkan selendang itu maka musnahlah serangan
Raja Rencong Dari Utara! Raja Rencong Dari Utara sudah tahu dan makum akan kehebatan senjata ditangan bekas gurunya. Meski
senjata itu tidak sehebat Rencong Emas namun tak bisa dibuat main main!
Sekali kepala kena terpukul pasti akan rangkah! Karenanya Raja Rencong
Dari Utarapun segera mencabut Rencong Emas dari pinggangnya. Sinar
kuning menerangi Arena Topan Utara! "Datuk Mata Putih" kata Raja
Rencong dengan seringai bermain dimulutnya. "Seandainya ini kau yang
membuat! Hari ini kau sendiri akan menjadi korbannya! Betapa kau akan
mampus penuh penyesalan karena telah membuat Rencong Emas ini!". Ucapan
itu membuat Datuk Mata Putih tambah mendidih amarahnya. Dengan cepat
dan menyerang kembali. Selendang putih berkelebat kearah dada Raja
Rencong kemudian bergerak laksana mematuk ketenggorokan dan sewaktu Raja
Rencong mengelak, ujung selendang dengan cepat meliuk melibat Raja
Rencong ditangan Raja Rencong Dari Utara! Raja Rencong Dari Utara
ganda tertawa. Bagaimanapun hebatnya selendang putih itu tak akan dapat
menandingi Rencong Emas yang sakti. Karenanya begitu selendang hendak
melibat senjatanya. Raja Rencong babatkan senjata itu dengan cepat, siap
untuk merobeknya! Datuk Mata Putih juga sudah maklum apa yang
terlintas dipikiran Hang Kumbara. Pada saat Rencong Emas membabat, saat
itu pula dia menggerakkan lengan kanannya. Ujung selendang laksana
seekor ular menyelusup kebawah lalu naik lagi keatas dan menghantam Raja
Rencong Dari Utara dengan amat kerasnya! Raja Rencong terbanting
kebelakang sampai lima langkah. Dadanya sakit bukan main. Nafasnya
sesak, wajahnya merah karena menahan sakit dan amarah. Bagaimanapun
hebatnya akibat pukulan ujung selendang tapi tidaklah sehebat yang
diduga Datuk Mata Putih. Jangankan tubuh manusia, batang pohon besarpun
akan hancur patah dilanda pukulan selendang itu! Tapi Hang Kumbara boleh
dikatakan tidak mengalami sesuatu apapun! Tentu saja ini membuat Datuk
Mata Putih jadi penasaran. Selagi Hang Kumbara mengatur jalan nafas
serta darah dan mengerahkan tenaga dalamnya kebagian dada yang sakit
maka Datuk Mata Putih telah menyerangnya dengan jurus yang mematikan! Dengan
mengandalkan kegesitan ilmu mengentengkan tubuh, Hang Kumbara
berkelebat kian kemari dan dalam tempo yang singkat murid dan guru itu
sudah bertempur sepuluh jurus! Sinar putih dari selendang ditangan
Datuk Mata Putih bergulung-gulung sedang sinar kuning Rencong Emas
ditangan Hang Kumbara mencurah laksana hujan dan kedua senjata itu
saling mengeluarkan engkauangin yang teramat hebat! Kalau dalam
sepuluh jurus itu Hang Kumbara mengeluarkan jurus jurus ilmu silat yang
dipelajarinya dari Datuk Mata Putih dan dapat bertahan dengan gigih,
maka dalam jurus jurus berikutnya didahului oleh satu bentakan
menggelegar Hang Kumbara merobah permainan silatnya yang jurus jurusnya
serba asing dan aneh bagi Datuk Mata Putih. Demikian hebatnya jurus
jurus ini hingga dalam tempo yang singkat sang Datukpun sudah terdesak
hebat! Bagaimanapun sebatnya kebutan selendang saktinya, bagaimanapun
rapatnya pertahanan namun Datuk Mata Putih tiada sanggup membebaskan
diri dari telikungan senjata lawan, apalagi untuk balas menyerang! Dalam
jurus kedelapan belas terdengar keluhan Datuk Mata Putih! Ujung Rencong
Emas merobek pakaiannya dan melukai jidatnya! Meski luka itu tidak
berapa dalam namun karena Rencong Emas bukan senjata sembarangan maka
bekas luka mendatangkan hawa panas yang mengalir kesekujur tubuh dan
mempengaruhi gerakan gerakannya. Dia mulai gugup dalam posisi
bertahannya. Tusukan kedua menggores pelipisnya! Darah mengucur menutup
mata kanannya! Datuk Mata Putih semakin kepepet. Dalam keadaan putus
asa orang tua itu menyerbu dengan kalap. Selendang menderu, tangan kiri
menghantamkan pukulan tangan kosong yang mendatangkan angin ratusan kali
beratnya sedang kaki kanan bergerak dalam satu tendangan kearah
selangkangan Raja Rencong Dari Utara! Ini betul betul satu -serangan
yang mematikan. Jika saja lawan yang diserang tingkat kepandaiannya
berada disebelah bawah pastilah dia akan konyol! Namun keadaan Datuk
Mata Putih yang menyerang dengan kalap itu adalah satu hal yang sia sia! Meski
tendangannya berhasil juga menghantamkan pinggul kiri Raja Rencong
namun orang tua ini terpaksa menerima satu tikaman yang keras didada
kirinya, tepat pada jantungnya! Tak ampun lagi begitu ‘Rencong Emas
dicabut begitu Datuk Mata Putih terkapar dilantai. Kedua matanya yang
putih berputarputar sebentar, kakinya bergerak-gerak. Tapi kemudian tak
satu bagian tubuhnyapun yang bisa berkutik lagi! Betapa mengenaskannya
seorang guru menemui kematian ditangan muridnya sendiri dan ditusuk
dengan senjata ciptaannya sendiri!
DILERENG GUNUNG SINABUNG ADA
sebuah bangunan kecil yang atapnya berbentuk puncak mesjid. Itulah
tempat kediaman Panglima Sampono, seorang laki-laki berumur enam puluh
tahun yang dianggap gagah perkasa dan sakti oleh penduduk disebelah
timur daratan Pulau Andalas. Adapun Panglima Sampono ini dulunya adalah
seorang pendatang dari selatan yang telah berjasa besar dalam mengusir
pasukan asing yang mendarat dipantai Pulau Andalas sebelah timur, yang
bermaksud hendak merampas beberapa daerah subur dan kaya raya. Sampono
kemudian diangkat oleh Sultan Deli menjadi kepala Balatentara dan
diberikan pangkat Panglima. Pada umur lima puluh tahun dia mengundurkan
diri namun demikian sampai saat itu semua orang dan Sultan sendiri masih
menyebutnya sebagai Panglima. Sejak mengundurkan diri Panglima
Sampono berdiam dilereng Gunung Sinabuhg, mempertekun diri dalam urusan
akhirat serta memperdalam ilmu silat dan kesaktiannya. Bila terjadi huru
hara dikesultanan Deli, Sultan mengirimkan utusan untuk minta bantuan
Panglima Sampono menumpas huru hara itu Panglima Sampono tidak jarang
pula turun dari Gunung Sinabung secara diam diam dan menghancurkan
manusia manusia jahat seperti perampok, bajak laut dan lain sebagainya. Didalam
bangunan kecil yang atapnya berbentuk puncak mesjid itu duduklah
Panglima Sampono bersama tiga orang tamunva. Ketiganya datang dengan
maksud yang sama dan ketiganya adalah tokoh tokoh dunia persilatan yang
cukup terkenal, ditakuti oleh kaum hitam dibagian Utara Pulau Andalas.
Yang pertama ialah Datuk Nan Sabatang, seorang tokoh silat berbadan
tinggi besar, berkumis melintang. Tamu kedua Lembu Ampel, tokoh silat
berasal dari tanah Jawa tapi telah sejak dua tahun menetap di Pulau
Andalas. Antara Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang terjalin hubungan
erat karena adik kandung Datuk Nan Sabatang kawin dengan Lembu Ampel. Kemudian
orang yang ketiga berasal dari Malaka, bernama Sebrang Lor. Seperti
telah diterangkan diatas kedatangan ketiga orang itu ketempat Panglima
Sampono membawa maksud yang sama yaitu yang ada sangkut pautnya dengan
meraja-lelanya perbuatan sewenang wenang yang dilakukan oleh Raja
Rencong Dari Utara. Berkata Sebrang Lor : "Petualangan Raja Rencong
sudah sampai pula ke Malaka. Empat tokoh silat di Malaka dibunuh dengan
kejam ketika mereka menolak untuk tunduk dan masuk kedalam Partai Topan
Utara. Entah berapa belas orang lainnya yang juga telah dibunuh oleh
Raja Rencong, diantaranya enam orang adalah teman temanku sendiri. Juga
Raja Rencong pernah melarikan dua orang gadis dan kedua gadis itu tak
diketahui nasibnya sampai sekarang, apa masih hidup atau sudah mati !.
Boleh dikatakan pertolongan Tuhanlah yang masih menyelamatkanku sewaktu
aku dan beberapa orang kawan bertempur dengan Raja Rencong. kawan
kawanku mati semua, aku sempat menyelamatkan diri. Tapi beberapa hari
kemudian kudengar keluargaku ditumpas oleh manusia laknat itu!". Sebrang
Lor menghentikan penuturannya sebentar untuk menghela nafas dalam dan
menenangkan hati serta darahnya yang bergejolak, lalu baru ia meneruskan
:"Meski mungkin ilmu silatku masih terlalu rendah untuk menghadap Raja
Rencong, namun dendam kesumat tak bisa kupendam lebih lama. Itulah
sebabnya aku menyeberang kesini mencari beberapa kawan untuk
bersama-sama membalas dendam sakit hati. Ternyata kejahatan Raja Rencong
di Pulau Andalas sebelah Utara ini lebih hebat dan bejad lagi! Namun
demikian aku bersyukur karena telah berhasil menemui Datuk Nan Sabatang
serta Lembu Ampel. Dan hari ini berhadapan pula dengan Panglima Sampono!
Demi kebenaran dan demi ketenteraman hidup dunia persilatan kiranya
Panglima Sampono tidak keberatan ikut bersama-sama kami menumpas biang
malapetaka itu!". Panglima Sampono merenung sejenak lalu menjawab :
"Memang kejahatan dan ke-sewenang wenangan Raja Rencong Dari Utara sudah
sejak beberapa bulan ini kudengar sudah melewati takaran. Tak bisa
didiamkan lebih lama. Bahkan mungkin saudara Sebrang Lor tidak percaya
kalau kuterangkan bahwa Raja Rencong Dari Utara sudah demikian gilanya
sehingga gurunya sendiripun dibunuh!’. Sebrang Lor terkejut, demikian pula Datuk Nan Sabatang serta Lembu Ampel. "Gurunya yang mana, Panglima?" tanya Lembu Ampel. "Kabarnya dia tidak cuma punya seorang guru!" "Guru yang pertama. Yang bernama Datuk Mata Putih!", sahut Panglima Sampono pula. Terbelalaklah mata Seberang Lor. "Datuk
Mata Putih ilmu silatnya tinggi dan sakti sekali!", kata Seberang Lor
pula dan diam diam dia membathin bahwa mungkin kalau berhadapan dengan
orang tua itu dia cuma sanggup bertahan sampai dua puluh jurus! "Tapi kita jangan lupa" menyahut Lembu Ampel. "Disamping
Datuk Mata Putih, Raja Rencong juga telah berguru dengan seorang sakti
lainnya yang sampai saat ini tidak diketahui siapa adanya". Seberang
Lor mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia memandang berkeliling lalu
berkata : "Nyatalah manusia itu tinggi kesaktiannya. Disamping sakti
juga bernati luar biasa jahatnya. Namun aku yakin, berempat kita pasti
dapat menyingkirkannya dari bumi Tuhan ini!" "Bukan aku mematahkan
semangat kalian", berkata Panglima Sampono, "bukan pula hendak
merendahkan ketinggian ilmu silat dan tenaga dalam saudara saudara
bertiga. Kemudian bukan pula hendak berpangku tangan, namun sekalipun
kita berempat, belum tentu dapat dengan mudah menghadapi Raja Rencong
Dari Utara. Ketinggian ilmunya sukar dijajaki! Yang paling berbahaya ialah senjatanya sebilah Rencong Emas dan ilmu pukulan yang bernama ilmu pukulan kuku api!" Semua orang berdiam diri beberapa lamanya. "Lalu apa daya kita?" bertanya Datuk Nan Sabatang. Metjnang
diantara mereka Panglima Sampono paling dihormati karena ilmunya yang
tinggi dan pangkat yang pernah dijabatnya. Ketiga orang itu mengharapkan
jawaban sang Panglima. "Untuk menghadapi Raja Rencong, tak bisa
tidak harus mempergunakan akal. Menurut pengetahuanku Raja Rencong Dari
Utara mempunyai seorang anak perempuan yang sudah gadis remaja. Gadis
ini senang mengelana seorang diri. Meski dia mendapat pelajaran ilmu
silat dan ilmu kesaktian langsung dari Raja Rencong, tapi ilmunya belum
berapa tinggi. Kita cari gadis itu dan menawannya hidup hidup. Lalu
kirimkan seorang utusan atau surat pada Raja Rencong dan suruh dia
menyerah! Sementara itu kita berusaha pula menemui beberapa .orang tokoh
silat lainnya untuk menambah kekuatan. Meski anaknya kita tawan tapi
manusia macam Raja Rencong bukan mustahil mau mengorbankan keselamatan
anaknya agar dapat membasmi kita!" Semua orang menyetujui akal Panglima Sampono. Setelah
dirundingkan lebih masak maka rencanapun diaturlah. Satu hari kemudian
keempat orang itu turun dari lereng Gunung Sinabung. Sinar matahari
yang tadi panas terik kini memudar kilauannya. Langit yang tadi cerah
kini mendung tertutup awan hitam yang berarak dari jurusan utara ditiup
angin keras. Agaknya tak lama lagi akan segera turun hujan lebat. Dikaki
bukit yang sebelumnya diselimuti kemendungan dan kesunyian itu lapat
lapat terdengar suara derap kaki kuda datang dari jurusan timur. Makin
lama makin keras. Dari pengkolan jalan kemudian muncullah seorang
penunggang kuda berwarna coklat. Kuda ini agaknya bukan kuda biasa. Disamping
tubuhnya yang besar tinggi, larinyapun laksana anak panah lepas dari
busurnya. Dalam waktu yang singkat binatang dan penunggangnya sudah
meninggalkan pengkolan tadi sejauh dua puluh tombak! Kini kuda dan
penunggangnya siap memasuki lagi sebuah pengkolan tajam. Meski pengkolan
itu demikian patahnya namun sipenunggang tidak berusaha untuk
memperlambat lari kuda coklat. Debu dan pasir beterbangan. Sesaat lagi
kuda bersama penunggangnya itu hendak memasuki pengkplan tajam mendadak
laksana melihat setan, kuda coklat meringkik keras dan mengangkat kedua
kaki depannya keatas tinggi tinggi, Sepasang kakinya yang sebelah
belakang kaku tak bisa bergerak laksana dua buah patok yang ditancapkan
kedalam tanah. Sipenunggang yang hampir saja hendak dilemparkan dari
punggung binatang itu terkejut bukan main dan cepat cepat melompat
turun. Dia memandang kedepan lalu memandang berkeliling. Tak satu
makhluk hiduppun yang tampak. Orang ini kemudian berlutut untuk
memeriksa kedua kaki kuda tunggangannya. Untuk kedua kalinya dia
menjadi kaget sewaktu mendapati sepasang kaki kuda disebelah belakang
itu berada dalam keadaan kaku tegang akibat totokan totokan hebat!
Ditanah tak jauh dari kaki kaki kuda kelihatan dua buah jambu klutuk.
Pasti benda inilah yang telah dipakai untuk menotok kaki kaki kuda
tersebut. Dengan pemas orang itu melepaskan kedua totokan itu lalu
berdiri, memandang berkeliling dan membentak. "Bangsat rendah yang berani kurang ajar lekas unjukkan diri!" Suara
bentakan itu melengking keras menggetarkan seantero kaki bukit dan itu
adalah suara bentakan orang perempuan! Dan memang penunggang kuda coklat
berpakaian ungu itu, meski parasnya ditutup dengan sehelai kerudung,
namun dari potongan tubuh serta rambut panjang yang menjenguk dikuduknya
akan sangat mudah dikentarai bahwa dia adalah seorang perempuan! Tiba
tiba dari sebuah tebing yang terletak dipengkolan tajam yang tingginya
kira kira delapan tombak berkelebat dua sosok tubuh manusia. Belum lagi
kedua orang ini menjejakkan kaki masing masing ditanah, dari jurusan
lain berkelebat lagi dua bayangan manusia dan sesaat kemudian empat
orang laki laki telah berada disitu dalam posisi mengurung sibaju ungu
ditengah-tengah! Sibaju ungu mendengus marah dibalik kerudungnya. "Siapa kalian?!" bentaknya. Salah
seorang dari keempat manusia itu maju selangkah dan berkata : "Jawab
dulu apakah kau anaknya Raja Rencong Dari Utara itu atau bukan?!" Sepasang alis dibalik kerudung mengerenyit dan dua bola mata yang tajam memandang meneliti keempat laki laki dihadapannya. "Apa maksud apa kalian terhadap anak perempuan Raja Rencong?!" "Jawab dulu pertanyaanku tadi!" "Keparat!"
