“Welcome to Stake land, kid” ucap Mister (Nick Damici) kepada, Martin, pemuda yang nyawanya berhasil diselamatkan si pemburu vampir paruh baya itu dari serangan mahluk penghisap darah yang sebelumnya telah membunuh keluarganya. Ya, Stake Land sendiri adalah sebutan bumi paska epidemik vampir yang telah menginfeksi nyaris separuh lebih penduduknya dan disisi lain juga sudah menghancurkan sendi-sendi perekonomian dan pemerintahan. Keduanya kemudian melakukan perjalanan lintas Amerika menuju daerah utara, melalui rentetan malam-malam mengerikan, menjadi saksi banyak kematian dan kehancuran di sepanjang perjalan. Menyinggahi kota-kota kecil yang masih bertahan untuk mengisi ransum, bertemu dengan teman-teman baru, sampai berhadapan dengan kelompok fundementlis kejam, tujuan keduanya hanya satu, yakni menemukan ‘New Eden’, tempat yang konon merupakan satu-satunya daerah yang masih steril dari wabah vampir. ‘It’s a gem’ ungkapan orang-orang di barat sana ketika mereka menemukan sebuah film yang tidak mereka sangka bakal bagus. Ya, seperti itulah Stake Land. Mungkin banyak penontonnya yang tidak menyangka bahwa di balik posternya yang terkesan murahan itu tersimpan sebuah sajian horor indiepost-apocalyptic yang berhasil digarap dengan sangat baik oleh Jim Mickle, sutradara yang sebelumnya juga pernah menghasilkan Mulberry Street / Contaminaton (2006). Jika kebanyakan film-film horor paska kiamat ini sering didominasi oleh dominasi Zombie, disini para vampir mendapat giliran untuk menguasai dunia, seperti menonton ‘sedikit’ Daybreakers dan ‘banyak’ The Road dengan segala elemen road movie, setting alam terbuka, hubungan ‘ayah-anak’ plus drama coming of age yang kental dalam satu paket lengkap. Plotnya sendiri sebenarnya standart seperti kebanyakan film kiamat lainnya, pandemik ganas yang tak terobati, dunia hancur hingga karakter-karakter utamanya harus berjuang bertahan hidup semua disajikan disini. Yang
membedakannya, Stake Land menghadirkan
porsi horor, thriller dan dramanya dengan seimbang. Mickle yang turut menulis naskahnya membukanya dengan opening yang menarik. Melalui narasi yang disuarakan oleh karakter Martin kita akan diajak sedikit kembali kebelakang ketika dirinya diselamatkan oleh Mister- ada adegan yang sedikit disturbing disini ketika adiknya yang masih bayi diperlihatkan sedang disantap oleh vampir yang membantai keluarganya. Dari titik ini cerita kemudian bergerak ke depan dalam tempo yang sedikit lambat , tapi dikarenakan Mickle cukup handal meramu setiap momennya didalamnya dengan baik dan konsisten, termasuk menghadirkan kejutan dan adegan teror menegangkan khususnya ketika melibatkan para mahkluk penghisap darah yang digambarkan mirip zombie ini mulai menyerang mereka di kegelapan malam. Atau momen-momen emosionalnya seperti relasi setiap karakternya yang terjalin cukup baik, serta kemudian di bungkus segi teknik visualnya yang didukung dengan sinematorgrafi dan scoring cantik dan kelam membuat aroma kehancuran dan kematian dalam dunia paska kiamat terlihat begitu meyakinkan, sama sekali tidak membuat StakeLand seperti horor low budget. Ungkapan cheesy macam ‘Don’t Judge the Book by It’s Cover” memang terasa pas untuk disematkan buat Stake Land. Untuk horor kecil seperti ini Mickle sudah membuatnya dengan sangat baik, baik dari segi teknis visual maupun akting para pemainnya. Ia tidak hanya mampu menghadirkan kegerian didalamnya, namun juga sebuah suguhan horor yang memiliki ‘hati’ dengan sajian dramanya yang kuat, dan tanpa disadari ia diam-diam sudah menyentuh setiap penontonnya. Download Sub Indo
Home