Hey! Siapa yang menyangka horor kecil yang dari luar terlihat seperti B movie ini
ternyata bisa sangat menghibur?! Feast mungkin bukan horor dengan
kekuatan plot solid, bahkan kalau mau jujur
horor ia bodoh dalam becerita lengkap
dengan segala lubang-lubang didalamnya plus
akting pas-pasan dari para pemainnya, tapi
karena dari awal Feast tidak pernah menjadikan dirinya sebuah horor yang
kelewat serius termasuk banyak
memasukan elemen komedi gelap, maka
segala kekoyolan dan kebodohan didalamnya
bisa sangat dimaklumi. Feast sendiri adalah horor yang tercipta dari
pemenang Project Greenlight musim ke tiga.
Project Greenlight sendiri adalah kontes
televisi produksi Ben Affleck dan Mat
Dammon yang memberikan kesempatan
pada filmaker-filmaker pemula untuk membuat film mereka sendiri, semacam
FISFiC (Fantastic Indonesian Short Film
Competition)-nya Indonesia. Mari kembali ke Feast lagi, Horror indie yang
di gawangi John Gulager ini menawarkan
sebuah monster movie-slasher dengan
premis yang sangat sederhana. Ada sekelompok manusia-manusia malang
yang terjebak dalam sebuah bar di daerah
terisolir, sementara diluar mereka sudah
ditunggu para mahkluk ganas yang
sebelumnya telah mengejar sepasang suami
istri. Feast di awali dengan pembukaan yang
menarik, ketika Gulager memperkenalkan
setiap karakternya dengan gaya komikal,
lengkap dengan tulisan-tulisan nama,
pekerjaan dan ekspektasi hidup mereka
yang tentu saja diisi dengan konyol. Dan yang menjadi bagian paling menarik disini
adalah kejutan. Ya, Feast bukan tipikal film
yang menaati pakem slasher kasual dimana
biasanya yang paling cantik, sok pintar atau
paling bodoh mati duluan, tidak disini,
Gulanger akan memberikan banyak kejutan, anda akan dibuat tidak mudah untuk
menebak siapa-siapa yang akan santapan
para makluk jelek berikutnya. Tensi ketegangan di jaga baik di sepanjang 95
menit berpadu manis dengan unsur black
comedy-nya yang kental, entah itu lewat
dialog-dialognya yang konyol atau sampai
adegan-adegan yang terlihat serius sekalipun,
membuat penontonnya tanpa sadar sudah bergantian tertawa dan ketakutan. Feast sangat efektif memberikan segala
kenikmatan sebuah slasher monster, karena
bukan hanya 99 % ia hanya bersetting di satu
tempat kecil, Gulager juga tidak banyak
mengobral basi-basi, adegan sadis digarap
maksimal, dan untuk ukuran horor ‘murah’ Feast menampilkan segala gore, blood fest
dan segala hal menjijikan didalamnya dengan
sangat meyakinkan, tanpa efek CGI, murni
efek manual termasuk kostum para
‘predator’ yang mengerikan itu. Menyampingkan beberapa kebodohan dan
kekurangan sana sini didalamnya, Feast sudah
berhasil menjalankan tugasnya menjadi
sugguhan horor yang menyenangkan dan
efektif memberikan segala kenikmatan
sebuah slasher. Ya, tidak peduli jika Feast pada akhirnya flop
dipasaran, karena menurut saya Gulager
sudah berhasil menjadikan karyanya ini
sebuah cult horor baru. Part 1 Part 2 Sub Indo
Home