Aku memang Pandansuri, anak Raja Rencong Dari Utara!" jawab perempuan
itu dengan garang. Lalu bentaknya: "Kalian berempat mau apa?!". "Ah
kawan kawan akhirnya berhasil juga kita menemui gadis ini", kata laki
laki tadi yang bukan lain Seberang Lor adanya. "Ketahuilah kami berempat
sudah sejak lama mencarimu untuk diculik! Sebenarnya mungkin kau tidak
punya salah apa apa. Tapi akibat dosa dosa bapakmu, terpaksa kau kami
culik!" "Kalau begitu kalian adalah bangsat bangsat pengecut yang tak berani berhadapan langsung dengan bapakku!" tukas
Pandansuri. "Kalian mau menculik aku silahkan! Tidak semudah itu untuk
menculik anak Raja Rencong Dari Utara!". Seberang Lor dan ketiga kawan
kawannya yaitu Panglima Sampono, Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang
saling memberi tanda lalu menyerbu dari empat jurusan menyerang kesatu
sasaran yaitu Pandansuri!" Dengan keluarkan tertawa mengejek
Pandansuri jejakkan sepasang kakinya ketanah dan sekejap kemudian
tubuhnya yang ramping itu melesat keatas tinggi lima tombak! Dari atas
dia gerakkan kesepuluh jari2 tangannya sekaligus. Maka sepuluh larikan
llnar kuning kemerahan mencurah kearah Panglima Sampono dan kawan
kawan!’
PUKULAN KUKU API!" SERU PANGLIMA Sampono. "Lekas menyingkir!" Keempat
tokoh silat itu sebenarnya bisa balas menghantam langsung keatas namun
mereka belum mengetahui sampai dimana ketinggian tenaga dalam lawan.
Hingga kalau mereka tak menyingkir dan tenaga dalam lawan lebih tinggi
sedikit saja dari mereka pastilah mereka akan celaka! Keempatnya
melompat kebelakang sejauh tujuh langkah lalu sekaligus menghantamkan
tangan kanan keatas! Empat gelombang angin keras laksana angin
punting beliung menerpa satu jengkal diatas kepala Pandansuri. Panglima
Sampono dan kawan kawan sengaja menyerang bagian satu jengkal diatas
kepala sigadis karena mereka hendak memaksa gadis itu turun ketanah
kembali untuk kemudian diringkus hidup hidup! Pandansuri memang tak
ada jalan lain, terpaksa melayang turun kebawah. Tapi dia tidak bodoh
dan sudah maklum maksud ke empat lawannya. Maka begitu melayang turun
untuk kedua kalinya dia menebar pukulan Kuku Api yang dahsyat itu kearah
keempat lawannya! Kalau tadi Panglima Sampono melompat kebelakang untuk
menghindari pukulan maut yang membuat tanah berlobang besar dan hangus
itu, maka kini keempatnya melompat kemuka dan serentak dengan itu masing
masing mereka lalu melompat keatas. Datuk Nan Sabatang serta
Seberang Lor melancarkan dua buah totokan sedang Panglima Sampono dan
Lembu Ampel ulurkan sepasang tangan mereka untuk meringkus Pandansuri
hidup hidup! Pandansuri tidak menyangka kalau keempat lawan akan
berani menyelusup kemuka dibawah deru sinar serangannya. Pada saat
pukulan kuku api itu melanda tanah, membuat tanah terbongkar dan hangus
hitam maka dia lebih tak menduga lagi karena saat itu cepat sekali tahu
tahu keempat lawannya sudah berada dekat sekali disampingnya melancarkan
dua totokan dan dua serangan meringkus! Padahal posisinya saat itu
dalam keadaan yang tak menguntungkan! Sebagai seorang yang menerima
langsung pelajaran dari Raja Rencong tentu saja tingkat kepandaian
Pandansuri meski tak bisa disejajarkan dengan ayahnya tapi telah
mencapai tingkat tinggi. Tahu dirinya sudah kepepet namun gadis ini tak
kehilangan akal. mengelak mungkin kasip dan mungkin salah satu dari
serangan lawan akan berhasil juga bersarang ditubuhnya. Kalaupun dia
kena dihantam dia harus pula dapat balas menghantam sekurang-kurangnya
seorang dari keempat lawannya. Maka tak ayal lagi Pandansuri kembangkan
kedua telapak tangannya lalu tubuhnya berputar laksana titiran,
tangannya menyambar seperti baling baling dari angin laksana topan
menderu menerpa keempat tokoh silat! Itulah pukulan"selaksa palu godam"
‘yang dilancarkan dalam jurus yang bernama "titiran dewa menjulang
langit"! Panglima Sampono dan kawan kawan tiada menduga kalau sigadis akan balas menyerang kalap begitu rupa. Lembu
Ampel, Datuk Nan Sabatang dan Seberang Lor yang ragu ragu untuk
mengadakan bentrokan pukulan segera menarik pulang serangan mereka.
Sebaliknya Panglima Sampono yang merasa sudah kepalang tanggung lipat
gandakan tenaga dalamnya dan mem babat lengan Pandansuri! Bentrokan
lengan tak dapat dihindarkan lagi. "Buk"! Dua lengan beradu mengeluarkan suara keras. Panglima
Sampono merasa tangannya sakit bukan main dan tubuhnya terjajar
kebelakang sampai lima langkah. Sebaliknya Pandansuri mengeluh dalam
hati menahan sakit sedang tubuhnya mental sampai enam langkah! Kini
maklumlah Panglima Sampono dan kawan kawan. Tingkat tenaga dalam sigadis
nyatanya hanya sedikit saja berada dihawahnya! Karena ketiga orang
lainnya itu hanya satu tingkat saja lebih rendah tenaga dalamnya dari
Panglima Sampono maka ketiganya menjadi bernyali besar dan ber-sama sama
dengan sang panglima mereka kembali menggempur Pandansuri! Pertempuran
empat lawan satu berkecamuk dengan hebatnya. Berkali-kali Pandansuri
merobah jurus jurus ilmu silatnya. Setiap gerakannya cepat dan aneh
serta mempunyai lima sampai delapan pecahan yang hebat. Namun sampai
jurus keduapuluh tetap saja gadis ini tak dapat menguasai jalannya
pertempuran malah jurus demi jurus selanjutnya dia mulai terdesak. Hanya
kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya yang lebih tjnggi tingkatnya
dari keempat lawannya itulah yang menyelamatkan Pandansuri dari dilanda hantaman pukulan lawan! Namun
sampai berapa lamakah Pandan suri akan dapat bertahan? Sampai berapa
jurus dimuka dia bisa mengandalkan kegesitan dan ilmu meringankan
tubuhnya? Satu ketika, cepat atau lambat pasti salah satu lawannya kan
berhasil menghajarnya dan celaka lah dia! Pada jurus ketiga puluh
dua, qadis ini tak sanggup lagi bertahan. Dia segera terdesak total.
Sebelum kasip Pandansuri menggerakkan tangannya kepinggang Sesaat
kemudian mencurahlah sinar putih yang mendatangkan angin dingin
menggidikkan, membuat keempat tokoh silat tersuruk dan terkejut. Ketika memandang kedepan ternyata sigadis telah mencabut sebilah rencong perak. Saat
itu udara semakin mendung. Awam hitam tebal menutupi hampir seluruh
langit disekitar kaki bukit sedang angin bertiup makin besar. Hujan
rintik rintik telah mulai turun. "manusia manusia keparat! Batas
kesabaranku sudah lewat! Mulai detik ini jangan harap kalian bisa lolos
dari lobang jarum kematian!" Ucapan Pandansuri itu disusul oleh
gelegar guntur yang menggetarkan bumi! Dan dalam kejap itu maka turunlah
hujan yang bukan alang kepalang lebatnya! Didahului lengkingan yang tak
kalah hebatnya oleh suara guntur. Pandansuri melompat kemuka, menebar
empat serangan sekaligus dalam jurus yang dinamakan "empat ekor naga
menggempur sang surya"! Bagi Panglima Sampono dan kawan kawan, jurus yang bernama "empat ekor naga menggempur sang surya" itu tidak mengkhawatirkan mereka. Yang membuat mereka harus berhati-hati ialah senjata ditangan sigadis. Dari
sinar- dan hawa yang keluar dari rencong perak itu nyata bahwa senjata
itu adalah sebuah senjata mustika yang tak bisa dibuat main. Maka
Panglima Sampono segera keluarkan pula senjatanya yaitu sebuah tombak
pendek yang ujungnya bercagak dua. Datuk Nan Sabatang menghunus
sebilah keris berwarna biru. Seberang Lor mencabut pedang berkeluk
sedang Lembu Ampel meloloskan sebuah rantai berduri! Dibawah hujan
lebat yang sekali-sekali diseling oleh suara guntur dan sabungan kilat
maka kelima engkauorang itu bertempur dengan hebat! Panglima Sampono dan
kawan kawan meski serangan serangan mereka kelihatan hebat namun
keempatnya tidak berniat untuk mencelakai Pandansuri, sebaliknya
mendesak sampai akhirnya mereka punya kesempatan untuk meringkus si
gadis hidup hidup! Dilain pihak Pandansuri yang diam diam mengetahui
maksud lawan lawannya itu dan yang tadi bertempur dengan segala
kehebatannya yang ada maka kini semakin memperderas serangannya hingga
cukup menyukarkan juga bagi Panglima Sampono dan kawan kawan untuk
melaksanakan niat mereka. Tapi itu tidak berjalan lama. Setelah
berulang kali dibawah hujan lebat itu terjadi bentrokan senjata maka
dalam satu gerakan yang gesit lihay Panglima Sampono berhasil
menyusupkan tombak bercagaknya kebadan rencong yang ditangan Pandansuri.
Gadis ini cepat cepat menarik tangannya tapi terlambat. Cagak dari
tombak besi ditangan Panglima Sampono berputar lebih cepat dan
terlepaslah rencong perak itu dari tangan Pandansuri. Panglima Sampono menyabut senjata itu dengan tangan kiri! Penuh
kalap Pandansuri menyentikkan lima jari tangannya ke arah Panglima
Sampono, melancarkan pukulan kuku api! Tapi dari samping menabas pedang
berkeluk Seberang Lor. Mau tak mau anak Raja Rencong Dari Utara itu
batalkan serangannya kecuali kalau dia, mau kehilangan lima jari tangan
kanannya itu! "Sebaiknya kau menyerah saja!" kata Seberang Lor "Niscaya kami akan perlakukan kau secara baik baik!" "Keparat!
Lebih baik mampus dari pada menyerah!" bentak Pandansuri! Dia melompat
kearah sebatang cabang sebesar lengan yang panjangnya kurang dari satu
meter dan terus menyerbu Panglima Sampono dan kawan kawannya. Dengan
cabang pohon yang penuh dengan ranting ranting itu, Pandansuri menyerang
dalam jurus "raja naga mengamuk"! "Dara tolol!" gerutu Panglima
Sampono. Dia memberi isyarat pada ketiga kawan kawannya dan serentak
keempat orang itu menyerbu kembali. Dan dibawah hujan lebih itu
dilanjutkanlah pertempuran empat lawan satu yang hebat itu. Pada waktu
langit disekitar bukit tertutup awan gelap dan udara menjadi mendung,
dikaki bukit sebelah timur seorang, pemuda berjalan seenaknya. Tampaknya
dia cuma lenggang kangkung biasa saja namun luar biasa dalam tempo yang
singkat dia sudah meninggalkan kaki bukit sebelah timur itu dan
mencapai sebuah jalan buruk. Angin bertiup keras melambai-lambaikan
pakaian putih serta rambutnya yang gondrong. Mendongak keatas langit
pemuda itu berkata dalam hati : "Celaka! Kalau hujan turun aku bisa basah kuyup!". Sambil "berjalan" cepat itu dia memandang kian kemari mencari-cari tempat yang baik untuk kelak berteduh bila hujan turun. Lapat2
jauh dimuka sana telinganya yang tajam mendengar suara ringkikan kuda.
Cuma ringkikan kuda, pikir pemuda ini dan dia terus juga lenggang
kangkung seenaknya, debu dan pasir jalanan beterbangan dibelakangnya.
Semakin jauh menempuh jalan itu telinganya kembali menangkap suara
didepan sana. Kali ini bukan suara ringkikan kuda lagi tapi suara
bentakan bentakan. Sipemuda mempercepat "jalannya". Hampir sepeminum
teh jelas sudah baginya bahwa ditempat atau diarah yang ditujunya itu
tengah terjadi pertempuran karena telinganya menangkap suara beradunya
senjata. Ketika dia sampai dekat sebuah tikungan tajam meskipun dia
sudah menduga tadi bahwa disitu terjadi pertempuran, tapi adalah tidak
disangkanya sama sekali kalau yang bertempur itu adalah seorang
perempuan berpakaian dan berkerudung ungu melawan empat orang laki laki! Melihat
kepada potongan tubuh serta kegesitannya sipemuda segera bisa
memastikan bahwa perempuan itu masih muda. Meski muda tapi dengan
gerakannya yang gesit serta ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi
sigadis masih dapat mengimbangi serangan keempat lawannya! Gadis
berpakaian ungu itu memegang sebilah rencong perak sedang lawan lawannya
yang mengeroyok bersenjatakan tombak pendek bercagak dua, pedang, keris
dan rantai berduri. Sewaktu melihat pertempuan ini yang bukan saja
tidak seimbang tapi juga karena empat laki laki melawan seorang dara
muda, maka memakilah sipemuda berambut gondrong. Hati kesatrianya
bergejolak untuk segera turun tangan membantu sigadis. Namun setelah
memperhatikan sejenak dan melihat kenyataan bahwa gadis berkerudung ungu
itu dengan rencong mustikanya dapat mengimbangi kehebatan ilmu silat
empat orang lawannya yang tangguh itu, maka sipemuda membatalkan niatnya
dan melompat kesebuah tebing untuk menikmati jalannya pertempuran yang
seru itu! Jurus demi jurus berlalu penuh ketegangan. Si pemuda rambut
gondrong diatas tebing melihat bagaimana dara berbaju ungu mulai
terdesak oleh tekanan tekanan serangan keempat lawannya. Sementara itu
hujan rintik2 mulai turun dan kemudian berganti dengan hujan lebat.
Kilat sambar menyambar sedang guntur gelegar-menggelegar! Sipemuda
diatas tebing kalau tadi dia cemas akan kehujanan kali ini sama sekali
tidak memperdulikan hujan yang mengguyurnya hingga basah kuyup dari
rambut sampai ke kepala! Si pemuda mengatupkan mulutnya rapat rapat
ketika dalam satu jurus yang berkecamuk hebat salah seorang pengeroyok
yaitu yang bersenjatakan tombak besi pendek bercagak dua berhasil
menjepit dan memutar senjata sigadis hingga rencong perak itu terlepas
mental dan dirampas! Sigadis agaknya marah sekali melihat senjatanya
berhasil dirampas lawan lalu menjentikkan kelima jarinya kemuka. Lima
sinar merah kekuningan menderu. Tapi sang dara terpaksa menarik pulang tangannya karena salah seorang lawan menebas dengan pedang! "Ilmu pukulan gadis itu kelihatannya hebat sekali!" berkata sipemuda diatas tebing dalam hatinya. Dibawahnya
sementara itu terdengar suara bentakan salah seorang
pengeroyok:"Sebaiknya kau menyerah saja! Niscaya kami akan memperlakukan
kau secara baik baik!" Sigadis terdengar memaki lalu laksana seekor
burung walet melompat keudara, mematahkan sebuah cabang pohon dan
melayang turun kembali menyerbu keempat lawannya! "Gadis hebat!" kata pemuda diatas tebing. "Nyali besar, kepandaian tinggi sayang parasnya ditutup!" Dibawah
hujan lebat itu pertempuran berkeamuk kembali. Namun bagaimanapun
hebatnya sigadis memainkan cabang pohon itu sebagai senjatanya, lambat
laun, jurus demi jurus cabang kayu itupun gundul daunnya dan semakin
pendek akibat tebasan tebasan senjata keempat lawannyal Disatu gebrakan
yang tegang, laki laki yang memegang rantai berduri berhasil
menghancurkan cabang pohon ditangan sigadis hingga untuk kedua kalinya
kini sang dara bertangan kosong! "Apakah kau masih belum mau menyerah
cara baik baik?!" sipemuda diatas tebing mendengar laki laki yang
bersenjatakan tombak pendek bertanya pada sigadis. "Lebih baik mampus
dari menyerah pada tikus tikus macam kalian!" semprot sigadis lalu
menggerakkan kedua tangannya. Sepuluh larik sinar merah kekuningan
menderu dibawah lebatnya hujan! Keempat pengeroyok melompat mundur lalu
secepat kilat menyerbu kembali! Dan kali ini sang gadis tak punya daya
lagi untuk bertahan! Dalam satu jurus yang penuh ketegangan kaki sang
dara terpeleset. Tubuhnya terbanting kekiri! Pemuda rambut gondrong
diatas tebing memencongkan hidungnya lalu garuk garuk kepala. Laksana
anak panah lepas dari busurnya dia melesat turun. Suara bentakannya
mengalahkan deru hujan lebat:"Manusia manusia edan! Masakan beraninya
mengeroyok seorang perempuan! sungguh tidak bermalu!" Keempat orang
itu terkejut. Belum habis kejut mereka tahu tahu satu gelombang angin
menerpa dan tubuh mereka terbanting kebelakang sampai lima enam langkah!
Gadis baju ungu tak menyia-nyiakan kesempatan segera melompat keluar
dari kalangan pertempuran!
MARAH KEEMPAT ORANG ITU BUKAN alang kepalang. "Pemuda lancang!" maki Sebrang Lor. "Ada urusan apa kau berani mencampuri persoalan orang lain?!" Sipemuda
garuk garuk kepalanya yang basah kuyup dan menjawab sambil senyum2
seenaknya :"Empat orang laki laki bersenjata mengeroyok seorang
perempuan bertangan kosong, apakah itu bukan satu hal yang memalukan?!" "Apakah itu menjadi hakmu untuk ikut campur?!" "Lantas hak apakah yang membuat kalian melakukan pengeroyokkan?!" balas bertanya sipemuda. Saking
marahnya Sebrang Lor hendak buka suara mengatakan sesuatu tapi Panglima
Sampono memberi isyarat. Panglima Sampono kemudian berkata dengan nada
tenang :"Orang muda, barangkali kau ada hubungan apa apa dengan gadis
ini?!". Sipemuda menggeleng. "Aku menolongnya karena tidak suka
melihat tindakan kalian yang terlalu pengecut! Yang sama sekali tidak
memegang aturan dunia persilatan!" Panglima Sampono tersenyum. "Kuhargai hati satriamu, kuhormati nyali jantanmu. Tapi apakah kau tahu siapa gerangan adanya gadis ini?!" ujar Panglima Sampono. Sipemuda
rambut gondrong angkat bahu. Panglima Sampono hendak berkata tapi dari
samping datang sambaran sinar merah kekuningan yang sekaligus juga
menyerang pada ketiga kawan kawannya. Dilain kejap terdengar suara dara
baju ungu. "Begundal begundal keparat! Aku dan ayahku pasti akan
datang mencari kalian! Kalau bertemu jangan harap kalian bakal hidup
lebih lama!". Sigadis kemudian melompat keatas kuda coklat. "Betina sialan! Kau kira bisa lari dari sini?!" teriak
Sebrang Lor marah sekali. Dia melompat dan kiblatkan pedang
berkeluknya. Pandansuri untuk kesekian kalinya melepaskan pukulan kuku
api membuat tokoh silat dari tanah Malaka itu terpaksa menghindar
kesamping. Dan sebelum yang lain lainnya bisa turun tangan, Pandansuri
telah melesat pergi bersama kudanya! Dengan sendirinya kemarahan
total kini tertuju pada pemuda tadi! Panglima Sampono yang sebelumnya
masih berlaku lunak kini membentak garang :"Pemuda sedeng! Kalau tidak
karena kau gadis itu pasti tak akan lolos!". Sang panglima menutup
kata2nya dengan melemparkan rencong perak milik Pandansuri dengan tangan
kirinya. Lemparan itu bukan lemparan sembarangan! Senjata itu sampai
mengeluarkan suara mendesing saking kencang dan kerasnya daya lemparan! Dua
jengkal dari ujung rencong akan mendarat dikeningnya, Tiba tiba
sipemuda menggerakkan tangan kanan dan tahu tahu rencong perak itu sudah
dijepit di antara jari tengah dan jari telunjuknya! Kejut Panglima
Sampono dan kawan kawan bukan alang kepalang! Kepandaian menjepit senjata yang dilemparkannya selihay itu bukan kepandaian sembarangan! "Orang
muda berilmu tinggi!" kata Panglima Sampono pula. "Pameran yang kau
lakukan tadi cukup menarik! Biarlah aku main main sebentar dengan kau!".
Sipemuda tertawa tawar. "Apakah kau akan maju berempat dengan kawan kawanmu itu?!". Merahlah
paras Panglima Sampono. Meski maklum betapa lihaynya pemuda itu, lebih
lihay dari Pandansuri tapi untuk tidak kehilangan muka dia menjawab :
"Untuk meringkus tikus sombong macammu ini mengapa musti minta bantuan
kawan kawan ku?!" Ucapannya itu ditutup dengan satu tusukan kilat tombak
bercagak dua kearah tenggorokan sipemuda! Dengan gesit pemuda itu
mengelak kesamping lalu memukul kemuka dari jarak tiga langkah! Panglima
Sampono terkejut sekali sewaktu begitu mengelak begitu tamannya talas
menyarang. Angin pukulan tawan terata keras laksana sebuah batu besar
yang dilemparkan kearahnyal Itulah ilmu pukulan "Kunyuk melempar buah.
Dan pendekar muda mana lagi yang memiliki pukulan itu kalau bukan Wiro
Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Seni 212 ! Dengan amat penasaran
Panglima Sampono membentak keras lalu kembali menyerang dengan jurus
jurus silatnya yang hebat dan mengandung tipu tipu berbahaya! Tubuh Wiro
Sableng yang berkelebat terkurung oleh gulungan sinar senjata ditangan
sang panglima. Lima jurus berlalu tanpa Panglima Sampono bisa berbuat
sesuatu apapun! Memasuki jurus kesepuluh. Datuk Nan Sabatang, Lembu
Ampel dan Sebrang Lor tak dapat tinggal diam lebih lama. .Ketiganya
segera menyerbu kedalam kalangan pertempuran membantu Panglima Sampono!
Namun sebelum ketiga orang itu turun tangan melancarkan serangan.
Pendekar 212 Wiro Sableng dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya
yang telah mencapai tingkat tinggi melompat ke atas, sekejap kemudian
telah berdiri dicabang pohon yang ada ditepi jalan! "Sebelum meneruskan pertempuran brengsek ini mari kita bicara baik baik dulu sobat sobat!" kata Wiro dari atas pohon. "Pemuda
lancang! Sesudah kau meloloskan perempuan itu kini kau hendak bicara
baik baik?! Makan ini!" damprat Sebrang Lor. Tangan kanannya dihantamkan
keatas. Selarik angin dahsyat menyambar."Kraak"! Cabang pohon dimana
Pendekar 212 berdiri patah pemuda itu sendiri sudah pindah meloncat ke
cabang yang lain! Dengan sendirinya Sebrang Lor dan kawan kawannya
tambah penasaran! Serentak mereka sama sama menghantamkan tangan keatas!
Terdengar suara berisik! Beberapa cabang pohon patah dan ranting
ranting serta daun daun berhamburan kian kemari! Wiro memaki dalam hati,
dan melompat ke tebing ditikungan jalan. Jarak antara pohon dan
tikungan jalan hampir mencapai sepuluh tombak Tentu saja lompatan yang
dibuat Wiro membikin kagum keempat orang yang berada dibawahnya Namun
kekaguman itu segera sirna oleh rasa marah yang menggejolak! Tanpa
tunggu lebih lama Panglima Sampono segera melompat keatas tebing diikuti
oleh ketiga kawan kawannya. Diatas tebing Pendekar 212 pintangkan kedua
telapak tangan dan memukul ke bawah. Keempat orang yang telah
melayang keatas tebing amat terkejut ketika mendapatkan diri mereka
merasa ditekan dari atas oleh satu tekanan dahsyat Bagaimanapun mereka
kerahkan tenaga dalam tetap saja tubuh mereka tak bisa melesat keatas
Keempat nya terkatung-katung beberapa ketika lamanya. "Kurang ajar!
Dia lihay sekali!" gerutu Sebrang Lor. Tokoh silat dari tanah Malaka ini
memberi isyarat pada kawan kawannya. Tiba tiba keempatnya sama
membentak keras dan sama menghantamkan kedua tangan masing masing kearah
Pendekar 212. Delapan gelombang angin menderu laksana topan prahara!
Empat buah serangan yang luar biasa dan bukan alang kepalang hebatnya! Diatas tebing Wiro Sableng kerahkan seluruh tenaga dalamnya ketangan dan memukul kebawah! Bagaimana
hebatnya gelegar guntur, hampir seperti Itu pulalah hebatnya benturan
delapan angin pukulan dengan dua gelombang pukulan dinding angin
berhembus tindih menindih yang dilepaskan Wiro Sableng! Sebrang Lor, Datuk Nan Sabatang, Panglima Sampono dan Lembu Ampel berpelantingan kebawah. Untung
saja mereka sudah memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi serta
tenaga dalam yang sempurna hingga tidak mendapat celaka dan tak sampai
jatuh tunggang langgang bergedebukan ditanah! Sebaliknya diatas tebing Wiro Sableng merasakan pula hebatnya serangan keempat tokoh tokoh silat itu. Tubuhnya
terdorong keras lalu terhuyung-huyung lima langkah kebelakang. Tidak
sampai disitu Tiba tiba lututnya terasa goyah dan ujung tebing yang
dipijaknya hancur berantakan. Tubuhnya mencelat sampai dua tombak dari
atas tebing! "Gendeng betul!" gerutu Wiro Sableng dalam hati Setelah
memeriksa dan mengetahui tubuhnya dibagian dalam maupun bagian luar tak
ada yang terluka maka Pendekar ini bersuit nyaring. Tubuhnya melayang
kebawah berkelebat dan lenyap dari pemandangan Panglima Sampono dan
kawan kawan. Dilain kejap terdengar dua keluhan tertahan! Sebrang
Lor dan Lembu Ampel merasakan tubuh mereka kejang kaku tak bisa
bergerak. Betapapun mereka mengerahkan tenaga dalam namun tak sanggup
membuka jalan darah yang telah ditotok oleh Pendekar 212 Wiro Sableng.
Kedua tokoh silat ini memaki habis habisan! Wiro Sableng malah tertawa cenqar cengir. "Pemuda
kurang ajar!" teriak Panglima Sampono marah sekali, "tadi aku cuma
berniat untuk meringkusmu hidup hidup! Tapi mulai detik ini terpaksa
kepalamu kupecahkan!" Habis berkata begitu Panglima Sampono
memukulkan tangan kiri ke depan lalu menyusul serangan ini dengan satu
tusukan tajam tombak bercagak dua yang saat itu sudah berada kembali
dalam tangan kanannya! Dikejap yang sama Datuk Nan Sabatang menggembor
dan berkelebat kirimkan serangan dari samping kiri dengan keris birunya! Wiro Sableng ingat pada rencong perak milik gadis baju ungu yang tadi diselipkan dipinggang. Segera pendekar ini mencabut senjata itu. Maka :"Traang trang"! Terdengar
dua kali berturut-turut suara beradu nya senjata. Bunga api memercik!
Datuk Nan Saba tang dan Panglima Sampono terkejut besar, dengan muka
pucat sama sama melompat kebelakang dan memar dang dengan mata membeliak
pada tangan kanan mereka yang kini kosong karena tangkisan Wiro Sableng
tadi telah memukul lepas senjata masing masing! Jelas bahwa pemuda
berambut gondrong itu memiliki tenaga dalam yang luar biasa tingginya
dan bukan tandingan mereka! Namun sebagai tokoh tokoh silat yang sudah
mendapat nama besar dan memegang teguh jiwa kesatria, mana mereka mau
menyerah begitu saja?! Lebih baik mati dari pada menerima hinaan
demikian rupa. Apalagi ketika melihat bagaimana Wjro Sableng tertawa
gelak gelak dan mengejek! Dengan tangan kosong Datuk Nan Sabatang
serta Panglima Sampono memasuki kalangan pertempuran kembali! Serangan
mereka hebat sekali hingga air hujan yang bergenangan dilobang-lobang
jalanan muncrat berhamburan! "Sobat sobat! Kalian keliwat menurutkan darah kemarahan!" seru Wiro. "Orang mau ajak bicara baik baik malah menyerang terus terusan!" "Tutup mulutmu pemuda keparat!" bentak Datuk Nan Sabatang. "Jaga batok kepalamu!’, teriak Panglima Sampono. Tinjunya menderu kekepala Pendekar 212. Lalu terdengarlah suara keluhan! Tubuh
Panglima Sampono terbanting kesamping sewaktu angin dahsyat menyambar
dadanya. Selagi dia berusaha mengimbangi tubuh tahu tahu satu totokan
mendarat dibahunya dekat leher dan kejap itu juga sang panglima berdiri
dengan kaki mengangkang ditanah tanpa bisa bergerak sedikitpun! Datuk
Nan Sabatang juga bernasib sial. Baru saja serangannya bergerak
setengah jalan tahu tahu jari lawan sudah menyelusup dibawah ketiaknya! "Kurang ajar!" maki Datuk Nan Sabatang. Tangan
kirinya memukul kemuka. Tapi tak ada artinya karena totokan yang
dijatuhkan Wiro tadi telah membuat sebagian tubuhnya sebelah kanan
menjadi kaku. Lucu sekali keadaan Datuk ini. Tangan kirinya mencak
mencak dan kaki kiri dibanting-bantingkan ketanah sedang mulut
memaki-maki habis habisan tapi seluruh tubuhnya bagian kanan tak dapat
digerakkan sama sekali, laksana menjadi batu! "Sekarang mungkin kita
bisa bicara baik baik", kata Wiro sambil tertawa dan memasukkan rencong
perak kebalik pinggang pakaiannya. Setelah menyapu paras keempat orang
itu satu demi satu dengan sepasang matanya maka Wiro melangkah kehadapan
Panglima Sampono dan berkata : "Bapak, tadi kau bertanya apakah aku
tahu siapa adanya perempuan berkerudung itu … . ". Panglima Sampono diam saja. Hatinya kesal bukan main dan dadanya bergejolak menahan amarah. Kalau saja tubuhnya tidak ditotok pasti pemuda itu sudah diserangnya kembali! Sebaliknya sambil masih tertawa-tawa Wiro berkata : "Aku memang tidak tahu siapa dia adanya …" "Kalau tidak kenal mengapa kau ikut campur urusan orang?! Gadis itu lolos karena kelancanganmu pemuda sialan!" Wiro Sableng senyum senyum saja dimaki pemuda sialan. "Meski
aku tidak tahu siapa dia, tapi melihat kalian mengeroyoknya tentu saja
aku tak bisa berdiam diri. Apalagi dia bertangan kosong sedang kalian
berempat pakai senjata, mendesak gadis itu! Bukankah sayang sekali kalau
gadis itu terpaksa mati muda?!" Hampir saja Panglima Sampono hendak
meludahi muka pemuda itu saking gemasnya. Dibukanya mulutnya :"Memang
hati satriamu hendak menolong gadis itu patut dihargakan! Tadinya kukira
dia gendakmu hingga kau begitu kesusu turun tangan tanpa menyelidik
lebih dulu! Sekarang dia telah lolos. Dunia persilatan akan sukar untuk
diselamatkan!" Wiro Sableng kerenyitkan kening. "Harap kau suka menerangkan siapa adanya gadis itu!" kata Wiro pula. Panglima Sampono mendengus. "Kalau kau mau tahu, gadis itu adalah Pandansuri! Anak Raja Rencong Dari Utara!" Sepasang mata Pendekar 212 terpentang lebar dan memandang pada keempat orang dihadapannya itu satu persatu. "Anak gadisnya Raja Rencong Dari Utara?" desis
Wiro seraya garuk garuk rambutnya yang basah kuyup oleh air hujan yang
sampai saat itu masih juga turun meskipun tidak selebat semula. "Aku
sendiri sebenarnya memang tengah mencari-cari si Raja Rencong itu!" Keempat tokoh silat sama sama mendengus. Pemuda edan! Kami muak melihat lagakmu! Lekas lepaskan totokan kami dan berlalu dari sini!" Yang
bicara adalah Sebrang Lor, Wiro memandang pada Sebrang Lor sejenak
sambil berpikir pikir. Kemudian katanya : "Memang aku turun tangan
keliwat kesusu. Tidak menyelidik lebih dulu! Kalau saja aku tahu bahwa
gadis itu adalah anaknya Raja Rencong Dari Utara aku akan membantu
kalian meringkusnya hidup hidup ". "Tak perlu bicara ngelantur!" tukas Sebrang Lor gemas. "Semuanya sudah kasip! Gadis itu sudah lolos! Kau telah menghancurkan rencana yang kami susun selama satu bulan! Benar benar kau kurang ajar dan sialan sekali!". "Dengar",
kata Wiro, "kalau aku bertemu gadis itu aku akan tawan dia dan
menyerahkan pada kalian. Tapi katakan dulu apa rencana kalian"Kau tak
ada sangkut paut dengan kami! Karenanya tak perlu bertanya!" sahut
Panglima Sampono. "Kalau begitu baiklah! Kuharap saja kalian bisa melupakan kelancanganku tadi ". Wiro membalikkan badannya hendak pergi. "Hai tunggu dulu! Lepaskan dulu totokan kami!" teriak Sebrang Lor dan Lembu Ampel hampir bersamaan. Wiro tertawa. "Sebenarnya
aku memang bermaksud hendak melepaskan totokan di tubuh kalian! Tapi
karena kalian memakiku terus-terusan seenaknya, biarlah kalian jadi
patung-patung hidup sampai beberapa jam di muka!". "Keparat!" "Setan Alas!" “..bedebah!" "Edan kau!" Begitulah
maki-makian yang dilontarkan keempat orang itu. Wiro tertawa
gelak-gelak. Sekali dia berkelebat, tubuhnya sudah melesat sejauh
sepuluh tombak. Di bawah hujan rintik-rintik akhirnya Pendekar 212
lenyap dari pemandangan keempat orang itu.
* * *
KEDAI NASI ITU ADALAH KEDAI NASI yang paling besar di seluruh daerah selatan. Sebenarnya
kurang pantas kalau disebut kedai nasi; lebih tepat agaknya jika
dikatakan rumah makan. Karena di samping besar, juga rumah makan itu
terkenal kemana-mana. Pemiliknya seorang laki-laki berbadan gemuk pendek
persis macam babi buntak. Kata setengah orang konon kabarnya pemilik
kedai yang bernama Dang Lariku itu ada memasukkan sejenis bumbu ke dalam
masakannya hingga apa saja yang dijualnya di rumah makan itu terasa
enak sekali. Bumbu apa yang dimaksudkan Dang Lariku itu tak seorangpun
yang mengetahuinya. Tentu saja Dang Lariku sendiri merahasiakannya agar tidak ditiru oleh lain orang. Saat
itu hari sudah petang, matahari hampir tenggelam. Sore berebut dengan
senja. Keadaan di rumah makan Dang Lariku agak sepi. Hanya ada satu dua
orang yang duduk bercengkrama sambil menikmati kopi pahit. Dang
Lariku baru saja menyalakan sebuah lampu besar di ruangan tengah rumah
makan sewaktu didengarnya suara derap kaki kuda yang kemudian berhenti
tepat di hadapan rumah makannya. Dang lariku merasa gembira. Karena
suara derap kaki kuda yang berhenti di depan rumah makannya Itu berarti
datangnya seorang tamu dan berarti uang dalam kasnya akan bertambah pula
Dia memandang ke pintu dan tersenyum hendak Menyambut tamunya! Namun
begitu sang tamu masuk maka berubahlah paras Dang Lariku dari jembira
menjadi pucat seperti kertas! Tamu yang engkaumasuk seorang perempuan
berpakaian ungu. Parasnya tak bisa dilihat karena tertutup dengan
kerudung biru! gerakannya melangkah menggetarkan lantai rumah makan!
Beberapa orang yang tengah asyik mengisi perutnya dalam rumah makan
segera berdiri dan dengan ketaKutan cepat-cepat angkat kaki lewat pintu
belakang! Siapakah sesungguhnya tamu yang datang ini? Tentu pembaca sudah dapat menduga. Dia bukan lain Pandansuri, anak Raja Rencong Dari Utara. Dan siapakah di daerah selatan yang tidak kenal dengan gadis itu?! Pandansuri sudah terkenal kekejamannya! Menghajar
seseorang yang terlalu berani memandang kepadanya sampai setengah mati
bukan apa-apa bagi gadis itu! Membunuh orang-orang yang berlaku kurang
ajar sudah menjadi kebiasaannya! Bahkan belakangan ini dia laksana seekor harimau lapar yang sengaja mencari mangsanya! Meski
hatinya kecut berdebar dan parasnya sepucat kertas namun dengan semanis
dan seramah mungkin Dang Lariku menyabut tamunya, mempersilahkan duduk
lalu berteriak pada pelayan agar segera menyediakan hidangan yang paling
lezat serta tuak yang paling harum! Sementara itu Pandansuri duduk di
sudut rumah makan, memandang berkeliling dan tersenyum kecil sewaktu
menyaksikan bagaimana rumah makan itu menjadi sunyi akibat
kedatangannya! Tak lama kemudian Dang Lariku sendiri yang muncul
membawakan hidangan dan minuman ke meja Pandansuri. Seorang pelayan
membawakan sepiring besar buah-buahan. "Sungguh satu kehormatan besar
lagi bagiku karena puteri Raja Rencong Dari Utara kembali berkenan
mampir di rumah makanku yang buruk ini ", kata Dang Lariku pula. Pandansuri
tak menjawab. Diputarnya kerudung mukanya sedikit hingga mulutnya bisa
menyantap hidangan dengan leluasa. Gadis ini baru menghabiskan setengah
bagian dari hidangannya sewaktu sebuah kereta berhenti dan tak lama
kemudian dua orang pemuda memasuki rumah makan. Melihat kepada
pakaiannya yang serba bagus dapat diduga bahwa kedua pemuda ini adalah
anak bangsawan. Sedang melihat kepada paras masing-masing jelas mereka bersaudara, adik dan kakak. Karena
dalam rumah makan itu hanya Pandan suri yang ada maka dengan sendirinya
gadis ini menjadi perhatian kedua pemuda. Sambil mencari tempat duduk,
mereka tiada berhenti memandang Pandansuri. "Aneh", kata pemuda yang
seorang. Namanya djebat Seloka. "Baru kali ini kulihat ada orang
berkerudung begini. Bahkan tengah makanpun dia tak mau membuka kain
penutup wajahnya itu ". "Bukan aneh ‘, menyahuti pemuda yang seorang
Namanya Gandra Seloka dan dia adalah adik Djebat Seloka. "Bukan aneh",
mengulang lagi Gandra Seloka,"tapi lucu!". Kedua pemuda itu
tertawa-tawa. Dang Lariku yang sudah berada di dekat meja kedua
bangsawan menjadi cemas sekali! Siapa yang berani mengganggu apalagi
menghina pasti akan dihajar babak belur bahkan tidak jarang dibunuh Oleh
Pandansuri. tapi agaknya si gadis kali ini tidak mengambil perduli.
Mungkin juga tidak mendengar ucapan-ucapan kedua orang itu karena dia
terus taja menyantap makanannya. "Mungkin juga dia bangsa perampok",
berkata lagi Djebat Seloka. kawannya tertawa. "Kurasa kurang tepat!" dia
menyahuti. "Kalau perampok seperti ini tentu semua orang akan mau
menyerahkan barang-barangnya, bahkan dirinya sekaligus!". Kembali
kedua pemuda bangsawan itu tertawa gelak-gelak Tawa mereka masih belum
berakhir tibatiba gadis berkerudung menggebrak meja dan tahutahu dua
buah piring melesat ke arah kepala Gandra dan Djebat Seloka! Kedua pemuda ini kaget bukan main! Dengan cepat mereka melesat dari kursi masing-masing! dua
buah piring menghantam dinding rumah makan hingga pecah berantakan
sedang isinya berhamburan di lantai! Dang Lariku meramkan mata melihat
hancurnya kedua piring itu. Dan dia tahu bahwa sebentar lagi bukan hanya
kedua buah piring itu saja yang menjadi kerugian baginya! "Bagus!
Kalian tikus-tikus busuk rupanya punya ilmu juga huh?!" bentak
Pandansuri. Dia sudah berdiri di depan meja dengan kedua tangan di
pinggang sedang matanya menyorot penuh amarah! "Saudari kau galak sekali!" kata Gandra Seloka dan kembali dia mulai cengar cengir. Saudaranya menimpali. "Bukalah kerudungmu itu agar kami bisa melihat, betapa cantiknya paras mu kalau sedang marah!". "Keparat!
Kalian minta mampus!" bentak Pandansuri. Kursi di depannya ditendang
hingga hancur berantakan dan hancuran kursi itu melesat ke arah dua
bersaudara Seloka. Tapi lagi-lagi keduanya bisa mengelak! Ini membuat
Pandansuri semakin meluap amarahnya. "Anjing anjing bermuka manusia! Kalian tahu dengan siapa berhadapan? Aku Pandansuri anak Raja Rencong Dari Utara!" Kini
rasa terkejut kedua pemuda itu bukan rasa terkejut main-main lagi.
Lutut mereka menggigil sedang mata mereka membeliak, mulut menganga. Meski
mereka menguasai ilmu silat yang dapat diandalkan, tapi berhadapan
dengan anak Raja Rencong Dari Utara benar-benar mereka tidak punya
nyali, bukan tandingan mereka!. "Celaka kakak", bisik Djebat Seloka, "baiknya kita segera saja angkat kaki dari sini!" Gandra Seloka menganggukkan kepala. Lalu . kedua pemuda ini cepat melompat ke pintu. "Bedebah, mau kabur kemana?!" teriak Pandansuri. Tubuhnya
berkelebat dan tahu-tahu dia sudah menghadang di ambang pintu! Kedua
pemuda laksana kain kafan pucat paras mereka. Djebat seloka bicara
tergagau-gagau: "Saudarai ha… harap kau mau mememaafkan. Ka… kami tidak mengira kalau kau.. .. adalah anaknya Raja Rencong . .. !". Di balik kerudungnya Pandansuri mendengus. Dia
melompat ke muka. Kedua tangan terpentang lebar dan tahu-tahu kedua
pemuda bangsawan itu merasakan rambut mereka diiambak lalu: praak! Kedua
kepala pemuda bersaudara itu diadu satu sama lain oleh Pandansuri,
hingga mengeluarkan suara keras! Batok kepala Djebat dan Gandra Seloka
pecah. Darah dan otak bermuncratan. "Itu hadiah yang paling bagus buat kalian" Kata Pandansuri seraya melepaskan jambakannya. Tubuh Djebat dan Gandra Seloka melingkar di Lantai. Dang
Lariku si pemilik rumah makan ketika menyaksikan bagaimana kepala kedua
pemuda itu pecah lantas saja roboh pingsan! Para pelayan tak ada
seorangpun yang berani menjengukkan muka! Seperti tak ada kejadian apa-apa Pandansuri kembali ke mejanya lalu berteriak memanggil pelayan. Pelayan datang dengan tubuh menggigil mukapucat. "Hidangkan makanan baru buatku!" kata Pandansuri. "Ba …. baik yang mulya kata pelayan. Sesaat kemudian Pandansuri sudah duduk pula menyantap hidangannya. Belum
lagi waktu berjalan sampai lima menit tiba-tiba di luar terdengar derap
kaki kuda banyak sekali dan suara seseorang memberi aba-aba berhenti. Pandansuri
tidak mengambil perduli suara berisik di luar rumah makan. Juga tidak
menoleh ketika seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, berkumis
melintang serta membawa sepasang pedang di pinggang, diiringi oleh lima
orang yang juga rata-rata berbadan tegap memasuki rumah makan! "Hai!" Keenam
orang itu sama-sama mengeluarkan seruan dan menghentikan langkah
diambang pintu sewaktu mata mereka membentur dua sosok tubuh yang
menggeletak di lantai rumah makan dengan kepala-kepala pecah! "Apa
yang terjadi di sini?!" ujar laki-laki paling depan lalu dia memandang
seputar ruangan dan sewaktu matanya melihat Pandansuri yang duduk di
sudut kanan enak-enak menyantap hidangan kembali laki-laki ini berseru
terkejut: "Hai! Dia adalah anaknya Raja Rancong! Musuh besar yang kita
cari-cari! Kurung seluruh rumah makan ini!". Kelima orang di samping
laki-laki itu segera memencar dan memberikan perintah beruntun hingga
dalam sekejap saja seluruh rumah makan itu telah dikurung lebih oleh dua
puluh orang. Siapakah laki-laki berkumis melintang serta
pengiring-pengiringnya itu? Dia adalah Dipa Warsyah seorang perwira
tinggi balatentara Kesultanan Deli, yang tengah menjalankan tugas Sultan
Deli yaitu mencari dan menangkap Raja Rencong Dari Utara baik hidup
atau mati! Karena Raja Rencong sudah dikenal kehebatan dan kesaktiannya,
meskipun Dipa Warsyah bukan seorang yang berkepandaian rendah namun
perwira ini tidak mau ambil risiko. Dalam menjalankan tugas Sultan
itu maka Dipawarsyah membawa serta lima orang tangan kanannya dan dua
puluh orang prajurit-prajurit yang terlatih baik! Mendengar seruan
Dipa Warsyah tadi, Pandansuri berpaling sebentar lalu meneruskan
makannya dengan sikap yang kelihatannya tetap acuh tak acuh, tapi
diam-diam gadis ini mempertinggi kewaspadaannya karena dia tahu siapa
adanya orang-orang itu! Melihat sikap ei gadis demikian rupa, sang perwira merasa dongkol dan dianggap sepele. "Anak Raja Rencong! Kau berhadapan dengan perwira Kesultanan Deli…!". Sebelum
Dipa Warsyah meneruskan bicaranya, Pandansuri sudah berpaling dan
memotong: "Apa urusanmu, perwira? Apa mau mengemis ketika orang sedang
makan? Hanya pengemis-pengemislah yang suka mengusik orang makan!" Merahlah paras Dipa Warsyah. Dia berpaling pada kelima bawahannya yang berkepandaian tinggi dan memerintah: "Atas nama Sultan Deli tangkap gadis itu!". Kelima orang yang diperintah segera bergerak. "Tunggu
dulu!" seru Pandansuri dengan suara keras dan sambil mencampakkan
tulang ayam yang di tangan kanannya ke lantai papan hingga tulang ayam
itu menancap di lantai!. "Atas alasan apa Sultan kalian menyuruh tangkap aku?!" bentak Pandansuri lantang. Dipa Warsyah menjawab: "Sebenarnya ayahmu yang kami cari! Tapi menangkap anaknyapun cukup berharga!". "Pandansuri
tertawa gelak-gelak. Suara tertawa itu merdu sekali namun kemerduan itu
dibayangi oleh sesuatu yang mengerikan. Dia memandang pada kelima
bawahan Dipa Warsyah. "Kalian mau menangkap aku? Majulah!". Mengandalkan
jumlah yang banyak serta kepandaian mereka yang tinggi maka tanpa cabut
senjata kelima anak buah Dipa Warsyah melompat ke muka. Lima pukulan
dan lima totokan menderu bersirebut cepat! Sekejap kemudian
mengumandanglah lima pekikan di dalam rumah makan itu!
KEDUA MATA DIPA WARSYAH
membelalak besar seperti mau melompat dari rongganya sewaktu
menyaksikan bagaimana kelima bawahannya jatuh bergedebukan di lantai
dalam keadaan tubuh hangus dihantam pukulan kuku api yang dilancarkan
oleh Pandansuri. "Gadis jahanam! Jaga batang lehermu!" Tubuhnya
melompat ke muka dan hampir tak kelihatan kapan dia mencabut sepasang
pedangnya, tahu-tahu dua sinar putih telah menyambar pinggang dan leher
Pandansuri dari kanan dan kiri! Pandansuri terkejut melihat datangnya
serangan hebat dan cepat ini. Lekas-lekas dia menyingkir ke samping
lalu menyusupkan satu tendangan ke arah perut sang perwira. Permainan
pedang Dipa Warsyah hebat sekali karena begitu serangannya mengenai
tempat kosong, sepasang pedang itu laksana kilat menderu ke bawah
membuat Pandansuri terpaksa tarik pulang kaki kanannya dan sewaktu dia
melancarkan dua jotosan ganas ke dada dan ke kepala lawan, kembali’
sepasang pedang membabat ke atas menggagalkan serangannya! Panaslah
hati si gadis. Dia bersuit nyaring dan sekali tubuhnya berkelebat
lenyaplah dia dalam jurusjurus serangan yang ganas! Kedua orang itu
berkecamuk dalam pertempuran yang luar biasa hebatnya! Meski sang
perwira dalam hal tenaga dalam masih kalah satu tingkat dari Pandansuri
namun dengan permainan sepasang pedangnya yang hebat luar biasa dia
berhasil memberikan tekanan-tekanan yang berbahaya pada lawannya! Kalau
saja ilmu meringankan tubuh Pandansuri belum mencapai tingkat yang lebih
tinggi dari sang perwira, niscaya gadis ini sudah sejak tadi kena
celaka tersambar ujung pedang! Melihat lawan begitu tangguh dengan
hati memaki Pandansuri mulai keluarkan jurus-jurus simpanannya yang
terlihay. Dipa Warsyah terkesiap melihat bagaimana permainan silat si
gadis berubah total dan sukar diduga sasaran yang ditujunya. Dengan
serta merta perwira ini percepat permainan pedangnya hingga rumah makan
itu terbenam dalam deru sepasang pedang! "Perwira edan! Makan pukulan
selaksa palu godam ini!" teriak Pandansuri. Tubuhnya berkelebat dan
tahutahu tangan kanannya menyusup di bawah pedang sebelah kiri Dipa
Warsyah, menderu ke atas mengarah muka sang perwira! Meski kagetnya
bukan alang kepalang, tapi perwira ini tidak kehilangan akal. Dengan
sebat pedang di tangan kanannya digerakkan ke atas! Pandansuri terkejut
dan tak menyangka lawannya akan bergerak sekalap dan secepat itu. Namun
demikian meskipun pedang datang menyambar gadis ini tidak takut. Sedikit
saja dia merubah gerakan pukulannya tadi maka lengannya telah
menghantam badan pedang. Pedang itu bukan saja mental dari tangan kanan
Dipa Warsyah tapi juga patah dua! Sambil mengirimkan satu tusukan
sang perwira melompat ke samping kiri dan ke luar dari kalangan
pertempuran. Justru ini adalah kesalahan besar. Dengan memisah jarak
sejauh itu dia memberi kesempatan pada Pandansuri untuk melepaskan
pukulan kuku api yang ganas! Perwira ini berusaha mengelak sambil
menangkis tapi sia-sia saja. Tubuhnya sebatas dada ke atas hangus
dilanda lima larik sinar merah kekuningan yang melesat dari lima kuku
jari tangan kanan Pandansuri! "Perempuan iblis!" teriak seorang
kepala prajurit yang mengurung rumah makan. Sekali dia berteriak maka
dua puluh prajurit-prajurit lainnya menyerbu! Rumah makan itupun hiruk
pikuklah. Tapi hanya sebentar karena setiap kali Pandansuri
berkelebat, setiap kali dia menjentikkan kelima jari tangannya maka
sekelompok demi sekelompok prajuritprajurit itu rebah ke lantai tanpa
nyawa dan dalam keadaan tubuh hangus! Akhirnya enam orang sisa-sisa yang
masih hidup segera ambil langkah seribu! Rumah makan itu kini penuh
dengan gelimpangan mayat. Suasana yang mengerikan itu ditambah pula
bergidiknya oleh beberapa orang prajurit yang masih hidup megap-megap
merintih menjelang ajal sampai! Kursi dan meja centang perenang tak
karuan. Piring-piring dan gelas berhamburan dimana- mana. Makanan
berhamparan! Satu-satunya meja dan kursi yang tidak berpindah dari
tempatnya ialah yang tadi diduduki oleh Pandansuri! Gadis ini
melangkah ke kursi, duduk di situ dan meneguk tuak harum di dalam piala
perak beberapa kali. Di tengah-tengah suasana yang mengerikan itu dia
meneruskan menyantap hidangannya kembali! Pandansuri sudah
menyelesaikan makannya dan tengah meneguk tuak sewaktu dari pintu
terdengar suara keras menggetarkan Seantero ruangan:"Buset ! Ini rumah
makan apa tempat pembantaian manusia? !..Anak gadis Raja Rencong Dari
Utara terkejut dan cepat berpaling. "Ah, dia ", kata Pandansuri.
Kedua bola matanya bersinar. Dia merasa geli dan juga merasa aneh
melihat sikap orang diambang pintu menyaksikan mayat yang malang
melintang dalam rumah makan dengan mata membeliak, mulut ternganga dan
sambil garuk-garuk kepala! Tiba-tiba orang itu berpaling kepadanya
dan:"Hai kau!" seru pemuda rambut gondrong. Dia melangkah melompati
mayat-mayat yang bergelimpangan mendadak dia menghentikan langkahnya
ketika salah seorang dari mayat mayat itu dikenalnya. "Ini Dipa
Warsyah, perwira pasukan Kesultanan Deli!" katanya setengah berseru dan
kembali memalingkan kepala pada Pandansuri. Sambil melangkah ke meja
gadis itu dia bertanya: "Apa yang terjadi di sini?" "Siapa tanya siapa?!.. "Eh
!., si pemuda tertegun. Dua alis matanya yang tebal naik ke atas lalu
sekelumit senyum tersungging di mulutnya. "Tentu saja aku bertanya
dengan kau saudari, kecuali kalau mayat-mayat itu masih sanggup diajak
bicara!" Pandasuri pelototkan matanya. Si pemuda juga beliakkan sepasang matanya meski senyum tadi masih belum pupus dari mulutnya. "Berlalu dari hadapanku sebelum aku jadi muak !" bentak Pandansuri. "Saudari, kau galak sekali! Tidak percuma kau jadi anaknya Raja Rencong Dari Utara?!… Pandansuri terkejut. "Dari mana kau tahu aku anak Raja Rencong?!" "Ah kehebatan ayahmu dan kehebatanmu disampaikan orang dari mulut ke rnuiut. Dihembuskan angin ke pelbagai penjuru … Pemuda itu kemudian menyeret sebuah kursi yang terbalik lalu duduk di hadapan Pandansuri dengan sikap seenaknya. "Pemuda
lancang! Kalau kau sudah tahu siapa aku mengapa tidak lekas angkat kaki
dari rumah makan ini?!" Si pemuda tertawa pelahan. "Kau tak punya hak mengusirkul Rumah makan ini bukan milikmu!" Si gadis mendengus. "Ka|au begitu berarti akan bertambah satu mayat lagi di tempat ini!" Si pemuda yang bukan lain Wiro Sableng si Pendekar 212 adanya tertawa perlahan. "Jadi
kau rupanya yang telah membunuhi semua manusia ini!", Wiro gelengkan
kepala dan leletkan lidah. "Dan aku yakin mereka bukan manusia- manusia
berdosa ! Sekalipun punya salah tapi sangat tak berperikemanusiaan
menjagal mereka seperti ini !". "Punya dosa atau tidak, salah atau tidak itu bukan urusanmu ! Lekas menyingkir dari hadapanku!" bentak Pandansuri. "Kecuali kalau mau segera mampus!". Kembali
Pendekar 212 tertawa. Dia memandang ke luar lewat pintu rumah makan
lalu berkata:"Seekor binatang jika dilepaskan dari bahaya besar, mungkin
masih bisa menyatakan terima kasih! Tapi seorang manusia malah
sebaliknya!" "Keparat ! Kalau tidak mengingat pertolonganmu tadi
siang-siang aku sudah bunuh kau!", bentak Pandansuri. "Soal pertolongan
yang tak seberapa itu jangan diungkap-ungkap! Lagi pula siapa yang
engkauminta tolong padamu sewaktu aku bertempur melawan empat manusia
hina dina itu?!" "Aku sama sekali bukan bermaksud mengungkap-ungkap
pertolongan kecil itu" sahut Wiro,"tapi cuma sekedar membandingkan
seorang manusia dengan seekor binatang., !". Ejekan ini membuat Pandansuri menjadi marah sekali. "Keparat! Kau betul-betul mau mampus cepat-Cepat !". Pandansuri mengangkat tangan kanannya. Lima
jadi tangannya siap dijentikkan ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Yang
hendak diserang sebaliknya tenang-tenang saja malah tersenyumsenyum. Ketenangan ini membuat Pandansuri menjadi ragu. "Eh, kenapa maksudmu tidak diteruskan? Bukankah kau mau membunuh aku?!" kata Wiro ketika dilihatnya Pandansuri berada dalam kebimbangan. "Setan
alas!" maki Pandansuri geram. Sekali tangan kirinya digerakkan maka
meja makan yang dihadapannya melesat ke arah Wiro Sableng. Piring
mangkuk dan gelas menyambar lebih dahulu! "Benar-benar manusia yang
tak tahu budi orang!" damprat Wiro Sableng. Laksana panah lepas dari
busurnya tubuhnya mencelat ke atas. Piring mangkuk dan gelas lewat di
sampingnya. Begitu meja makan menyusul datang, tanpa tedeng aling-aling
Wiro Sableng tendangkan kaki kanannya. Meja itu hancur berantakan.
Pecahan-pecahan papan dan kakikaki meja yang keseluruhannya berjumlah
delapan belas keping langsung menyerang ke tubuh Pandansuri! Dengan
cekatan gadis ini melompat ke atas seraya memukulkan tangan kiri ke
muka. Kepingankepingan meja yang menyerangnya berpelantingan kian ke
mari. Wiro kemudian susulkan dengan satu jotosan ke arah perut si gadis.
Dengan gerakan gesit Pandansuri berhasil mengelakkan malah di lain
kejap dia berhasil menyambar patahan kaki meja dan menyerang Wiro
Sableng dengan benda itu. “..wutttt" Wiro membuang diri ke
samping kanan. Terlambat sedikit saja pasti pipinya kena disambar ujung
kaki meja itu! Melihat serangan untuk kesekian kali luput lagi maka
Pandansuri berkelebat cepat dan serangan dahsyatpun bertubi-tubi melanda
Pendekar 212 wiro Sableng! Diam-diam Wiro Sableng memuji kehebatan
ilmu sifat dan kegesitan Pandansuri. Sebelum dirinya kena didesak, Wiro
segera berkelebat cepat untuk mengimbangi kegesitan lawart. Lima jurus
pertempuran berkecamuk dengan hebat Kaki meja di tangan Pandansuri
merupakan senjata yang ampuh, menderu kian ke mari laksana belasan buah
banyaknya dan menyerang dalam gerakan-gerakan yang sukar diduga.
Penasaran sekali, wiro Sableng keluarkan sebuah jurus silat tangan
kosong yang dipelajarinya dari Tua Gila (Mengenai siapa adanya Tua Gila harap baca serial Wiro Sableng yang berjudul: Banjir Darah di Tambun Tulang). Jurus ini bernama: "ular gila membelit pohon menarik gendewa"!
Jurus
ini sepenuhnya mempergunakan kecepatan gerakan tangan. Bagi Pandansuri
yang tak bisa melihat kecepatan tangan lawannya, dan hanya melihat tubuh
lawan berada dalam keadaan tak terlindung segera hantamkan kaki meja di
tangan kanannya secepat kilat ke arah dada Wiro Sablengi "Wuutt!" Kaki
kursi itu menderu dan diantara dahsyatnya deru tersebut Pandansuri
mendengar suara tertawa lawan yang menjengkelkan hatinya. Tenaga
dalamnya dilipat gandakan hingga dalam satu kejapan mata lagi akan
hancur remuklah dada Pendekar 212 dilanda kaki meja! Namun betapa
terkejutnya Pandansuri sewaktu merasakan gerakan tangan kanannya itu
tertahan oleh satu kekuatan yang tak kelihatan, dan tahutahu kaki meja
terlepas dari genggamannya!. Bila dia menyurut mundur dan memandang
ke depan dilihatnya Wiro Sableng berdiri tertawatawa sambil membolang
balingkan kaki meja itu! "Saudari, kurasa cukup sudah kita main-main. Sekarang
kau dengarlah baik-baik! Sewaktu melihat kau bertempur melawan empat
orang tokoh silat itu dan berada dalam keadaan terdesak aku telah
membantumu! Tapi setelah kau lolos dan tahu siapa kau adanya, nyatalah
bahwa aku telah membuat kesalahan besar! Aku berjanji pada keempat orang
itu untuk menangkap dan menyerahkanmu kepada mereka. Nah bagaimana tanggapanmu! Menyerah baikbaik atau terpaksa kita musti main-main lagi barang beberapa jurus?!" "Menyerah diri pada manusia macammu lebih baik bunuh diri!". "Ah
jangan! Jangan bunuh diri!" tukas Wiro sambil senyum-senyum. "Kalau kau
bunuh diri kekasihmu tentu akan sedih dan menangis, lalu mengamuk macam
orang gila! Aku kawatir manusiamanusia tak berdosa akan jadi korban
amukannya!" "Pemuda sombong kurang ajar! Aku mengadu jiwa sampai
seribu jurus!" teriak Pandansuri Didahului oleh satu pekikan yang
dahsyat maka gadis ini menyerang hebat sekali. Gerakannya jauh berbeda
dari jurus-jurus serangan sebelumnya. Sebelum serangan itu sampai anginnya sudah menyambar keras! Wiro
tetap berdiri di tempatnya sambil bolang balingkan kaki meja di tangan
kanannya. Dia terkejut sewaktu merasakan angin serangan yang tajam
menyelusup ke arah barisan tulang-tulang iga di sisi kanannya! Wiro
Sableng sabatkan kaki meja dengan sigap. "Buuk"! Wiro Sableng
mengeluh! Kaki meja terlepas dari tangan kanan sedang tubuhnya terjajar
ke belakang sampai tiga langkah! Ketika memandang kelengannya sebelah
kanan lengan itu kelihatan bengkak dan merah. Ternyata tumit kiri Pandansuri telah berhasil menghantam lengan itu! "Itu baru lenganmu! Sebentar lagi kepalamu yang bakal pecah!" Wiro keluarkan suara bersiul. "Rupanya kau memang tak boleh dibuat main! Baik, kau mulailah!" kata Pendekar 212 Wiro Sableng dan memasang kuda-kuda untuk menyerang. Namun
sebelum dia bergerak tubuh si gadis sudah berkelebat dan lenyap! Angin
serangan yang dahsyat menelikung sekujur tubuh Wiro. Untuk mengimbangi
gerakan lawan mau tak mau pemuda ini kerahkan ilmu meringankan tubuhnya
dan sesaat kemudian tubuhnya itu hanya merupakan bayang-bayang putih
saja! Diam-diam Wiro Sableng merasa kagum juga dengan permainan silat
Pandansuri. Saat itu mereka sudah bertempur sepuluh jurus lebih. Meski
Pandansuri tak berhasil menjatuhkan serangan kepadanya namun dia sendiri
dipaksa untuk bertahan terus-terusan, sama sekali tak punya kesempatan
untuk balas menyerang! Ini membuat Wiro Sableng menjadi penasaran.
Beberapa kali totokannya tak mengenai sasarannya. Kalau saja dia tidak
bermaksud untuk meringkus gadis itu hidup-hidup, itu lain perkara, dia
bisa turun tangan dengan ganas! Dalam telikungan serangan yang
dahsyat itu mendadak Wiro Sableng menyaksikan berkelebatnya sinar merah
kekuningan! Melihat lawan menyerang dengan ilmu pukulan sakti yang
berarti menginginkan jiwanya maka Wiro Sableng tentu saja tak mau
tinggal diam lagi. Tenaga dalamnya yang sejak tadi sudah disiapkan
secepat kilat dialirkan ke tangan kanannya. Sesaat kemudian tangan
itupun didorongkan ke depan. Gerakan Wiro Sableng ini sekaligus
merupakan campuran dari pukulan "benteng topan melanda samudrra" dan
"tameng sakti menerpa hujan". Terdengar suara letusan yang dahsyat.
Langitlangit rumah makan hancur hangus berantakan. Tubuh Pandansuri
mencelat sepuluh langkah, terbanting ke dinding! Wiro sableng sendiri
terhuyung gontai. Kejutannya bukan olah-olah sewaktu menyaksikan
bagaimana ujung lengan bajunya mengepul hangus terasa panas dan perih!
Buru-buru pemuda ini merobek ujung lengan baju itu. Ketika dia memandang
ke jurusan dinding dimana tubuh Pandansuri tadi terbanding keras,
astaga! Gadis itu sudah lenyap! Wiro melompat ke pintu depan! Kasip
sudah! Si gadis tak kelihatan lagi! Wiro memaki dalam hati. Segera pula
dia meninggalkan rumah makan itu.
HARI ITU TANGGAL SATU,
saat peresmian berdirinya Partai Topan Utara. Puluhan perahu kelihatan
menyeberangi Danau Toba menuju ke pulau besar yang terletak di tengah-
tengah danau. Penumpang-penumpang perahu-perahu itu ialah tokoh-tokoh
silat dari pelbagai penjuru yang sengaja datang untuk menghadiri
peresmian berdirinya Partai Topan Utara. Semua mereka ini tiada menduga
bahwa kedatangan mereka itu ke sana hanya untuk mengantar nyawa karena
Raja Rencong yang berhati sejahat iblis itu telah berniat untuk
menamatkan riwayat semua tokoh-tokoh silat, tak perduli dari golongan
manapun mereka adanya! Di Arena Topan Utara yang terletak di bawah
bangunan tua di bukit Toba suasana penuh sesak oleh para tetamu.
Kelihatannya para tamu itu sudah tak sabar lagi menunggu kemunculan Raja
Rencong Dari Utara. Namun sampai sedemikian lama sang tuan rumah masih
juga belum muncul. Ini menimbulkan kegelisahan di kalangan para tamu. Sementara
itu di lereng bukit kelihatan sekelebatan sosok tubuh manusia. Paras
dan perawakannya tidak dapat diteliti dengan jelas karena luar biasa
cepat larinya. Dalam tempo yang singkat dia sudah lenyap ke dalam rimba
belantara, meneruskan larinya dengan melompat dari atas cabang pohon
yang satu ke cabang pohon lainnya hingga akhirnya dia sampai di hadapan
bangunan tua, satu-satunya bangunan yang terdapat di Bukit Toba itu.
Suasana kelihatan sepi tapi matanya yang tajam dapat mengetahui bahwa
sebelumnya belasan orang telah memasuki bangunan itu. Apalagi sebelumnya
dia telah melihat perahu banyak sekali di tepi pantai. Setelah
memandang berkeliling, orang di atas pohon ini melompat ke bawah dan
tanpa menimbulkan suara dia bergerak ke bagian belakang bangunan.
Berlindung di balik sebuah runtuhan dinding tembok dia meneliti bagian
belakang bangunan itu dengan cepat hingga akhirnya pandangannya
membentur serumpun semak belukar lebat di hadapan sebatang pohon kelapa.
Jika saja dia tidak mendapat penjelasan dari gurunya Si Tua Gila pasti
dia tidak mengetahui bahwa di bawah rerumpunan semak belukar itu
terdapat sebuah lobang yang merupakan jalan rahasia menuju ke bagian
bawah bangunan tua! Segera orang ini melompat tanpa suara ke arah
semak belukar, menarik semak belukar itu ke atas hingga kini kelihatan
sebuah lobang yang sangat kotor dan besarnya hanya untuk tempat masuk
sesosok tubuh manusia. Tanpa ragu-ragu orang ini masuk ke dalam lobang
itu dan menyeret rumpunan semak-semak hingga lobang kembali tertutup
seperti sedia kala. Lobang itu ternyata hampir lima belas tombak
dalamnya. Setengah bagian sebelah atas dari tanah sedang setengah bagian
sebelah bawah dilapisi dengan batu. Dengan mengandalkan ilmu
meringankan tubuhnya, orang yang masuk ke lobang ini menyerosot turun
tanpa mengeluarkan sedikit suarapun! Dia sampai di satu lorong sempit
dan gelap. Lantai, dinding dan atap lorong yang terbuat dari batu itu
penuh dengan debu tebal. Agaknya lorong tersebut tak pernah dilalui
orang selama bertahuntahun. Ditempuhnya lorong itu hingga dia
mencapai sebuah pengkolan. Tepat di pengkolan ini terdapat dua buah
pintu Pengkolan itu sendiri buntu. Orang itu menggaruk rambutnya yang
gondrong. Rambut gondrong dan kebiasaan menggaruk kepala yang tidak
gatal bukan lain dua ciri-ciri khas dari Pendekar Kapak Maut Naga Geni
212! Dan memang orang yang menyelinap masuk ini adalah Wiro Sableng! Dengan
penuh hati-hati Wiro mendekati pintu sebelah kiri. Ternyata pintu itu
tidak dikunci. Dan ketika dibuka, kelihatanlah sebuah ruangan empat
persegi. Di dalam ruangan ini terdapat sebuah roda besi yang amat besar.
Bagian pusat dari roda besi ini berhubungan dengan dua puluh helai
kawat-kawat halus. Selanjutnya kawat-kawat halus ini menyelusup ke
bagian atas ruangan tak diketahui Wiro kemana seterusnya. "Mungkin
sekali ini adalah senjata rahasia" pikir Wiro Sableng. Ditutupnya pintu
itu kembali lalu bergerak ke pintu yang satu lagi. Begitu dibuka maka
kelihatanlah sebuah tangga batu pualam yang menuju ke atas. Tak
membuang-buang waktu Wiro segera melompat dan sampai di sebuah lorong
yang sangat bagus. Dinding-dindingnya penuh dengan lukisan-lukisan
sedang sebagian dari gang itu tertutup permadani berbunga-bunga. Pada
sisi kiri kanan lorong terdapat masing-masing sebuah pintu. Pintu yang
ketiga terletak di ujung gang. Perlahan-lahan dan hati-hati sekali
Wiro Sableng bergerak mendekati kedua pintu di kiri kanan lorong.
Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya. Dari pintu sebelah kanan
terdengar suara orang bercakapcakap. Seorang laki-laki dan seorang perempuan. Suara
yang perempuan ini rasa-rasa pernah didengar Wiro Sableng. Cepat
pendekar ini tempelkan telinganya ke daun pintu untuk mendengarkan
pembicaraan kedua orang di dalam kamar. Sementara itu di dalam kamar
Raja Rencong Dari Utara duduk di sebuah kursi besar. Dia mengenakan
pakaian ungu yang baru bertaburkan mutiara. Di tangan kirinya ada sebuah
piala berisi anggur harum. Setelah meraba sebentar kumisnya yang tebal
hitam melintang, laki-laki ini bertanya: "Apakah semua tamu sudah
datang?". Pertanyaannya itu diajukan pada gadis berbaju ungu yang
berdiri di hadapannya, parasnya cantik jelita dan dia bukan lain
Pandansuri anak Raja Rencong sendiri. "Sudah", menjawab Pandansuri. "Agaknya sudah waktunya bagi ayah untuk keluar". "Yasudah waktunya", kata Raja Rencong pula dengan tersenyum. Diteguknya anggur dalam piala. Tangannya
yang memegang piala tiba- tiba diturunkan dan dia memandang lagi pada
anaknya: "Pemuda rambut gondrong yang bertempur denganmu di rumah makan
Dang Lariku apa juga kelihatan?". "Sampai saat terakhir saya mengintai dari jendela rahasia di Arena Topan Utara dia tidak kelihatan". "Panglima Sampono dan ketiga kawannya itu juga hadir?". Pandansuri mengangguk. Raja Rencong Dari Utara meletakkan piala anggur ke atas meja lalu berdiri. "Segera
aku meninggalkan kamar ini, kau cepat menuju ke kamar pesawat rahasia
itu. Di mimbar telah kupasang sebuah tombol. Kelak bila tomboi itu
kutekan pesawat rahasia itu akan berbunyi dan detik itu juga kau harus
mencabut dua puluh helai kawat-kawat halus pada pusat pesawat secara
sekaligus! Kau mengerti tugasmu, Pandansuri?!" "Mengerti ayah", jawab Si gadis. Raja
Rencong Dari Utara tertawa lalu berkata:"Sekali kawat-kawat itu
terlepas dari pusat pesawat, lantai Arena Topan Utara akan ambruk, atau
akan runtuh! Semua keparat-keparat yang ada di situ akan tertimbun
hidup-hidup! Akan mampus!" "Dan kita ayah dan anak akan menguasai dunia persilatan di seluruh Pulau Andalas ini!" "Benar!
Benar sekali!" kata Raja Rencong dengan tertawa gelak-gelak. "Namun
demikian, meski keparat keparat di Arena Topan Utara itu sudah berada
dalam perangkap kita, segala hal yang tak terduga mungkin saja terjadi.
Agar kau dapat menjalankan tugas dengan aman, kau bawalah pedang ini".
Raja Rencong Dari Utara menyerahkan sebilah pedang ke tangan anaknya.
"Senjata ini tidak kalah hebatnya dengan Rencong Perakmu yang hilang
itu. Pandansuri ". Pandansuri menerima senjata itu. Kemudian dilihatnya ayahnya mengeluarkan sehelai lipatan kertas. "Sekali
lagi kukatakan", ujar Raja Rencong pula, "segala kemungkinan yang tak
diingini bisa terjadi. Surat ini kuberikan padamu, anakku. Kelak kau
baru boleh membukanya jika aku menemui ajal secara tak terduga di Arena
Topan Utara nanti. Jika segala sesuatunya berjalan beres, surat itu musti kau kembalikan padaku ". "Ayah, apakah artinya ini?" tanya Pandansuri. Kata-kata dan surat yang diserahkan ayahnya itu membuat hatinya tidak enak. Raja Rencong Dari Utara tertawa perlahan. ditepuknya bahu Pandansuri. Dibukanya mulutnya hendak mengatakan sesuatu tapi mendadak kepalanya dipaling ke pintu kamar. "Seperti ada seseorang yang tengah mencuri dengar pembicaraan kita. Pandan " Pandansuri
menoleh ke pintu lalu berkata:"Ah itu cuma perasaan ayah saja. Siapa
orangnya yang berani menyusup ke sini dari Arena Topan Utara? Sekali dia
memasuki lorong pertama pasti tubuhnya akan tertambus senjata-senjata
rahasia meski bagaimana pun tinggi ilmunya!" Raja Rencong membenarkan
hal itu. Namun kekawatiran belum lenyap dari hatinya. ..menyusup dari
Arena Topan Utara memang tidak mungkin. Tapi yang aku kawatirkan ialah penyusupan lewat lobang rahasia di bagian belakang bangunan tua. Dari lobang sampai ke lorong dan sampai ke sini sama sekali tidak dirintangi oleh satu senjata rahasiapun!" "Ayah",
kata Pandansuri tertawa. "Menurut keteranganmu satu-satunya manusia
yang mengetahui seluk beluk dan jalan rahasia masuk ke tempat ini ialah
Tua Gila, Dan orang itu sudah mati belasan tahun yang silam. Apakah dia
mungkin hidup kembali dan menggerayang ke sini?!" Raja Rencong Dari
Utara merasa malu pada dirinya sendiri. Namun telinganya yang tajam itu
tadi telah mendengar suara hembusan nafas tepat. di belakang daun
pintu kamar dimana dia berada. Melihat ayahnya masih berada dalam
kebimbangan, Pandansuri berkata lagi: "Kalaupun ada seseorang yang
berhasil masuk ke sini, masakan telinga ayah tak sanggup mendengar
gerakan langkahnya?!" "Aku belum puas kalau belum menyelidikinya sendiri" kata Raja Rencong pula. Lalu dengan cepat melompat ke pintu!
* * *
DI LUAR KAMAR SEWAKTU MENDENGAR
ucapan Raja Rencong bahwa dia merasa ada seseorang yang mendengarkan
pembicaraannya maka Wiro segera maklum cepat atau lambat laki-laki itu
akan segera ke luar untuk menyelidik. Untuk lari ke ujung lorong yang
tadi dilewatinya terlalu besar risikonya karena ujung lorong itu jauh
sekali. Untuk baku hantam menempur Raja Rencong dan Pandansuri baginya
bukan halangan. Sekalipun dia harus pasrahkan nyawa dia bisa mati
dengan rela. Tapi yang paling penting ialah menyelamatkan jiwa puluhan
tokoh-tokoh sakti yang ada di Arena Topan Utara, terutama mereka yang
dari golongan putih! Wiro Sableng melangkah cepat ke pintu di samping
kiri. Didorongnya pintu itu tapi ternyata dikunci. Mendobrak pintu itu
akan menimbulkan suara berisik dan sama saja dengan memberi tahu
terang-terang kehadirannya di situ pada Raja Rencong! Wiro berkelebat ke pintu di ujung depan lorong. Baru saja dia berdiri di depan pintu itu mendadak terdengar suara macam nyamuk mengiang di telinganya. "Cepatlah masuk anakku". Wiro
terkejut bukan main. Meski tidak tahu apakah yang bakal ditemui di
dalam sana perangkap yang sangat berbahaya namun tanpa pikir panjang
dalam keadaan kepepet begitu rupa Wiro Sableng segera mendorong daun
pintu. Pintu itu ternyata tak dikunci. Wiro cepat masuk ke dalam. Ketika
daun pintu itu tertutup kembali maka daun pintu dilorong sebelan kanan
terbuka. Raja Rencong Dari Utara ke luar. Matanya meneliti setiap sudut
lorong. Tak seorangpun yang kelihatan. Namun Raja Rencong tak yakin
bahwa perasaan dan telinganya telah menipunya. Sekali dia melompat maka
dia sudah sampai di pintu kamar di ujung lorong dan sekaligus membuka
pintu itu! Sewaktu Wiro masuk ke dalam’ kamar itu satu pemandangan
yang luar biasa membuat dia sangat terkejut hingga sepasang kakinya
laksana dipakukan ke lantai! Kamar itu tak seberapa besar. Meski
bagian luarnya kelihatan bagus tapi di dalamnya hanya merupakan dinding
lantai dan atap batu yang kasar. Seluruh kamar diselimuti debu. Di
beberapa sudut labah-labah telah membuat sarangnya. Di tengah-tengah
kamar inilah kelihatan duduk seorang laki-laki tua bermuka biru, berpipi
sangat cekung. Tubuh-nya yang kurus tertutup sehelai jubah biru yang
luar biasa besarnya hingga bagian bawahnya menutupi hampir seluruh
lantai kamar! Kedua tangan orang tua ini buntung sebatas siku, salah
satu telinganya sumplung. Pada lehernya terikat sebuah rantai baja
yang ujungnya dipantek dengan sebuah paku besar ke dinding batu di
belakangnya. Sikap orang tua ini yang memeramkan matanya tak ubahnya
seperti orang yangtengahbersemedi,"Orang tua, kau siapa?!" tanya Wiro. Orang tua itu membuka kedua matanya. Astaga! Wiro merasa tengkuknya dingin. Kedua mata itu hanya merupakan sepasang rongga yang dalam dan mengerikan! "Anak
tolol! Lekas sembunyi dalam jubah di belakang punggungku!" kata si
orang tua. Wiro Sableng yang sadar akan keadaannya segera mengikuti
perintah si orang tua. Namun demikian karena dia tiada mengenal siapa
adanya orang tua ini dan bukan mustahil seorang musuh yang hendak
menjebak maka sambil menyusup ke dalam ‘jubah biru yang lebar diam-diam
Wiro siapkan pukulan sinar matahari di tangan kiri sedang tangan kanan
memegang gagang Kapak Naga Geni 212! ‘ "Anak, aku bukan musuhmu!
Kenapa musti meraba senjata segala?!", tiba-tiba terdengar suara
mengiang di telinga Wiro Sableng. Suara orang tua itu! Orang ini hebat sekali, tentu sakti luar biasa, pikir Wiro. Tapi mengapa kedua tangannya buntung dan matanya buta sedang lehernya dirantai begitu rupa? Tiba-tiba pintu terbuka dan terdengar bentakan Raja Rencong Dari Utara: "Tua renta buta! Siapa yang masuk ke sini?!" Si orang tua menghela nafas dalam lalu menjawab. Suaranya kecil sekali seperti suara anak perempuan. "Jika
aku sampai tidak mengetahui ada seorang yang masuk ke sini itu bukan
karena ketololanku tapi karena mataku memang tak melihat. Tapi jika kau
yang punya mata dan telinga tajam sampai tidak mengetahuinya dan malah
bertanya padaku itu adalah satu ketololan yang tak ada taranya! Apakah
kau lihat ada orang lain di kamar ini?!" Ejekan itu membuat Raja
Rencong Dari Utara memaki habis-habisan. Memang selain orang tua itu tak
ada siapapun di situ"Apakah kau sudah memeriksa, Hang Kumbara?"
bertanya si orang tua. "Tutup mulutmu setan tua!" engkauDimaki
begitu rupa malah si orang tua tertawa dan menyahuti: "Hari ini hari
peresmian berdirinya Partai Topan Utara bukan?!" "Kunyuk peot! Kau tahu apa tentang Partai Topan Utara!" semprot Raja Rencong. "Aku
memang tidak tahu-tahu apa-apa. Tapi di balik ketidak tahuan itu aku
mendapat firasat bahwa Partaimu itu akan runtuh sebelum saat
diresmikannya. Dan kau sendiri akan mampus. Hang Kumbara . . .! "Ya,
aku akan mampus!" jawab Hang Kumbara alias Raja Rencong Dari Utara.
"Tapi sebelum mampus, untuk yang keseratus kalinya terima dulu
tamparanku ini!". "Plaak"! Tamparan yang dilayangkan Raja Rencong
keras luar biasa. Tubuh si orang tua terhuyung-huyung dirasakan oleh
Wiro tapi tidak roboh. Mulutnya mengucurkan darah! Wiro Sableng marah
sekali melihat orang tua yang telah tolong menyembunyikan dirinya
diperlakukan begitu rupa. Segera saja dia hendak melompat ke luar dari
balik jubah. Tapi ditelinganya terdengar suara seperti ngiangan nyamuk:
"Jangan tolol anak!". Terpaksa Wiro Sableng mendekam terus di belakang
punggung orang tua itu. Kemudian terdengar pintu kamar ditutupkan, Raja
Rencong telah ke luar. "Sekarang kau keluarlah!" kata orang tua itu. Wiro
keluar dari balik jubah lalu menjura hormat: "Terima kasih atas budi
pertolonganmu, orang tua. Harap kau sudi menerangkan namamu. Kelak di
kemudian hari aku harap bisa membalas budi besarmu ini . . .! Orang tua
itu tertawa. "Sewaktu mendengar langkahmu di bagian belakang bangunan
tua, sewaktu kudengar kau mengangkat rerumpunan semak-semak lalu
menyusup turun ke dalam lorong hatiku gembira. Kukira kau adalah Tua
Gila. Tapi dari suara langkahmu kuketahui kemudian bahwa kau bukanlah si
Tua Gila. Namun demikian aku yakin kau ada sangkut paut dengan orang tua itu. Mungkin sekali kau muridnya. Betul?!" Wiro Sableng melengak. "Aku hanya menerima beberapa jurus ilmu silat dari Tua Gila. Bagaimana kau bisa tahu semua gerak gerikku?" tanya Wiro heran. "Ilmu
yang tinggi adalah seribu mata dgn seribu telinga bagi seseorang",
jawab si orang tua. "Tapi semuanya itu berakhir dalam kesia-siaan!
Buktinya diriku ini!" "Kenapa kau sampai dirantai begini rupa?"tanya Wiro. "Muridku sendiri yang melakukannya" jawab si orang tua penuh rawan dan penyesalan. "Muridmu?!" kejut Wiro. "Kau terkejut?! Tak perlu terkejut atau heran orang muda. Di dunia ini sekarang penuh dengan orang-orang sesat dan murtad!". "Kalau aku boleh bertanya, siapa muridmu itu?" "Masakan kau tidak bisa menerka. Hang Kumbara!" "Maksudmu Raja Rencong Dari Utara?" "Itu gelarnya". “benar-benar
terkutuk manusia itu!" geram Wiro. Sekali digerakkannya- tangan
kanannya membetot maka tanggallah paku di dinding batu. Dengan cepat
Wiro lalu melepaskan rantai yang mengikat leher orang tua itu. "Terima kasih anak. Tenaga dalammu luar biasa sekali. … ". "Aku cuma punya waktu sedikit, orang tua. Harap
kau sudi memberikan sedikit keterangan tentang dirimu. Kelak kalau
tugasku selesai aku akan membawamu dari tempat terkutuk ini!" "Terima kasih terima kasih! Tak perlu kau bawa diriku yang sudah pikun cacat dan tak berharga ini. Dengar
anak, namaku adalah Nyanyuk Amber. Dulu aku diam di Gunung Singgalang
sampai kedatangannya Hang Kumbara manusia laknat itu Dia datang mengemis
ilmu padaku. Karena kulihat sifatnya baik dan lagi pula dia adalah
murid kenalan baikku si Datuk Mata Putih maka aku tak keberatan
mewariskan beberapa ilmu yang hebat kepadanya! Tapi siapa nyana kalau
manusia itu sesungguhnya sudah sejak lama mendekam maksud jahat hendak
menimbulkan bencana di atas jagat ini! Maksudnya mendirikan Topan Utara dan memaksa orang-orang untuk menghadirinya adalah bohong belaka! Sebenarnya dia sengaja untuk menghimpun seluruh orang-orang pandai di sini lalu dibunuh secara masai! Gurunya sendiripun, gurunya yang pertama sebelum aku yaitu Datuk Mata Putih dia juga yang membunuhnya! Benar-benar
manusia iblis yang haus darah", si orang tua yang bernama Nyanyuk Amber
menghela nafas panjang lalu berkata: "Meski bagaimanapun dibandingkan
dengan Datuk Mata Putih aku masih bernasib lumayan, tidak dibunuh! Tapi
apakah artinya hidup cacat begini rupa?!". "Apakah Hang Kumbara juga yang telah memutus kedua lenganmu?" tanya Wiro. "Bukan hanya lenganku anak. Bukan hanya lenganku! Coba kau singkap jubah ini di bagian kakiku". Wiro menyingkapkan jubah biru Nyanyuk Amber. Astaga, ternyata kedua kaki orang tua itu sebatas lutut juga telah buntung! "Hang Kumbara yang melakukannya", desis Nyanyuk Amber. "Juga kedua mataku ini dia yang mengorek!" "Benar-benar
laknat terkutuk yang kejam luar biasa!" kata Wiro geram. "Orang tua,
aku berjanji untuk memecahkan kepalanya demi membalaskan sakit hatimu.
Tapi orang tua mengapa dia sampai melakukan kekejaman begini rupa
terhadapmu?… Nyanyuk Amber menghela nafas dalam lalu menjawab:
"Seperti Datuk Mata Putih akupun datang ke sini untuk menginsyafkan Hang
Kumbara dari kesesatannya! Tapi dengan ilmu yang kuajarkan kepadanya
Hang Kumbara menyerangku. Tubuhku berhasil ditotoknya. Kedua tangan dan
kakiku dipotong, kedua mataku dicongkel. Dalam keadaan tubuh masih
tertotok aku diseret ke sini dan leherku dirantai!" "Keparat betul
manusia itu! Belum pernah aku menemui manusia sejahat dia. Tapi apa pula
sebabnya dia mempunyai niat jahat untuk melenyapkan seluruh orang-orang
pandai yang kinf berada di Arena Topan Utara itu?!" "Panjang kisahnya anak, panjang sekali! Kelak jika sama-sama ada umur akan kututurkan padamu. Sekarang lakukanlah apa yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkan jiwa orang-orang yang berada di Arena Topan Utara!". Wiro
mengangguk. Sebelum pergi dilepaskannya totokan di tubuh Nyanyuk Amber.
Si orang tua itu mengucapkan terima kasih. Tiba-tiba ingat sesuatu. "Orang tua, kalau sekiranya tak dapat dicegah penghancuran Arena Topan Utara oleh Raja Rencong, mungkin tempat ini turut musnah. Sebaiknya kuselamatkan dulu kau ke tempat yang aman!" "Ah, kau terlalu memikirkan diriku, anak. Tempat ini cukup jauh dari Arena Topan Utara, tak akan sampai ambruk. Kau pergilah cepat sebelum terlambat". Mendengar ucapan itu maka Wiropun meninggalkan kamar itu dengan cepat.
ARENA TOPAN UTARA
Ruangan ini penuh sesak oleh manusia. Di Tengah-tengah terletak sebuah
mimbar dan berdiri di belakang mimbar itu ialah Raja Rencong Dari Utara! Matanya
yang menyorot memandang ke arah tamu-tamu yang hadir. Pada dasarnya
semua tamu itu terbagi atas dua golongan yaitu golongan putih dan
golongan hitam. Namun golongan putih telah terpecah menjadi dua hingga
dengan demikian semua orang pandai di situ terbagi menjadi tiga
golongan. Golongan pertama ialah golongan hitam yang secara mutlak
tunduk dan berada di pihak Raja Rencong Dari Utara. Golongan kedua ialah
golongan putih yang telah ditaklukkan oleh Raja Rencong dan dipaksa
untuk masuk serta menghadiri peresmian berdirinya Partai Topan Utara.
Baik golongan hitam maupun golongan putih yang tersebut di atas semuanya
telah masuk perangkap Raja Rencong, dicekok dengan pil-pil kematian
yang disuruh telan secara paksa oleh Raja Rencong pada saat mereka
menyatakan diri bersedia masuk ke dalam Partai Topan Utara. Golongan
putih yang kedua ialah mereka yang sengaja datang ke Bukit Toba bukan
untuk menghadiri peresmian Partai tapi untuk membalas dendam, untuk
membalaskan sakit hati kawan-kawan mereka yang telah menemui kematian di
tangan Raja Rencong Dari Utara atau di tangan anaknya! Raja Rencong
sendiri sudah mengetahui jelas akan golongan-golongan para tamunya.
Dalam hati dia tertawa. Tertawa karena dia tak perduli siapapun adanya
para tamu itu, apakah dari golongan putih ataupun hitam, yang jelas
mereka semua sudah berada di tempat itu yang berarti sudah masuk ke
dalam perangkap mautnya! Raja Rencong melirik ke sebuah tombol merah
yang terletak di kayu mimbar dekat tangan kanannya! Sekali dia menekan
tombol ini maka tubuhnya akan melesat ke atas, ke luar dari ruangan
tersebut lewat sebuah celah yang terbuka secara otomatis sedang pada
detik itu pula lantai Arena Topan Utara akan longsor ke bawah, atap
runtuh! Begitu semua orang tertimbun hidup-hidup maka seluruh Arena
Topan Utara akan meledak hingga jangan diharapkan satu nyawapun bisa
selamat dari tempat itu! Setelah memandang berkeliling. maka Raja Rencong Dari Utarapun membuka suara: "Saudara-saudara
sekalian, pertama sekali aku Raja Rencong Dari Utara, mengucapkan
banyak terima kasih atas kedatangan saudara-saudara. Beserta dengan
ucapan terima Kasih itu aku sampaikan pula permohonan maaf karena
mungkin penyambutan dan layanan terhadap saudara-saudara kurang
memuaskan dan juga maaf karena peresmian berdirinya Partai Topan Utara
ini tidak disertai upacara dan pesta besar-besaran! Saudara-saudara
sekalian, dalam mendirikan Partai Topan Utara ini aku sama sekali tidak
melihat kepada asal usul saudara-saudara atau menilai golongan mana
adanya saudara. Bagiku, jika Saudarasaudara sudah mau datang dan hadir
di sini maka berarti saudara-saudara semua sudah masuk menjadi anggota
Partai Topan Utara!" Ucapan ini membuat tokoh-tokoh silat golongan
putih yang datang untuk menuntut balas kematian kawankawan mereka
menjadi gelisah. Dan di antara kegelisahan itu maka melesatlah ke atas
Arena empat sosok tubuh. Mereka adalah panglima Sampono, Datuk Nan
Sabatang, Lembu Ampel dan Sebrang Lor. Sementara tiga orang kawannya berdiri berjejer maka Panglima Sampono maju ke hadapan mimbar. Suasana di Arena menjadi sesunyi di pekuburan! "Manusia-manusia
tak tahu aturan!" bentak Raja Rencong marah sekali. "Perbuatanmu naik
ke depan mimbar merupakan penghinaan besar bagi semua anggota Partai
yang hadir di sinil". "Raja Rencong!" menyahut Panglima Sampono. "Kami
berempat ke sini bukan untuk masuk Partaimu tapi untuk minta
pertanggungan jawab atas kematian sobat-sobat kami tokoh-tokoh silat
golongan putih!" "Kalau begitu berarti kalian ingin segera menyusul
mereka!" tukas Raja Rencong. Dia berpaling ke Arena sebelah timur dan
berseru: "Empat Tombak Sakti! Lenyapkan pengacau-pengacau ini!" Baru saja seruan Raja Rencong berakhir maka melompatlah empat orang berpakaian ringkas hitam. Tampang-tampang mereka galak buas dan mengerikan! Dalam kejap itu pula empat buah tombak menderu ke arah kepala Panglima Sampono dan ketiga kawannya! Pertempuran
antara Empat Tombak Sakti melawan Panglima Sampono, Datuk Nan Sabatang,
Sebrang Lor dan Lembu Ampel berjalan seru sekali. Kedua belah pihak
agaknya berimbangan. Seranganserangan datang silih berganti! Namun walau
bagaimanapun seimbangnya satu pertempuran, pada suatu saat tertentu
pasti salah satu pihak akan menjadi pecundang! Setelah bertempur
hebat selama lima belas jurus maka korban pertamapun robohlah. Korban
pertama ini orang ketiga dari Empat Tombak Sakti, meregang nyawa di
ujung pedang Sebrang Lor! Panglima Sampono kemudian berhasil pula
merobohkan orang kedua dari Empat tombak Sakti hingga dengan bertempur
kini adalah Datuk Nan Sabatang dan Lembu Ampel melawan orang ke satu dan
ke empat! Tingkat kepandaian Datuk Nan Sabatang dan Lembu Ampel hanya
sedikit lebih rendah dari Panglima Sampono maka setelah lima jurus lagi
berlalu kedua orang terakhir dari Empat Tombak Sakti itupun menemui
ajalnya pula. Raja Rencong Dari Utara marah luar biasa. "Tongkat Baja Hijau! Majulah untuk menghancurkan empat bangsat-bangsat rendah ini!" Sekelebat sosok tubuh berpakaian hijau melesat ke atas Arena. Orang ini berbadan tinggi langsing. Tubuhnya agak bungkuk dan usianya sudah lanjut. Di
tangan kanannya ada sebuah tongkat yang hampir sebetis besarnya.
Tongkat ini terbuat dari baja asli dan dilapisi racun hijau yang
dahsyat! "Lekas lenyapkan mereka Tongkat Baja Hijau!" kata Raja Rencong. Tongkat
Baja Hijau tertawa mengekeh. Tongkat bajanya diketuk-ketukkan ke lantai
Arena. Hebat sekali, semua orang merasa bagaimana lantai yang mereka
injak jadi bergetar! Panglima Sampono dan kawan-kawan segera maklum
bahwa manusia berjubah hijau ini tinggi sekali ilmunya dan senjata di
tangannya sangat berbahaya. "Tak usah kawatir Raja Rencong", kata
Tongkat Baja Hijau. "Manusia-manusia macam kunyuk-kunyuk ini mudah saja
dibereskan!". Lalu dia menyapu paras keempat orang di hadapannya dan
bertanya: "Hai, kalian mau maju satu-satu atau berempat sekaligus? Bagusnya berempat saja biar cepat kubereskan!" Merah paras keempat tokoh itu. Panglima Sampono bergerak tapi Sebrang Lor mendahuluinya melompat ke hadapan Tongkat Baja Hijau. "Tongkat
Baja Hijau! Setahuku dulu kau adalah seorang tokoh golongan putih!
Sungguh disayangkan di samping sesat kau juga mau-mauan masuk menjadi
bergundalnya Raja Rencong, murid murtad si pembunuh guru itu! Kau
mulailah Mari kita bertempur sampai ratusan jurus!" Tongkat Baja Hijau
mengekeh. "Jika aku tak salah lihat, kau adalah manusia yang bernama
Sebrang Lor. Tempatmu jauh di tanah Malaka. Aneh juga kalau kau sampai
nyasar ke sini! Orang Malaka jangan jual lagak di sini, kau tahu hanya
namamu saja yang kembali ke negerimu!" Habis berkata begitu Tongkat Baja Hijau menyerbu ke muka. Sinar hijau menderu dari tongkat mustikanya. Sebrang Lor segera pula kiblatkan pedang berkeluknya. Maka
pecahlan pertempuran yang hebat! Tapi kehebatan itu segera berubah
menjadi satu pertempuran yang tidak seimbang! Serangan-serangan tongkat
hijau datang mencurah laksana hujan. Dalam jurus keempat senjata itu
menderu ke bahu Sebrang Lor tanpa bisa ditangkis dan dikelit! Sebrang
Lor menjerit! Tubuhnya terguling-guling ke luar Arena, nyawanya lepas! "Keparat,
aku lawanmu!" teriak Datuk Nan Sabatang menggeledek! Tubuhnya
berkelebat dan keris biru meluncur dahsyat ke arah tenggorokan Tongkat
Baja Hijau! "Jangan omong besar Datuk!" ejek Tongkat Baja Hijau.
Sekali tongkatnya disapukan Datuk Nan Sabatang tersurut sampai lima
langkah! "Ha…ha! Aku muak bertempur satu lawan satu! Ayo Panglima dan
Lembu Ampel, kalian berdua majulah!" Sambil menyerang Datuk Nan
Sabatang, Tongkat Baja Hijau sekaligus melancarkan serangan pada
Panglima Sampono dan Lembu Ampel! Mulamula kedua orang ini tak mau ikut
turun ke dalam kalangan pertempuran. Tapi karena diserang terus terusan
mau tak mau akhirnya kedua orang ini turun juga ke gelanggang! Bagi
orang-orang yang ada di situ nama Panglima Sampono dan kawan-kawannya
adalah nama-nama besar. Namun sewaktu melihat bagaimana dengan seorang
diri Si Tongkat Baja Hijau berhasil mendesak ketiga lawannya maka
diam-diam semua orang memuji kehebatan Si Tongkat Baja Hijau! Dalam
jurus ke sepuluh terdengar pekik Datuk Nan Sabatang! Tubuhnya mencelat
mental. Kepalapecah karena tongkat lawan’ bersarang tepat di kepalanya! "Tongkat Baja Hijau, yang dua lainnya segera saja dibereskan cepat-cepat!" berseru Raja Rencong. "Jangan
kawatir Raja Rencong jawab Tongkat Baja Hijau. Didahului oleh satu
bentakan yang menggelegar Si Tongkat Baja Hijau mengeluarkan satu jurus
yang lihay luar biasa! Tokoh-tokoh silat golongan putih yang hadir di
situ terkesiap dan cemas. Serangan lawan yang hebat tak mungkin
dikelit atau ditangkis karena tongkat baja yang dahsyat itu hanya
tinggal sejengkal saja lagi dari kepala Panglima Sampono dan Lembu
Ampel! Dalam detik yang tegang itu tiba-tiba berkelebat satu bayangan
putih! Satu gelombang angin yang bukan kira-kira dahsyatnya menderu
laksana topan menggila! Beberapa tokoh silat yang berada di tepi Arena
merasa tubuh mereka tergetar oleh sambaran angin itu dan tahu-tahu
terdengar pekik Si Tongkat Hijau! Orang dan tongkatnya mencelat sampai
menghantam dinding Arena. Begitu jatuh nyawanya sudah lepas dengan muka
hancur memar. Di tengah Arena semua mata menyaksikan berdirinya seorang
pemuda berambut gondrong dengan senyum di bibirnya! "Pemuda gondrong! Kau siapa?!" bentak Raja Rencong. "Siapa aku bukan urusanmu.- Terlebih dulu perkenankan aku bicara!". "Keparat! Kau terlalu berani mampus!" damprat Raja Rencong. Dia berpaling ke kanan dan berseru: "Sepasang
Pengemis Gila bunuh pemuda ini!" lalu sambil berpaling ke kiri: "Datuk
Arak Sakti musnahkan Panglima Sampono dan "Lembu Ampel!" Dari Arena
sebelati kanan melesat dua orang berambut acak-acakan dan berpakaian
kotor bertambal-tambal. Mereka inilah Sepasang Pengemis Gila. Keduanya
sambil berteriak-teriak tak karuan langsung menyerang Pendekar 212 Wiro
Sableng! Dikejap yang sama dari samping kiri melompat pula seorang
berpakaian merah, dari mulutnya menyembur arak yang menyerang ke seluruh
jalan darah di tubuh Panglima Sampono dan Lembu Ampel! Kedua orang
ini terkejut dan cepat-cepat memukul ke depan. Namun di saat itu
terjadilah satu peristiwa yang membuat semua orang kaget dan kagum luar
biasa! Tiga jeritan terdengar susul menyusul! Tiga tubuh mencelat mental dan terbanting ke dinding lalu roboh di antara orang banyak! Apakah yang telah terjadi?! Sewaktu
Sepasang Pengemis Gila dengan berteriakteriak melompat menyerang Wiro
dan sewaktu Datuk Arak Sakti menggempur Panglima Sampono dan Lembu
Ampel, Pendekar 212 Wiro Sableng mendorongkan kedua telapak tangannya ke
arah orang-orang yang menyerang itu. Dua pukulan yang dilancarkannya
bukan lain pukulan "dewa topan menggusur gunung" yang dipelajari Wiro
Sableng dari Tua Gila. Pukulan yang luar biasa hebatnya itu ,mana
sanggup diterima oleh Sepasang Pengemis Gila dan -Datuk Arak Sakti Tak
ampun lagi ketiganya terlempar dan mati! Baik tokoh-tokoh golongan hitam maupun golongan putih sama-sama leletkan lidah melihat kehebatan si pemuda. Di lain pihak mata Raja Rencong terbeliak besar-besar. Dua pukulan yang dilepaskan pemuda rambut gondrong itu adalah pukulan "dewa topan menggusur gunung". Dan
setahunya hanya satu orang yang memiliki ilmu pukulan dahsyat itu yakni
Tua Gila! Tapi si pemuda telah melancarkan ilmu pukulan itu tadi yang
berarti dia punya sangkut paut dengan Tua Gila! Rasa kecut membuat
dingin tengkuk Si Raja Rencong, Inilah untuk pertama kalinya dia merasa
ngeri! Tua Gila sudah lama didengarnya meninggal, dan seumur hayatnya
tak pernah punya murid. Tapi bagaimana sekarang ada seorang pemuda
memiliki ilmu pukulan Tua Gila? Apakah Tua Gila masih hidup dan telah
mengambil seorang murid? Dan yang lebih mengawatirkannya lagi apakah
Tua Gila juga berada di dalam ruangan itu? Dan untuk pertama kalinya
Raja Rencong ingat akan kecurigaannya sewaktu berada di kamar bersama
Pandansuri tadi. Jika betul pemuda rambut gondrong itu murid Tua Gila,
pastilah dia telah menyelusup lewat jalan rahasia di bagian belakang
bangunan tua. Tapi dimana dia bersembunyi sewaktu seluruh tempat
diselidikinya tadi? Raja Rencong Dari Utara tak mau berpikir
berpanjang-panjang. Saat itu sudah tiba waktunya untuk menekan tombol
merah di atas mimbar! Sambil tertawa mengekeh Raja Rencong
menggerakkan jari telunjuknya ke tombol merah dan berseru;
"Manusia-manusia tolol, kalian semua pergilan ke neraka!". Dan jari
telunjuk itupun ditekan sekuat-kuatnya pada tombol merah! Mata Raja
Rencong membeliak seperti mau tanggal dari sarangnya. Parasnya berobah
total, terkejut amat sangat! Sewaktu tombol ditekan, atap di atas tidak
membuka, lantai Arena Topan Utara tidak ambruk! Seperti tak percaya akan
dirinya sendiri Raja Rencong menekan lagi tombol merah itu. Lagi, lagi
dan lagi sampai berulang kali! Tetap saja tak satu pun yang terjadi! Tiba-tiba didengarnya suara tertawa bergelak. Ketika dia mengangkat kepala yang tertawa itu bukan lain si pemuda berambut gondrong Wiro Sableng! "Kau
heran dan terkejut melihat ruangan ini tidak amblas, tidak hancur
lebur?" Wiro tertawa lagi gelak-gelak. "Ha ha! Pesawat rahasia
terkutukmu yang hendak membunuh semua orang yang hadir di sini tidak
bisa berjalan, Raja Rencong!" Bukan main marahnya Raja Rencong Dari Utara. Tanpa menunggu lebih lama lagi segera sepuluh jari tangannya dijentikkan! Sepuluh
larik sinar merah kekuningan menderu menyambar Pendekar 212! Wiro sudah
pernah menyaksikan keganasan ilmu pukulan kuku api yang dimainkan oleh
Pandansuri! Kalau Raja Rencong yang mengeluarkannya tentu lebih dahsyat
lagi! Karenanya pemuda ini cepat-cepat melompat ke atas seraya
lepaskan pukulan sinar matahari! Ruangan itu laksana mau pecah sewaktu
pukulan sinar matahari beradu dengan dahsyatnya dengan pukulan kuku api!
Karena tenaga dalam Wiro dan Raja Rencong berada dalam tingkat yang
sama maka setelah saling berbentur kedua sinar pukulan sakti itu melesat
ke kiri dan buyar keempat penjuru! Jerit kematian terdengar di bagian
itu. Sembilan orang tokoh golongan hitam roboh hangus! Delapan tokoh
golongan putih meregang nyawa! Dengan serta merta kacau balaulah
suasana! Di antara kekacau balauan itu Wiro berteriak keras: "Semua
tokoh silat yang ada di sini mari bersama-sama mencincang manusia biang
malapetaka ini. Sebelumnya dia telah punya rencana untuk mengubur kalian
hidup-hidup di bawah ruangan ini!" Mendengar teriakan itu tak
perduli tokoh silat golongan manapun laksana air bah serentak menyerbu
Raja Rencong! Raja Rencong adalah tokoh silat sakti luar biasa. Namun
melihat lebih dari dua puluh jago-jago ternama menyerbunya ditambah
dengan kegugupan, nyalinya jadi meleleh! Dia segera berkelebat melarikan
diri. Namun lebih cepat dari itu Wiro Sableng sudah menghadangnya
dengan Kapak Naga Geni 212 siap di tangan! "Keparat kau kubunuh lebih dulu!" teriak Raja Rencong. "Sreet!" Raja
Rencong cabut Rencong Emas maka sinar kuningpun bertaburlah. Di lain
kejap puluhan senjata berkelebat menggempur Raja Rencong dan di depan
sekali Kapak Naga Geni 212 menderu laksana seribu tawon mengamuk! "Trang"! Rencong Emas dan Kapak Naga Geni 212 beradu. Bunga
api berpercikan! Raja Rencong terkejut bukan main. Senjata di tangannya
hampir saja terlepas dilanda senjata lawan! Dan rasa terkejut ini masih
belum habis sewaktu laksana kilat Kapak lawan kembali menderu di depan
hidungnya sementara dari sekelilingnya menggempur puluhan senjata tajam!
Raja Rencong Dari Utara keluarkan jurus yang hebat yang dinamakan jurus
"sepasang kincir sakti menghadang bumi". Kedua tangannya kiri kanan
bergerak cepat. Jurus ini bukan saja merupakan jurus pertahanan yang
paling tangguh dari ilmu silatnya namun sekaligus juga merupakan jurus
serangan yang hebat luar biasa. Sinar kuning Rencong Emas bergulung
gulung sedang lima jari tangan kiri tak henti-hentinya dijentikkan
melancarkan ilmu pukulan kuku api! Beberapa orang tokoh silat
tergelimpang disambar pukulan jahat itu! Namun betapapun hebatnya
Raja Rencong mana mungkin baginya menghadapi tokoh-tokoh kias wahid yang
berjumlah lebih dari dua puluh orang itu. Apalagi sambaran Kapak Naga
Geni 212 saat itu sudah menelikung mendesaknya. Angin senjata itu
menyakitkan mata dan memerihkan kulitnya. Sesaat kemudian terdengar
jeritan Raja Rencong ! Kuping kanannya putus dibabat Kapak Naga Geni
212. Racun yang hebat dari senjata itu mulai mempengaruhi dirinya. Raja
Rencong cepat menutup jalan darah penting dibeberapa Bagian tubuh lalu
dengan sisa kekuatan mengamuk membabat ke arah salah seorang tokoh putih
diantaranya Lembu Ampel yang kena sambaran Rencong Emas. Akan tetapi
itu tidak lama karena begitu Pendekar 212 Wiro Sableng menyusup dibalik
serangan Raja Rencong, Kapak Naga Geni 212 berhasil membabat putus
lengan kiri tokoh silat durjana itu ! Tidak sampai disitu saja, sewaktu
jerit kesakitan Raja Rencong belum sirna Kapak Naga Geni 212 mengaung
dahsyat dan ”crass”! Darah muncrat membasahi pakaian beberapa orang
tokoh silat. Raja Rencong dari Utara terhuyung huyung dengan kepala
hampir tebelah. Dalam keadaan begitu rupa dia harus menerima tusukan dan
sabetan senjata tajam lainnya sehingga tubuhnya tak beda dengan daging
yang dicincang cincang. Sewaktu tubuh yang hancur dari Raja Rencong
menggeletak di Arena Topan Utara, Pendekar 212 Wiro Sableng sudah
melompat pergi dari ruangan itu. Sesungguhnya apakah yang telah
terjadi sehingga ketika Raja Rencong menekan tombol merah, Arena Topan
Utara tidak amblas ke bawah? Seperti telah dituturkan di atas,
sehabis meninggalkan Nyanyuk Amber, Wiro Sableng segera pergi ke kamar
di mana senjata rahasia penghancur itu berada. Karena di sini sudah
berada Pandansuri maka dengan sendirinya pecahlah pertempuran. Kalau
sewaktu di rumah makan Dang Lariku, Wiro Sableng masih bisa main-main
melayani gadis ini maka kini menghadapi keselamatan puluhan jiwa
tokoh-tokoh sakti yang berada di Arena Topan Utara, Wiro tidak bisa
main-main lagi. Meski senyum cengar cengir tetap tersungging di mulutnya
namun Wiro menempur habis-habisan. Pandansuri hingga dalam tempo
tiga jurus akhirnya dia berhasil menotok jalan darah di tubuh si gadis.
Dari sini Wiro langsung menuju Arena Topan Utara dan terjadilah
kelanjutan sebagaimana yang dituturkan di atas. Kini Pendekar 212
Wiro Sableng kembali ke kamar pesawat rahasia itu. Pandansuri duduk
tersandar ke dinding dekat pintu masih dalam tubuh tertotok. "Saudari, hukuman yang setimpal telah jatuh atas diri ayahmu ". "Maksudmu kau telah membunuh ayahku?!" "Aku dan tokoh-tokoh silat yang ada di Arena Topan Utara!" sahut Wiro Sableng. "Keparat! Lepaskan totokanku! Mari kita bertempur sampai seribu jurus!" Wiro Sableng tertawa. "Apakah
kau masih belum melihat jalan terang menuju kehidupan yang baik? Atau
mungkin kau mau menerima nasib seperti ayahmu? Sekali aku beritahu pada
orang-orang itu bahwa kau berada di sini, pasti kau akan mati secara
mengenaskan!". "Silahkan kau beri tahu! Aku tidak takut!" jawab Pandansuri ketus. Wiro tertawa. "Kau keras kepala tapi kuhargai nyalimu saudari. Dan
aku tidak sepengecut yang kau duga untuk memberitahukan kau pada
orang-orang itu!". Pemuda ini melangkah mendekat. "Sebelum pergi aku
ingin melihat wajahmu dulu, saudari." "Keparat kalau kau berani……………….". Tapi tangan Wiro Sableng sudah bergerak menarik kerudung ungu yang menutupi wajah Pandansuri. Begitu kerudung terbuka terkejutlah Wiro Sableng."Ah, kiranya parasmu cantik sekali saudari." memuji
Wiro sejujurnya. "Tapi sayang aku tak bisa lama-lama menikmati
kecantikan parasmu. Aku harus pergi dari sini bersama Nyanyuk Amber. Selamat tinggal ". "Saudara tunggu dulu!" seru Pandansuri. "Lepaskan dulu totokanku". "Dan setelah bebas kau akan menyerangku?" ejek Wiro. "Aku berjanji untuk tidak melakukan apa-apa kecuali hanya untuk membaca sepucuk surat. Selesai membaca kau boleh menotok aku kembali! Membunuhpun aku tak keberatan!" "Heh, surat katamu? Surat apa? Surat dari pacarmu?" Wiro melihat kesungguhan di paras si gadis. "Baik
aku percaya ucapanmu", kata Wiro pula lalu melepaskan totokan di tubuh
Pandansuri dan berdiri di ambang pintu kamar pesawat rahasia menjaga
segala kemungkinan yang ada sementara Pandansuri mengeluarkan sehelai
surat dari balik pakaiannya. Surat ini adalah surat yang diberikan Raja Rencong kepadanya. Dibukanya lipatan surat lalu dibacanya: Pandansuri, Kalau aku sudah mati maka itulah saatnya aku memberitahukan rahasia besar tentang dirimu melalui surat ini. Sebenarnya kau bukan anak kandungku tapi seorang anak angkat . Jelasnya kau kuculik dari orang tuamu sejak kau masih kecil. Ayahmu Kepala kampong Pasirputih. Kembalilah Padanya dan tempuhlah jalan hidup yang baik. Raja Rencong
Wiro Sableng terkejut sewaktu melihat tetesan-tetesan air mata
membasahi pipi Pandansuri Sedang surat yang dibacanya terlepas dan jatuh
Ke lantai. Wiro mengambil surat itu dan membacanya. Dilipatnya surat itu kembali seraya menghela napas Panjang. ”Sekarang
jelas bagimu bahwa kau berasal Dari orang baik baik. Karenanya musti
kembali ke jalan Baik baik ”, kata Wiro Sableng. Dikembalikannya Surat
yang dipegangnya pada Pandansuri dan Berkata lagi. ” Aku tak akan
menotok tubuhmu Kembali. Apa yang kau lakukan terserah padamu. Selamat tinggal ” ”Saudara, kau hendak meninggalkan Danau Toba ini ?” "Ya, menyeberang bersama-sama Nyanyuk Amber". "Keberatan kalau aku ikut bersama kalian?". "Ah
justru itulah yang aku harapkan" jawab Pendekar 212 seraya senyum dan
mengedipkan mata kirinya. Dan Pandansuri tidak membantah sama sekali
sewaktu Wiro Sableng memegang tangannya dan melangkah bersama-sama
menuju kamar Nyanyuk Amber.